Investor Asing Tarik Duit, Neraca Pembayaran Indonesia Tekor!

Maesaroh, CNBC Indonesia
18 November 2022 13:05
Ilustrasi Dolar dan Rupiah.
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) berbalik arah menjadi defisit pada kuartal III-2022 setelah membukukan surplus pada kuartal sebelumnya. Derasnya capital outflow meninggalkan lubang defisit yang besar pada transaksi finansial sehingga NPI pun defisit.

Defisit NPI pada kuartal III-2022 menembus US$ 1,3 miliar. Kondisi ini berbanding terbalik dari kuartal II-2022 di mana NPI mampu mencatatkan surplus sebesar Rp 2,39 miliar.

Defisit pada NPI disebabkan besarnya defisit transaksi finansial terutama untuk investasi portofolio. Buruknya kinerja investasi portfolio bahkan menghapus kinerja luar biasa transaksi berjalan.

Neraca transaksi finansial pada kuartal III-2022 mencatatkan defisit sebesar US$ 6,07 miliar. Defisit naik enam kali lipat dibandingkan yang tercatat pada kuartal II-2022 yakni US$ 1,16 miliar.

Defisit transaksi finansial pada kuartal III-2022 juga menjadi yang tertinggi setidaknya dalam tujuh tahun terakhir.


Besarnya defisit transaksi finansial juga berbanding terbalik dari data historisnya. Neraca transaksi finansial terdiri dari investasi langsung, investasi portofolio, derivative finansial, dan investasi lainnya.

Catatan BI menunjukkan neraca transaksi finansial biasanya menjadi penolong Indonesia untuk menekan defisit transaksi berjalan sehingga NPI masih positif.
Namun, derasnya capital outflow membuat tren tersebut berakhir. Transaksi finansial kini justru membebani NPI.

Pada kuartal III-2022, investasi langsung masih mencatatkan surplus sebesar US$ 3,4 miliar sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi domestik. Kendati demikian, investasi langsung pada kuartal III-2022 adalah yang terendah sejak kuartal III-2020.

Sementara itu, investasi portofolio mencatatkan defisit sebesar US$ 3,1 miliar atau yang tertinggi sejak kuartal IV-2022.

Defisit terjadi karena investor asing menjual aset Surat Utang Negara (SUN) secara besar-besaran. Total SUN yang djual investor asing pada kuartal III-2022 menembus US$ 3,1 miliar. Jumlah tersebut memang lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada kuartal II-2022 yakni US$ 5,2 miliar.

"Dengan perkembangan tersebut, persentase kepemilikan asing pada SUN mengalami penurunan sdari 19,1% menjadi 17,2%%," tulis Bank Indonesia.

Investor asing tidak hanya menjual surat utang tenor panjang tetapi juga surat perbendaharaan negara (SPN) yang bertenor di bawah 1 tahun baik konvensional ataupun syariah. Nilai SPN dan SPN syariah yang dijual asing pada kuartal III-2022 mencapai US$ 400 juta.

Investasi portofolio di sektor swasta pada Juli-September 2022 juga tercatat net sell US$ 700 juta. Kondisi ini berbanding terbalik pada kuartal II-2022 di mana investasi portofolio swasta masih tercatat net inflow sebesar US$ 3,9 miliar.

Investor asing juga meninggalkan pasar obligasi swasta atau korporasi. Pada Juli-September 2022, asing mencatatkan net outflow sebesar US$ 1,9 miliar di pasar obligasi swasta. Kondisi ini berbanding terbalik dengan net inflow sebesar US$ 2 miliar pada kuartal II-2022.

Berbanding terbalik dengan pasar obligasi, pasar saham Indonesia masih mencatatkan net buy sebesar US$ 1,2 miliar pada kuartal III-2022. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan pada kuartal II-2022 yang tercatat US$ 1,8 miliar.

Transaksi berjalan membukukan surplus sebesar US$ 4,38 miliar pada kuartal III-2022 atau 1,28% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Surplus tersebut adalah yang tertinggi sejak kuartal III-2021 yang tercatat US$ 4,96 miliar atau 1,65% dari PDB.

Surplus pada transaksi berjalan ditopang oleh kinerja ekspor barang. Pada kuartal III-2022, ekspor barang Indonesia menembus US$ 77,84 miliar. Angka tersebut melonjak 26% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Impor tercatat US$ 60,32 miliar. Lonjakan harga komoditas seperti batu bara, nikel, dan minyak sawit mentah (CPO) membuat ekspor Indonesia melambung.

Namun, defisit pada neraca jasa meningkat menjadi US$ 5,27 miliar pada kuartal III-2022 sejalan dengan  meningkatnya pemulihan ekonomi domestik dan permintaan impor.

Besarnya surplus pada ekspor barang mampu menutupi semakin melebarnya neraca ekspor impor jasa dan pendapatan primer.

Pada perdagangan jasa, tercatat defisit sebesar US$ 5,27 miliar, lebih besar dibandingkan pada kuartal II-2022 yang tercatat US$ 4,94 miliar.

Secara historis, Indonesia hampir selalu membukukan defisit pada neraca jasa karena masih menggunakan banyak tenaga kerja asing di sejumlah sektor, seperti transportasi dan jasa keuangan

Meningkatnya impor akan berdampak besar terhadap defisit pada neraca jasa karena bertambahnya pembayaran impor jasa (freight).

Defisit neraca jasa sedikit teredam oleh meningkatnya devisa dari wisatawan mancanegara (wisman). Pada kuartal III-2022, devisa dari wisman tercatat US$ 2,2 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan pada kuartal II-2022 yang tercatat US$ 1,4 miliar.

Neraca pendapatan primer juga mencatatkan defisit sebesar US$ 9,3 miliar, menurun tipis dibandingkan kuartal II-2022 tercatat US$ 9,4 miliar.  Sementara itu, neraca pendapatan sekunder pada kuartal III-2022 tercatat US$ 1,4 miliar atau turun tipis dibandingkan US$ 1,5 miliar.

Termasuk dalam kelompok pendapatan sekunder adalah penerimaan remitansi dai pekerja migran Indonesia di luar negeri. Penerimaan remitansi dari sekitar 3,4 juta pekerja migran Indonesia mencapai US$ 2,4 miliar pada kuartal III-2022. Jumlah tersebut membaik dibandingkan US$ US$ 2,4 miliar pada kuartal II-2022.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan surplus pada transaksi berjalan akan berlanjut hingga kuartal IV-2022. Namun, surplus kemungkinan menyusut karena melandainya harga komoditas serta lonjakan impor.

Dia juga mengingatkan defisit transaksi finansial bisa melebar karena ada kewajiban pembayaran hasil investasi asing.

 "Ekspor juga bisa melandai karena ancaman resesi. Kami memperkirakan transaksi berjalan akan membukukan surplus sebesar 0,45% dari PDB. Kami juga memperkirakan transaksi modal dan finansial akan terus mengalami downside risks yang bisa menekan potensi inflow," tutur Faisal, dalam MacroBrief.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular