
Jadi Komoditas Politik & Ekonomi, RI Sulit Hapus Subsidi BBM

Jakarta, CNBC Indonesia - Anggota kelompok G20 berkomitmen untuk merasionalisasi hingga menghapus subsidi energi fosil, termasuk Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun, komitmen tersebut kemungkinan sulit dilakukan Indonesia, mengingat subsidi BBM selama ini sudah menjadi komoditas ekonomi dan politik yang berdampak sangat besar.
Komitmen tersebut tertuang dalam G20 Bali Leaders' Declaration. Komitmen tersebut merupakan upaya untuk mengurangi beban anggaran negara serta mendorong penggunaan energi hijau.
Anggota G20 diperkirakan menghabiskan anggaran hingga US$ 200 miliar pada 2021 untuk menyediakan subsidi energi fosil. Indonesia, China, dan Inggris adalah beberapa anggota G20 yang menghabiskan anggaran jumbo untuk mensubsidi energi fosil.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengingatkan subsidi BBM merupakan isu yang sensitif secara politik. Kebijakan subsidi BBM tidak hanya terkait isu ekonomi semata.
Karena itulah, perubahan dalam kebijakan BBM subsidi harus dilakukan secara hati ini dan bertahap.
"Di Indonesia ini (BBM subsidi) isu yang sensitif secara politik. Penghapusan subsidi energi memang tidak bisa langsung tapi harus direncanakan dan dilakukan secara bertahap," tutur Fabby, kepada CNBC Indonesia.
Indonesia memberlakukan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sejak 1962. Selama puluhan tahun, persoalan subsidi BBM selalu menjadi perdebatan. BBM bukan lagi menjadi persoalan ekonomi semata, tetapi juga komoditas politik.
Sebelum 2005 di mana harga BBM diputuskan melalui persetujuan DPR, pembahasan subsidi akan membuat fraksi partai politik di Senayan terbelah.
Rapat paripurna DPR untuk menentukan kebijakan harga BBM subsidi pada 31 Maret 2012, sampai ditunda berkali-kali karena tidak semua fraksi menerima usulan kenaikan harga. Sidang paripurna berlangsung dari pukul 10.00 pagi hingga berakhir pada dini hari tanggal 1 April 2012.
Subsidi BBM juga selalu menjadi isu panas setiap kali pemilihan presiden. Pada 2008-2009, misalnya, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menurunkan harga BBM susbidi sebanyak tiga kali.
Keputusan ini banyak dikritik karena dilakukan menjelang pemilihan presiden pada 2009.
Pada 1997, persoalan subsidi BBM bahkan membuat politik Indonesia sangat panas yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto.
Rencana kenaikan harga subsidi BBM subsidi juga kerap diwarnai aksi penolakan dari partai politik hingga elemen masyarakat.
Besarnya isu politik dan keriuhan menjelang perubahan kebijakan BBM subsidi ini pula yang menurut Fabby harus diantisipasi. Menurutnya, apapun kebijakan BBM subsidi harus dikomunikasikan kepada publik dengan jelas. Pasalnya, persoalan subsidi BBM menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Perlu dikomunikasikan kepada publik secara berkala untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi, khususnya bagi daya beli orang miskin," imbuhnya.
Fabby menjelaskan, yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah melakukan reformasi subsidi BBM. Reformasi harus dilakukan terlebih dahulu sebelum menghapus secara total.
"Prioritasnya adalah reformasi subsidi, mengingat subsidi BBM dan LPG selama ini salah sasaran, sehingga menimbulkan pembengkakan. Jadi pada tahap awal saya sarankan reformasi subsidi energi yang tepat sasaran," imbuhnya.
Dengan penyaluran yang lebih tepat sasaran, maka persoalan pembengkakan anggaran bisa dihindari.
Senada, Ekonom dan Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai rencana penghapusan subsidi BBM yang tertuang dalam deklarasi KTT G20 sulit dilakukan di Indonesia.
Pasalnya, masih banyak isu yang belum dibenahi oleh pemerintah jika subsidi BBM ini dikurangi, termasuk realokasi anggaran untuk membantu masyarakat terdampak apabila harga BBM naik sebagai imbas dikuranginya subsidi.
Menurutnya, pemerintah harus segera membuat roadmap atau peta jalan yang tepat untuk kebijakan penghapusan subsidi BBM dalam negeri. Bhima menekankan, kondisinya akan menjadi sangat aneh bila penghapusan BBM dilakukan, namun masyarakat harus membeli kendaraan listrik yang harganya masih tinggi.
"Karena kondisinya akan sangat aneh kalau BBM naik karena penghapusan subsidi. Sementara masyarakat diminta beli motor listrik atau mobil listrik yang harganya terlalu tinggi. Itu (realokasi subsidi) harusnya larinya ke sana," tuturnya.
Subsidi BBM menjadi salah satu anggaran dengan alokasi terbesar pada APBN. Realisasi subsidi juga hampir selalu melonjak baik karena over kuota ataupun karena hitungan asumsi yang meleset.
