
Boro-Boro Dihapus, Lagi-Lagi Subsidi BBM Bikin RI Defisit!

Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara ekonomi terkuat di dunia yang tergabung dalam G20 sepakat untuk merasionalisasi dan bahkan menghapus subsidi energi fosil, termasuk Bahan Bakar Minyak (BBM).
Komitmen tersebut tertuang dalam hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 16 November 2022 berupa G20 Bali Leaders' Declaration.
Namun demikian, alih-alih memangkas atau bahkan menghapus subsidi BBM, subsidi BBMÂ Indonesia bahkan kini kembali lagi menjadi penyebab defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Oktober 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, hingga akhir Oktober 2022, APBN RI tercatat defisit Rp 169,5 triliun atau -0,91% terhadap Produk Domestik Bruto. Ini merupakan kali pertama defisit APBN selama tahun anggaran 2022.
Sri Mulyani mengatakan, defisit ini tak lain karena pemerintah harus membayar subsidi dan kompensasi BBM dan listrik kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
"Kami sudah membayarkan kepada PLN dan Pertamina sebesar Rp 184,5 triliun," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (24/11/2022).
Lantas, bagaimana komitmen RI untuk menjalankan kesepakatan G20 tersebut?
Menurut Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto, defisit APBN akibat pembayaran subsidi energi, yakni subsidi BBM dan listrik, merupakan konsekuensi yang harus pemerintah tanggung dalam menjalankan kewajibannya, sebagai imbas harga jual BBM maupun listrik ke masyarakat tidak sesuai dengan harga minyak mentah dunia telah melonjak tajam.
"Sebagaimana kita ketahui dari sisi ICP (harga minyak mentah Indonesia) dan juga karena harga minyak dunia naik kalau kita lihat sampai kita anggarkan subsidinya itu sampai Ro 502 triliun itu dan juga demikian tentang kecukupan kuota karena dalam APBN tahun 2022 awalnya kita rancang itu untuk Pertalite adalah 24,5 jt kl aja. Dan realisasinya tadi udah disampaikan Pak Saleh (Anggota BPH Migas) sekarang sudah 85%, total nanti akan 29 jt kl, dengan yang harga semua berubah," jelasnya dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (28/11/2022).
"Jadi, subsidi tadi kalau dikatakan defisit itu adalah konsekuensi logis pemerintah menjalankan kewajibannya yakni membayarkan kompensasi juga subsidi kepada Pertamina maupun PLN, dari sisi lain mungkin pendapatan negara jangan-jangan mungkin karena kurang atau menurun di akhir ini semester terakhir ini harga komoditas mulai mencapai titik ekuilibriumnya," paparnya.
Menurutnya, lonjakan subsidi energi tahun ini sudah diprediksi karena lonjakan harga minyak mentah dunia.
"Intinya begini bahwa turunnya atau defisitnya APBN itu sudah kita prediksi dengan Rp 502 triliun yang naik dari sebelumnya," tuturnya.
Berdasarkan Deklarasi Bali G20 16 November 2022 lalu, adapun alasan komitmen untuk merasionalisasi dan menghapus subsidi energi fosil tersebut karena subsidi dianggap mendorong konsumsi energi yang boros di masyarakat.
Hal ini sesuai dengan komitmen yang telah dicetuskan sejak deklarasi di Pittsburgh, Amerika Serikat pada 2009 lalu.
"Kami akan meningkatkan upaya kami untuk mengimplementasikan komitmen yang dibuat pada 2009 di Pittsburgh untuk menghapus dan merasionalisasi, dalam jangka menengah, ketidakefisienan subsidi bahan bakar fosil yang mendorong konsumsi yang boros dan berkomitmen untuk mencapai tujuan ini, sambil memberikan dukungan yang ditargetkan untuk negara yang paling miskin dan paling rentan," bunyi poin ke-12 Deklarasi Pemimpin Bali ini.
Seperti diketahui, Indonesia sendiri termasuk salah satu negara dengan subsidi energi fosil, utamanya Bahan Bakar Minyak (BBM) paling "bengkak". Bahkan, tahun 2022 ini saja subsidi dan kompensasi energi, baik BBM dan listrik diperkirakan bisa mencapai Rp 502,4 triliun.
Perkiraan besaran subsidi dan kompensasi energi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No.98 tahun 2022 tentang Revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Jumlah perkiraan subsidi hingga akhir 2022 ini melonjak dari perkiraan awal di APBN 2022 sebesar Rp 152,5 triliun. Adapun jumlah subsidi dan kompensasi Rp 502,4 triliun tersebut terdiri dari subsidi Rp 208,9 triliun, di mana subsidi BBM dan LPG Rp 149,4 triliun dan subsidi listrik Rp 59,6 triliun.
Lalu, kompensasi hingga akhir 2022 diperkirakan mencapai Rp 293,5 triliun, di mana kompensasi BBM diperkirakan mencapai Rp 252,5 triliun dan kompensasi listrik Rp 41 triliun.
Lonjakan subsidi dan BBM ini tak terlepas dari lonjakan harga minyak mentah dunia yang sempat bertahan di atas US$ 100 per barel selama beberapa bulan sejak perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari 2022 lalu. Sementara asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada 2022 "hanya" US$ 63 per barel.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article KTT G20 Sepakat Hapus Subsidi BBM, RI Ikutan Pak Jokowi?
