Tak Terduga! Upah 2023 Bisa Naik 10%, Buruh Malah Kurang Puas

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Senin, 21/11/2022 13:05 WIB
Foto: Infografis/ Ilustrasi Upah Buruh/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Permaneker ini mengubah formulasi penetapan upah minimum tahun 2023, berbeda dari ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 tentang Pengupahan.

"Pemerintah mengambil kebijakan penyesuaian upah minimum tahun 2023, yang berdasarkan pada variable tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah memutuskan aturan khusus terkait penetapan upah minimum tahun 2023 melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023," kata Menaker dalam video penjelasan Permenaker No 18/2022 ditayangkan akun Youtuber Kementerian Ketenagakerjaan, dikutip Senin (21/11/2022). 

Dalam Permenaker tersebut ditetapkan, kenaikan upah minimum tahun 2023 maksimal 10%.


Angka ini melampaui prediksi awal buruh dan pengusaha yang memperkirakan kenaikan 2-3% jika menggunakan formulasi PP No 36/2021. Tapi, di bawah tuntutan buruh yang meminta kenaikan 13%. 

Buruh pun terkesan tidak meriah merespons keputusan pemerintah yang membuka lebar peluang kenaikan upah 10% tahun 2023. Hal itu tercermin dari pernyataan Presiden Konfederasi Serikat Pekeja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Yang berharap tidak ada pembatasan maksimal kenaikan upah minimum. 

"Kalimat tentang maksimal 10% ini menimbulkan kebingungan dan pengertian yang keliru tentang upah minimum. Upah minimum itu minimum, tidak ada kata maksimum," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekeja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

"Upah minimum kan safety net. Kenapa harus menjadi maksimum? Oleh karena itu, seharusnya tidak ada definisi maksimal 10%," lanjutnya.

Organsiasi serikat buruh menyerukan agar setiap daerah dengan dasar hukum Permenaker No 18/2022 dan meminta Dewan Pengupahan di Provinsi maupun Kab/Kota sebagai dasar untuk merekomendasikan kenaikan upah minimum kepada Bupati/Walikota maupun Gubernur.

"Bahkan Gubernur sudah diundang oleh Menaker dan Mendagri untuk diberikan penjelasan tentang tata cara kenaikan upah minimum 2023 sesuai Permenaker ini," tegasnya.

Ganggu Kepastian Hukum

Sebaliknya, kalangan pengusaha menilai munculnya aturan ini membuat dunia usaha tidak memiliki kepastian hukum.

"Karena hal ini mencerminkan tidak adanya kepastian hukum dan dengan demikian tidak ada juga kepastian usaha," kata DPP Apindo Jawa Barat melalui keterangan resmi seperti dikutip Senin (21/11/2022).

Para pengusaha mengkritisi terkait Permenaker yang telah melawan aturan upah sebelumnya, yakni PP No 36/2021 tentang Pengupahan. Padahal, aturan itu menjadi acuan di tahun lalu karena merupakan turunan dari Omnibus Law, UU Cipta Kerja No 11/2020.

"Bagaimana bisa Permenaker melawan PP? Sungguh bahaya sekali apabila peraturan yang lebih tinggi bisa dilawan oleh peraturan di bawahnya," demikian pernyataan Apindo.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sengketa Pulau Tujuh, Gubernur Babel Gugat Mendagri