
Ada Usul, Cuma Angkutan Umum yang Boleh Nenggak BBM Pertalite

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki wacana untuk membatasi pembelian jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) khusus penugasan (JBKP) yakni Pertalite dan Solar Subsidi atau Jenis BBM Tertentu (JBT). Hal ini sebagai langkah penggunaan BBM bersubsidi tepat sasaran.
Nah, ternyata muncul usulan bahwa yang berhak mengisi BBM bersubsidi tersebut hanyalah angkutan umum atau kendaraan roda empat yang memakai plat kuning. Sementara yang lainnya, akan menggunakan BBM yang harganya mengikuti mekanisme pasar.
Kebijakan tersebut memang belum dijalankan lantaran masih harus menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga BBM Eceran. Aturan ini akan berisi detil perihal ketentuan-ketentuan kendaraan yang berhak tersebut.
Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto mempertanyakan kebijakan pembatasan Pertalite dan Solar Subsidi yang belum bisa berjalan. "Kita tunggu-tunggu juga kenapa Perpresnya belum keluar dan siapa yang berhak mengisi Pertalite ini belum diatur secara rinci," tandas Sugeng kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Senin (28/11/2022).
Menurut hematnya, ke depan penggunaan BBM subsidi hanya untuk orang-orang yang memang masuk dalam kriteria miskin atau tidak mampu. Sehingga, subsidi harus langsung pada orang bukan lagi kepada komoditas
Hal ini untuk menekan penggunaan BBM subsidi yang kerap mengalami kelebihan konsumsi. Seperti yang diketahui, pada tahun ini konsumsi penggunaan BBM Pertalite ditambah dari23,05 juta KL menjadi 29 juta KL, begitu juga dengan Solar Subsidi yang naik dari 15 juta KL menjadi 17 juta KL.
"Menurut hemat saya kita usulkan sudahlah BBM ini dilepas secara harga, tapi yang mendapatkan subsidi itu hanya angkutan umum saja atau plat kuning jadi mudah sekali mengontrolnya untuk BBM bersubsidi," terang Sugeng.
Menurut Sugeng, hal itu perlu dilakukan supaya masyarakat menyadari bahwa setiap pembelian BBM terdapat ongkos lantaran saat ini Indonesia tengah mengalami situasi yang berat di mana harus melakukan impor BBM tiap harinya mencapai 850 ribu barel per hari.
"Kenapa demikian, karena lifting dalam negeri atau produksi BBM di dalam negeri hanya 630-an ribu bph, sementara konsumsi BBM terus naik. Hari-hari ini sudah mencapai 1,48 bahkan mencapai 1,5 juta barel per hari," tandas Sugeng.
Maka, kata Sugeng, diperlukan adanya pengendalian konsumsi BBM agar lebih tepat sasaran.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman belum bisa memastikan apakah pembatasan Pertalite dan Solar Subsidi bisa berjalan pada tahun ini. Pasalnya, pemerintah masih harus menunggu terbitnya aturan berupa revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga BBM Eceran.
"Tahun ini kita masih menunggu jika misal regulasi revisi perpres terbit, di mana itu kita memang atur lebih spesifik konsumen mana yang boleh mengkonsumsi Pertalite dan juga Solar," terang Saleh kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Senin (28/11/2022).
Tatkala pembatasan belum berjalan, Saleh mengatakan, bahwa pihaknya saat ini sedang mempush kebijakan yang ada seperti pembatasan pembelian Solar Subsidi 60 liter per hari untuk kendaraan roda empat dan 200 liter untuk kendaraan roda enam.
"Sekarang ini, itu yang kita perketat melalui kerja sama dengan pemda. Sekarang kita akan lebih mengintensifkan kerja sama dengan pemda agar betul-betul disiplin para konsumen kita mengkonsumsi solar sesuai aturan atau jatah masing-masing per hari. Itu yang bisa kita lakukan hingga akhir tahun ini," tandas Saleh.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Kaget! Gak Daftar MyPertamina, Isi BBM di Sini Dijatah