CNBC Indonesia Research

Badai PHK Sudah Terjadi Meski Belum Resesi! 2023 Bakal Ngeri?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
18 November 2022 17:30
Suasana sepi pabrik garmen PT. Fotexco Busana International, Gn. Putri, Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/11/2022). (Tangkapan layar CNBC Indonesia TV)
Foto: Arie Pratama

Sejak perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari lalu perekonomian negara-negara di dunia ikut terancam. Dua raksasa ekonomi yang menjadi sumber pertumbuhan dunia yakni China dan Amerika Serikat (AS) juga tengah pincang.

Tidak hanya AS tapi dunia juga diramal akan mengalami resesi tahun depan karena tingginya inflasi. Analis memperkirakan bahwa risiko dunia mengalami resesi kini sebesar 50% dalam 18 bulan ke depan.

Ekonomi global terus dilanda guncangan supply yang parah, yang membuat inflasi meninggi dan pertumbuhan ekonomi melambat. Tetapi, kini dua faktor lagi muncul, yakni bank sentral yang menaikkan suku bunga dengan sangat agresif serta demand konsumen yang melemah.

Akibatnya, ketidakpastian global yang semakin tinggi akibat perang, pengetatan suku bunga dan krisis biaya hidup. Dari laporan World Economic Outlook (WEO) IMF Oktober ini, tren negara-negara yang jatuh ke jurang resesi semakin bertambah signifikan sejak Januari 2022.

Dari lima negara pada WEO edisi April, bertambah menjadi kurang lebih 11-12 negara pada WEO Juli 2022 dan 31 negara pada WEO edisi Oktober ini.

Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengungkapkan tiga ekonomi terbesar, Amerika Serikat, China, dan kawasan Euro akan mengalami tekanan.

"Secara keseluruhan, guncangan tahun ini akan membuka kembali luka ekonomi yang baru sembuh sebagian pascapandemi. Singkatnya, yang terburuk belum datang dan, bagi banyak orang, 2023 akan terasa seperti resesi," paparnya dalam tulisan Blog IMF.

Dari daftar negara yang berpotensi kena resesi, Indonesia tidak termasuk di dalamnya. IMF memperkirakan Indonesia masih akan tumbuh positif pada tahun depan, sebesar 5%.

Ya, walaupun perekonomian kita tumbuh bagus 5,72% bukan berarti semua perusahaan untung. Indonesia memang sukses mempertahankan ekonominya di tengah isu resesi semakin meluas, namun jika dilihat dari lapangan usaha, ada beberapa sektor yang melesat tinggi dan menurun tajam hingga berujung pada pemutusan hubungan karyawan (PHK).

Memang, ada banyak penyebab terjadinya perlambatan pertumbuhan pada sektor-sektor tertentu hingga berujung PHK karyawan. Antara lain efek rendahnya permintaan global yang memukul industri padat karya seperti tekstil, garmen dan sepatu.

Penyebab lainnya adalah keterbatasan modal yang dialami oleh pelaku startup digital, sehingga opsi yang dipilih adalah rasionalisasi dalam hal pegawai.

Jika melihat sektor digital lebih dikarenakan mereka harus melakukan operasionalisasi karena keterbatasan modal, tidak bisa lagi bakar-bakar duit, sumber dana dari investornya sudah hampir habis.

Maklum saja era suku bunga murah sudah berakhir. Bank sentral di berbagai negara menaikkan suku bunga dengan agresif di tahun ini. Lihat saja bagaimana bank sentral AS (The Fed) yang menaikkan suku bunga dalam tempo 9 bulan menaikkan suku bunganya sebesar 375 basis poin menjadi 3,75% - 4%. Dalam waktu singkat, suku bunga kredit yang sebelumnya berada di rekor terendah sepanjang sejarah naik ke level tertinggi dalam 14 tahun terakhir. 

Artinya, para investor harus membayar mahal jika mengambil kredit investasi. Pendanaan bagi startup pun seret. Masalahnya di tahun depan situasinya masih sama, bahkan bisa lebih buruk lagi. Kampanye bank sentral menaikkan suku bunga masih belum berakhir guna memerangi inflasi. Suku bunga bisa lebih tinggi lagi, dan resesi hampir bisa dipastikan akan terjadi. 

Ada risiko PHK massal akan berlanjut di tahun depan. Perusahaan sekelas Amazon saja sudah mengkonfirmasi akan melakukan PHK hingga 2023. 

Perusahaan Mulai Melakukan Perampingan Karyawan! Simak Daftarnya >>> Baca di halaman selanjutnya!

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular