CNBC Indonesia Research

ESDM Terbitkan Aturan Krisis Energi, Bakal Terjadi di RI?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
17 November 2022 10:10
PLTU Tanjung Jati B di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah
Foto: PLTU Tanjung Jati B di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. (CNBC Indonesia/Peti)

Tenaga Listrik

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan bahwa PT PLN (Persero) saat ini tengah mengalami persoalan kelebihan pasokan (over supply) listrik. Bahkan, hingga akhir tahun ini diperkirakan kelebihan pasokan listrik mencapai 6 Giga Watt (GW).

Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana. Menurut Rida, hingga akhir tahun persoalan kelebihan pasokan listrik yang didera oleh PLN masih akan terjadi.

"6 GW (over supply listrik) kalau akhir tahun ini, yang tahu persis kan di PLN," ungkap Rida dalam catatan CNBC Indonesia.

Secara statistik, jika kita lihat data energi yang di produksi PLN sejak tahun 2012 hingga 2021 masih mencatatkan produksi yang memadai. Artinya, setiap tahun produksi selalu melebihi dari konsumsi.

Tahun 2021, produksi listrik dari PLN mencapai 289.470,57 GWh. Dari produksi total PLN tersebut, energi listrik yang dibeli dari luar PLN sebesar 106.496,69 GWh (36,79%). Pembelian energi listrik tersebut meningkat 9.337,95 GWh atau 9,61% dibandingkan tahun sebelumnya.

Kelebihan pasokan (over supply) listrik yang terjadi di PT PLN (Persero) salah satunya adalah imbas dari kebijakan pembangunan mega proyek ketenagalistrikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 35.000 Mega Watt (MW).

Saat merencanakan program raksasa tersebut, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6,4% per tahun. Namun rupanya realisasinya dari tahun 2015-2021 hanya mencapai 3,5%.

Oleh sebab itu, di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030 proyeksi pertumbuhan permintaan listrik diturunkan dengan skenario moderat yakni 4,9% per tahun. Namun demikian, ia pesimistis permintaan sebesar itu sampai 2030 akan tercapai.

Liquefied Petroleum Gas (LPG)

Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengungkapkan masa depan cerah bagi produksi gas bumi Tanah Air yang saat ini 68% digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sejumlah proyek lifting gas terus dipercepat proses eksplorasi dan produksi sehingga dapat menjadi harapan peningkatan lifting gas RI yang saat ini mencapai 5.400 BOEPD. Namun demikian kondisi kilang gas yang belum memadai untuk memproduksi LPG membuat RI masih harus mengimpor LPG meski pasokan gas melimpah.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi gas bumi Indonesia cukup menjanjikan dengan cadangan terbukti sekitar 41,62 TCF. Meski cadangannya tidak signifikan dibandingkan cadangan dunia, Indonesia masih memiliki 68 cekungan potensial yang belum tereksplorasi yang ditawarkan kepada investor.

Sementara jika melihat data BP, Berdasarkan data BP, produksi gas Indonesia sebesar 59,29 miliar meter kubik pada 2021. Angka tersebut turun 0,41% dibanding tahun sebelumnya.

Dengan demikian, produksi gas nasional turun untuk yang ke sepuluh kalinya dalam satu dekade terakhir seperti terlihat pada grafik. Jika dibandingkan dengan posisi 2021, produksi gas Indonesia turun 19,01 miliar kubik (24,27%).

Sementara, konsumsi gas Indonesia pada 2021 sebesar 37,08 miliar meter kubik. Angka tersebut turun 1,16% dari tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan posisi 2012, konsumsi gas domestik juga turun 5,89 miliar meter kubik (13,71%).

Berdasarkan data tersebut, penurunan produksi gas lebih cepat dibandingkan dengan konsumsi membuat neraca gas Indonesia menyempit menjadi 22,21 miliar meter kubik pada 2021 dibandingkan satu dekade lalu yang mencapai 35,33 miliar meter kubik.

Kendati demikian, berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2022-2030, Indonesia akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dari lapangan migas yang ada. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia juga diperkirakan akan mengalami surplus gas hingga 1715 MMSCFD yang berasal dari beberapa proyek potensial.

Namun demikian, Indonesia saat ini masih bergantung pada Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang diimpor dari negara lain.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, kondisi ini terjadi karena kapasitas produksi kilang LPG yang dimiliki Indonesia saat ini jumlahnya terbatas, sehingga sebagian besar dari kebutuhan LPG domestik harus dipenuhi dari impor.

Kuota LPG Indonesia per tahunnya dipatok sebesar 8 juta metrik ton. Sementara, kapasitas produksi kilang LPG RI hanya sebesar 1,9 juta metrik ton.

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) Indonesia mencapai Rp80 triliun. Nilai impor itu pun katanya masih harus disubsidi lagi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp60 triliun hingga Rp70 triliun supaya bisa dinikmati masyarakat dengan harga murah.

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular