CNBC Indonesia Research

Program Biodisel B40 Di Tengah Transisi Energi, Sudah Tepat?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
24 November 2022 14:05
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam acara uji coba dan uji jalan atau road test kendaraan dengan bahan bakar biodiesel campuran minyak sawit 40% (B40) di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu, (27/7/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam acara uji coba dan uji jalan atau road test kendaraan dengan bahan bakar biodiesel campuran minyak sawit 40% (B40) di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu, (27/7/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah rampung menyelesaikan uji jalan (Road Test) penggunaan bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel dengan campuran 40 persen (B40) pada kendaraan bermesin diesel.

Langkah tersebut merupakan upaya strategis untuk mengurangi imporbahan bakar minyak (BBM) sekaligus meningkatkan buaran energi baru terbarukan di Indonesia.

Untuk diketahui, Pemerintah berencana menekan impor bahan bakar minyak (BBM) lantaran dianggap merugikan keuangan negara. Terlebih, harga minyak mentah tengah mengalami lonjakan pada saat ini.

Pada perdagangan Rabu (23/11/2022) harga minyak Brent tercatat US$85,41 per barel, jatuh 3,3%. Lalu minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) turun 3,7% menjadi US$77,49 per barel.

Terlebih lagi, baru baru ini Negara-negara G20 sepakat untuk mengurangi konsumsi energi yang boros dan membebani keuangan negara dengan menghapuskan subsidi energi fosil. Kesepakatan itu lahir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 15-16 November, di Bali, dalam wujud G20 Bali Leaders' Declaration.

Upaya pemangkasan subsidi bahan bakar fosil ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjalankan energi rendah karbon atau transisi energi, sehingga bisa mengurangi dampak perubahan iklim global.

Namun ternyata, inisiasi untuk menyetop subsidi energi yang boros dan membebani keuangan negara tidak hanya diusulkan dalam KTT G20. Komitmen itu telah dicetuskan sejak deklarasi di Pittsburgh, Amerika Serikat, pada 2009 lalu.

Memang, implementasi kebijakan ini butuh proses yang tentunya tidak mudah. Perlu diketahui, seolah bertolak belakang dari isi deklarasi tersebut, Indonesia termasuk salah satu negara dengan subsidi energi fosil, utamanya BBM dan listrik paling "bengkak".

Bahkan, tahun 2022 ini saja, subsidi dan kompensasi energi, baik BBM dan listrik, diperkirakan bisa mencapai Rp 502,4 triliun.

Perkiraan besaran subsidi dan kompensasi energi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2022 tentang Revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlah perkiraan subsidi hingga akhir 2022 ini melonjak dari perkiraan awal di APBN 2022 sebesar Rp 152,5 triliun.

Adapun jumlah subsidi dan kompensasi Rp 502,4 triliun tersebut terdiri dari subsidi Rp 208,9 triliun, di mana subsidi BBM dan LPG Rp 149,4 triliun dan subsidi listrik Rp 59,6 triliun. Lalu, kompensasi hingga akhir 2022 diperkirakan mencapai Rp 293,5 triliun, di mana kompensasi BBM diperkirakan mencapai Rp 252,5 triliun dan kompensasi listrik Rp 41 triliun.

Lonjakan subsidi dan BBM ini tak terlepas dari lonjakan harga minyak mentah dunia yang sempat bertahan di atas US$ 100 per barel selama beberapa bulan sejak perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari 2022 lalu. Sementara asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada 2022 "hanya" US$ 63 per barel.

Bila pemerintah tidak mengendalikan subsidi dengan menaikkan harga BBM di dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mengungkapkan bahwa subsidi energi RI hingga akhir tahun ini bisa melejit hingga Rp 698 triliun.

Maka dari itu, program BBM campur sawit yang sedang dalam proses uji coba ini merupakan upaya mengurangi impor dan bengkaknya subsidi BBM hingga upaya transisi energi.

Pemberlakuan B40 ini merupakan salah satu upaya strategis negara untuk mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM), sekaligus mengimplementasikan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT).

B40 adalah campuran bahan bakar nabati berbasis CPO atau sawit, yaitu Fatty Acid Methyl Esters (FAME). Kadarnya adalah 40%, sementara 60% merupakan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar. B40 ditargetkan dipakai untuk kendaraan roda empat berbahan bakar diesel.

Negara Bisa Hemat Banyak?

