Internasional
6 Fakta Chaos di China: Nol-Covid hingga Turunkan Xi Jinping

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi di China kini tengah memanas. Kasus infeksi Covid-19 di China mencapai rekor tertinggi. Akibatnya, kota-kota secara nasional memberlakukan penguncian lokal (lockdown), pengujian massal, dan pembatasan lainnya.
Namun, aturan nol-Covid yang ketat di China rupanya memicu frustrasi dan menggelapkan prospek ekonomi terbesar kedua di dunia itu hingga berujung ricuh.
Berikut fakta-fakta terbaru terkait hal tersebut, sebagaimana dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber.
Kenaikan Kasus Covid-19
Komisi Kesehatan Nasional Negara China mencatatkan rekor tertinggi angka Covid-19 baru per Minggu (26/11/2022) yang saat ini sudah menyentuh 40.347 penularan. Sebanyak 3.822 di antaranya bergejala dan 36.525 tidak bergejala.
Rekor tersebut bahkan belum termasuk angka infeksi impor, dimana China melaporkan 40.052 kasus lokal baru, 3.748 di antaranya bergejala dan 36.304 tidak bergejala, naik dari 39.506 sehari sebelumnya.
Kebijakan Nol-Covid
Terkait hal ini, otoritas beberapa wilayah di China kembali memperketat pencegahan dan pengendalian pandemi Covid-19. Salah satunya adalah Beijing, di mana ibu kota ini menutup sekolah, restoran, dan pusat keramaian, otoritas setempat juga memberlakukan lockdown secara parsial.
Sejak dua pekan yang lalu, otoritas kesehatan Kota Beijing telah mengingatkan warga Ibu Kota agar tidak keluar rumah, kecuali untuk urusan yang sangat mendesak. Warga Ibu Kota juga diwajibkan melakukan tes PCR setiap hari di pos-pos tes PCR terdekat.
Jalan-jalan di Chaoyang, distrik terpadat di ibu kota, bahkan semakin sepi minggu ini. Sanlitun, area perbelanjaan kelas atas, juga hampir sepi, meski deru sepeda elektronik pengantar pengiriman mengantarkan makanan bagi mereka yang bekerja dari rumah tetap terdengar.
Pembatasan tersebut juga berdampak pada penduduk yang dikurung serta produksi di pabrik, termasuk pabrik iPhone terbesar di dunia di kota Zhengzhou, yang beberapa waktu lalu diguncang oleh bentrokan antara pekerja dan petugas keamanan.
Dampak Ekonomi
Kepemimpinan China memang terjebak oleh nol-Covid, kebijakan khas Presiden Xi Jinping, bahkan ketika sebagian besar dunia mencoba hidup berdampingan dengan virus.
Mengakui tekanan pada ekonomi, kabinet mengatakan China akan menggunakan pemotongan tepat waktu dalam cadangan kas bank dan alat kebijakan moneter lainnya untuk memastikan likuiditas yang cukup.
Sementara itu, broker Nomura memangkas perkiraan PDB China untuk kuartal keempat menjadi 2,4% year-on-year dari 2,8%, dan memangkas perkiraan pertumbuhan setahun penuh menjadi 2,8% dari 2,9%, yang jauh dari target resmi China sekitar 5,5 % tahun ini.
"Kami percaya pembukaan kembali masih merupakan proses yang berkepanjangan dengan biaya tinggi," tulis Nomura, juga menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB China untuk tahun depan menjadi 4,0% dari 4,3%, dikutip Reuters.
Kebakaran Apartemen di Xinjiang
Sementara otoritas memperketat aturan nol-Covid, sebuah sebuah gedung apartemen di Urumqi, ibu kota wilayah Xinjiang terbakar hangus hingga menewaskan sebanyak 10 orang pada Kamis (24/11/2022) malam waktu setempat.
