PHK Merajalela, Kenaikan UMP Tak Bisa Sembrono!

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketentuan upah minimum provinsi (UMP) pada 2023 yang dimaksimalkan naik hanya 10%, dinilai sejumlah ekonom harus membuat kepala daerah memperhitungkan beberapa hal.
Dalam menentukan UMP, kepala daerah bukan hanya harus melihat pergerakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tapi juga harus melihat sektor industri mana yang sudah pulih dan siap untuk menaikan UMP.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics Finance (Indef) Ahmad Tauhid.
Tauhid menjelaskan, tidak semua sektor industri yang saat ini sudah bangkit dari dampak pemulihan ekonomi pandemi Covid-19. Ada beberapa industri yang masih harus berjuang dalam menjalankan operasionalnya.
"Karena kita menghadapi penurunan market. Menurut saya, penyesuaiannya itu adalah mereka (industri yang belum pulih) diberikan insentif, pengurangan pajak paling tidak sebesar dampak yang ditimbulkan kalau kemungkinan market mereka berkurang," jelas Tauhid kepada CNBC Indonesia, Senin (28/11/2022).
Pemerintah pusat juga mesti jeli melihat kebijakan kenaikan UMP di tiap daerah. Karena perhitungan UMP adalah dengan memperhitungkan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi, bukan nasional.
Seperti diketahui, pemerintah lewat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 18/2023 tentang Penetapan Upah Minimum 2023 menetapkan, kenaikan UMP maksimal 10% untuk tahun 2023.
Rumusan UMP adalah penjumlahan antara inflasi dan perkalian pertumbuhan ekonomi daerah dengan alfa. Alfa adalah indeks yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu, dalam rentang 0,10 - 0,30.
Artinya, kenaikan UMP 10% di tahun depan, menurut Tauhid adalah jalan tengah alias sudah cukup moderat untuk perekonomian nasional. Oleh karena itu, kata Tauhid sebenarnya tak menutup kemungkinan jika kenaikan UMP di daerah bisa di atas 10%.
"Kalau dikali alfa perkalian pada 0,1 hingga 0,3 dikali pertumbuhan ekonomi, maka bisa saja tembus di atas 10%. Tapi, gak banyak yang begitu karena faktor cuaca, transportasi dan komoditas yang sulit untuk dijangkau," jelas Tauhid.
Pun, menurut Tauhid semestinya pemerintah juga mesti mengukuhkan dulu regulasi di atas Permenaker tentang UMP ini, dalam hal ini harus merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Perlu dilakukan secepatnya perubahan regulasi, sehingga keputusan bisa cukup fair dilanggengkan dalam beberapa tahun ke depan, jadi bukan permenaker," kata Tauhid lagi.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menambahkan, harus ada forum third party, antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk mengontrol kebijakan UMP maksimal 10% di tahun depan.
"Di forum-forum itu harus dijaga, karena penerapannya itu kan kesepakatan third party juga sebetulnya. Jadi, melibatkan serikat pekerja, pemerintah, dan pengusaha di satu forum," jelas David.
Berikut 10 provinsi yang sudah menetapkan UMP di tahun depan:
1. Riau naik 8,61% atau naik menjadi Rp 3.191.662.
2. Daerah Istimewa Yogyakarta naik 7,65% menjadi Rp 1.981.782.
3. DKI Jakarta naik 5,6% menjadi sebesar Rp 4.901.798.
4. Jawa Tengah naik 8,01% menjadi Rp 1.958.169,69.
5. Banten naik 6,4% menjadi Rp 2.661.280.
6. Jawa Timur naik 7,8% menjadi Rp 2.040.244.
7. Bali naik 7,81% menjadi Rp 2.713.672.
8. Bangka Belitung naik 7,15% menjadi Rp 3.498.479.
9. Aceh naik 7,8% menjadi Rp 3.413.666.
10. Jawa Barat naik 7,88% menjadi Rp 1.986.670,17
[Gambas:Video CNBC]
Ekonomi Serba Sulit, Diam-Diam Sistem Upah Jam-Jaman Berlaku
(cap/mij)