Pada 2022, pemerintah telah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM sebesar lebih dari tiga kali lipat, yaitu dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun.
Sepanjang 12 tahun terakhir (2012-2021), hanya empat kali realisasi BBM di bawah alokasi yang ditetapkan yakni pada tahun 2010, 2014, 2015, dan 2019. Pada periode tersebut, asumsi makro untuk harga minyak mentah Indonesia (ICP) jauh di bawah yang ditetapkan.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan upaya pembatasan. Namun, upaya tersebut biasanya hanya kencang di pembahasan, tetapi realisasinya jauh dari kenyataan.
Pada tahun ini pemerintah berencana melakukan pembatasan pembelian Pertalite dan Solar Subsidi berdasarkan kapasitas mesin di bawah 1.400 cc. Pembelian Pertalite dan Solar hanya juga hanya diizinkan kepada mereka yang sudah terdaftar melalui website MyPertamina.
Namun, pemerintah menarik rencana tersebut setelah menaikkan harga BBM subsidi pada awal September. Pemerintah mengatakan tidak membatalkan rencana tersebut, namun hanya memutuskan untuk mematangkannya terlebih dahulu sebelum berlaku.
Pada 2012 dan 2013, pemerintah juga mengeluarkan sejumlah rencana pembatasan. Di antaranya adalah melalui penggunaan teknologi Radio Frequency Identification (RFID), pembatasan dengan uang elektronik, Survey card, dan Fuel Card.
Namun, sebagian besar gagal karena sejumlah faktor mulai dari saling silang kebijakan di antara kementerian serta biaya. Berikut sejumlah upaya pemerintah menekan konsumsi BBM subsidi:
1. Teknologi RFID
Pembatasan melalui RFID dilakukan dengan dengan menggunakan database online yang disambungkan dengan SPBU serta kendaraan dengan menggunakan RFID tag.
Teknologi RFID diujicoba di wilayah Jabodetabek mulai Mei 2014 dengan menggunakan database online yang disambungkan dengan SPBU serta kendaraan dengan menggunakan RFID tag.
Namun, uji coba ini gagal karena ada kendala pada produksi alat kendali, minimnya partisipasi masyarakat, serta terbatasnya petugas SPBU terhadap program RFID.
Program ini berakhir pada 2016 sejalan dengan kebijakan pemerintah tidak lagi menanggung subsidi BBM Premium (RON 88) mulai Januari 2015. Penentuan harga Premium mengacu pada fluktuasi harga minyak dunia yang dievaluasi pada periode tertentu.
2. Konverter Kit
Program konverter kit digalakkan sejak 2012 tetapi masih jalan di tempat pada 2014. Padahal, anggaran yang sudah dialokasikan pada 2012 dan 2013 masing-masing sebesar Rp 250 miliar dan pada 2014 mencapai Rp 3 triliun.
Program sempat jalan di tempat karena macetnya pengadaan konverter kit menyusul perselisihan antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian terkait pengadaan.
Program konverter kit dilakukan dengan membagikan alat konverter yang mengubah mesin berbahan BBM menjadi bahan bakar gas (BBG). Alat tersebut sudah dibagikan kepada nelayan ataupun petani.
Program konverter kita saat ini masih berjalan. Targetnya bukan hanya konversi gas tetapi juga konversi BBM ke listrik.
3. Survey Card
Pemerintah memperkenalkan Survey Card di Kota Batam, Tarakan, Bintan dan Pangkal Pinang untuk membatasi penjualan solar bersubsidi pada 2014.
Mereka yang hendak membeli Solar subsidi harus mendaftarkan kendaraannya. Pembelian dibatasi kuotanya per hari dan per bulan.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam Kajian Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM yang Lebih Tepat Sasaran program tersebut mampu menekan konsumsi Solar bersubsidi serta sebaliknya meningkatkan penjualan solar non bersubsidi. Program tersebut juga dinilai mampu menghilangkan mobil pelangsir.
Terdapat juga penghematan biaya subsidi Bio Solar sebesar 151 kilo liter per hari atau sebesar Rp 330 miliar per tahun
Kelemahan kartu ini adalah masih menggunakan kertas karton sehingga mudah rusak.
4. Fuel Card
Fuel Card diperkenalkan di Batam untuk membatasi solar bersubsidi pada November 2014. Berbeda dengan Survey card, Fuel Card menggandeng pihak BUMN Bank Rakyat Indonesia. Sama dengan Survey Card, Fuel Card juga mewajibkan pemilik mendaftarkan kendaraannya terlebih dahulu. Kartu ini memiliki kelebihan yaitu bisa digunakan sebagai alat pembayaran.
Namun, kartu ini memiliki sejumlah kekurangan seperti kendala top up serta double-checking settlement yang kerap merepotkan petugas SPBU.
Pertamina bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Bank BRI pada akhir 2014 juga meluncurkan Fuel Card untuk penyaluran Solar bersubsidi nelayan Cilincing, Jakarta Utara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Heran Subsidi Jebol, Konsumsi BBM di RI Boros!