Laporan kantor berita Xinhua, yang dikutip Channel News Asia pekan lalu, menyebut sembilan orang lainnya mengalami luka-luka. Dilaporkan bahwa petugas pemadam kebakaran membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk sepenuhnya memadamkan kebakaran itu.
Disebut bahwa infrastruktur yang sudah menua, kesadaran keselamatan yang rendah, dan dalam beberapa kasus, adanya korupsi pemerintah telah memicu rentetan kebakaran, ledakan dan ambruknya gedung dalam beberapa waktu terakhir di berbagai wilayah China.
Demo Besar-besaran
Kebakaran di Xinjiang bukan hanya memanaskan udara di sana namun juga membuat warga "memanas" dan melakukan protes agar lockdown daerah yang dilakukan di wilayah tersebut segera diakhiri.
Protes besar meletus di Xinjian barat dan kerumunan orang di sana meneriaki penjaga yang mengenakan pakaian hazmat untuk segera menyudahi lockdown.
"Akhiri penguncian!" ungkap demonstran sambil mengacungkan tinju ke udara di jalanan, seperti yang dikutip dari video yang beredar, Sabtu (26/11/2022).
Video pendek yang diunggah di Reuters memperlihatkan orang-orang di alun-alun menyanyikan lagu kebangsaan China dengan liriknya, "Bangkitlah, mereka yang menolak menjadi budak!"
Sementara itu, yang lain berteriak ingin dibebaskan dari lockdown. Seperti dilansir Reuters, China telah menempatkan wilayah Xinjiang yang luas di bawah lockdown terlama di negara itu, dengan banyak dari 4 juta penduduk Urumqi dilarang meninggalkan rumah mereka selama 100 hari. Kota itu melaporkan sekitar 100 kasus baru masing-masing dalam dua hari terakhir.
Protes atas pembatasan Covid-19 yang ketat di China juga menyebar ke lebih banyak kota, termasuk pusat keuangan Shanghai, pada Minggu, hampir tiga tahun setelah pandemi dimulai, gelombang kemarahan baru dipicu oleh kebakaran mematikan di ujung paling barat negara itu.
Tekanan ke Presiden Xi Jinping
Gelombang protes sipil belum pernah terjadi sebelumnya di China daratan sejak Presiden Xi Jinping mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu. Kini. warga diselimuti rasa frustrasi atas kebijakan nol-Covid dari Xi Jinping 3 tahun setelah pandemi merebak.
Di Shanghai, polisi terus berjaga-jaga di Jalan Wulumuqi, yang dinamai Urumqi, dan di mana penyalaan lilin sehari sebelumnya berubah menjadi aksi demonstrasi.
Menjelang Minggu malam, ratusan orang berkumpul di kawasan itu. Beberapa berdesak-desakan dengan polisi yang mencoba membubarkan mereka. Orang-orang pun mengangkat kertas kosong sebagai ekspresi protes.
Seorang saksi melihat polisi mengawal orang ke dalam bus yang kemudian dibawa pergi melewati kerumunan dengan beberapa lusin orang di dalamnya.
"Turunkan Partai Komunis China, turunkan Xi Jinping", dalam sebuah protes di Shanghai.
Para pengunjuk rasa juga turun ke jalan-jalan di kota Wuhan dan Chengdu pada Minggu, sementara mahasiswa di berbagai kampus universitas di seluruh China berkumpul untuk berdemonstrasi selama akhir pekan.
Pada Senin dini hari di Beijing, dua kelompok pengunjuk rasa yang berjumlah setidaknya 1.000 orang berkumpul di sepanjang Jalan Lingkar ke-3 ibu kota China dekat Sungai Liangma. Mereka menolak untuk membubarkan diri.
"Kami tidak ingin masker, kami ingin kebebasan. Kami tidak ingin tes Covid, kami ingin kebebasan," teriak salah satu kelompok sebelumnya.
[Gambas:Video CNBC]
Resmi! China Longgarkan Pembatasan Covid secara Nasional
(luc/luc)