Dengan B40 diprediksi jumlah impor BBM Indonesia akan berkurang. Bahkan negara disebut bisa hemat hingga ratusan triliun. Jika diasumsikan Indonesia tidak impor minyak solar sebesar 15 juta kiloliter (kl), jika harga per liternya misalnya Rp 13.000 dikali 15 juta (kl) hasilnya bisa sampai Rp 200 triliun.

perkiraan kebutuhan B30 atau kebutuhan solar di 2023 mencapai 37,5 juta kl. tahun 2021 Indonesia menghemat hingga Rp 66 triliun berkat program B30. Padahal harga minyak dunia saat itu sedang turun.

Artinya dengan harga minyak dunia yang sedang tinggi saat ini, maka uang negara yang bisa dihemat jelas lebih besar. Apalagi mata uang dolar saat ini sedang perkasa.

Di Klaim Berdampak Signifikan Bagi Komponen Mesin

Setelah hasil pengujian, bahan bakar B40 tidak memberikan dampak signifikan terhadap komponen mesin dan tidak terdapat dampak negatif performa kendaraan uji sampai dengan selesai uji jalan 50.000.km B40 bahkan disebut memiliki kelebihan. Salah satunya adalah tidak mencemari lingkungan.

Sementara itu, Anggota Kompartemen Teknologi Otomotif Masa Depan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Abdul Rochim, menyebut BBM biodiesel bisa mengangkat kotoran lebih baik dibandingkan solar.

"Memang biodiesel salah satu kemampuannya itu memang bisa mengangkat kotoran. Sebenarnya bagus sih biodiesel itu karena bisa mengangkat kotoran yang tidak diangkat dengan solar. Nah, itu banyak kerak-kerak bersih," jelasnya dalam Catatan CNBC Indonesia.

Langkah ini dinilai tepat untuk berproses dalam upaya transisi energi. Memang, saat ini masanya Indonesia harus berbenah, buru-buru untuk bisa mencoba memanfaatkan sumber-sumber energi yang terbarukan khususnya untuk bisa kita manfaatkan dan ke depannya kita harus bisa mandiri energi, itulah yang namanya ketahanan energi buat Indonesia

Terlebih lagi, ekosistem dunia persawitan sudah berjalan untuk mengatasi ketergantungan terhadap energi fosil dan Indonesia memiliki kemampuan untuk dengan luas lahan yang tersedia. Selain sawit sumber energi lain yang juga sedang dikembangkan adalah ethanol.

Untuk diketahui, Indonesia juga merupakan negara produsen sawit terbesar di dunia yang menyumbang 54% market share dunia, sehingga ekspor produk industri kelapa sawit Indonesia mampu menjangkau lebih dari 125 negara untuk keperluan pangan, energi dan aneka industri hilir lainnya.

Guna menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi, pemerintah terus mengembangkan industri hilir kelapa sawit agar tidak hanya terkonsentrasi pada bahan baku, namun juga hingga ke hilir bahkan sampai produk akhir.

Selain itu, pemerintah juga harus serius menerapkan berbagai kerangka kebijakan komprehensif dan mendorong kerja sama multipihak agar sektor kelapa sawit mampu berkembang dengan tetap memperhatikan keberlanjutannya bagi lingkungan.

Penetapan kerangka kebijakan tersebut mulai dari Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) 2019-2024, hingga Program Strategis Nasional tentang Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Pada akhirnya, dengan Program biodiesel B40 ini dinilai sangat penting mendukung keberlanjutan industri sawit nasional dengan penyerapan sawit yang sangat signifikan terhadap penyerapan sawit di dalam negeri.

BPDPKS memproyeksikan pertumbuhan CPO sebesar 4% per tahun, sehingga diperkirakan rata-rata produksi antara tahun 2023-2026 sebesar 57,24 juta ton hingga 58,27 juta ton yang akan memberikan lebih banyak kesempatan di sektor hilir.

Program biofuel, sendiri akan menjadi strategi baik dalam menyeimbangkan kenaikan produksi dengan peningkatan pasar baru bagi penyerapan sawit.

Untuk diketahui, saat ini program biodiesel diklaim telah digunakan hampir di setiap wilayah tanah air. Dimana produsen biodiesel ada di 12 provinsi di seluruh tanah air dengan total produksi lebih dari 10 Juta kilo liter.

Dengan potensi yang dimiliki, para stakeholder harus terus memberikan perhatian khusus kepada penggunaan energi baru terbarukan seperti biodiesel, green diesel, dan green gasoline (bensin) yang ramah lingkungan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum) Next Article Era Baru, Bahan Bakar Campuran Sawit 40% (B40) Dites di Mobil

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular