Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah kembali ke level historisnya ke era pra-pandemi yakni sekitar 5%. Namun, pertumbuhan tinggi tersebut tidak mampu menciptakan banyak tenaga kerja. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal masal malah terjadi di tengah perbaikan ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran Indonesia per Agustus 2022 mencapai 8,42 juta. Jumlah tersebut meningkat sekitar 20.000 jika dibandingkan per Februari 2022 yang tercatat 8,40 juta.
Pada periode tersebut, tingkat angka pengangguran juga meningkat dari 5,83% per Februari 2022 menjadi 5,86% per Agustus 2022.
Jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran juga belum kembali pada level pra-pandemi. Per Februari 2020, jumlah pengangguran mencapai 6,93 juta dan tingkat pengangguran 4,94% atau pada per Agustus 2019 di mana jumlah pengangguran mencapai 7,10 juta dengan tingkat pengangguran ada di 5,23%.
Peningkatan pengangguran ini justru terjadi di tengah melonjaknya pertumbuhan ekonomi dan investasi yang masuk ke Tanah Air.
Setelah mengalami resesi hingga kuartal I-2021, ekonomi Indonesia mampu tumbuh di atas 5% pada tiga kuartal terakhir. Ekonomi Indonesia tumbuh 5,02% (year on year/yoy) pada kuartal IV-2021 dan kuartal I-2022 kemudian meningkat menjadi 5,45% (yoy) pada kuartal II-2022 dan 5,72% (yoy) pada kuartal III-2022.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi juga terus merangkak naik dari 3,76% (yoy) pada kuartal III-2021 menjadi 4,96% (yoy) pada kuartal III-2022.
Dalam catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pertumbuhan investasi bahkan melonjak tajam. Pada kuartal III-2022, realisasi investasi mencapai Rp 307,8 triliun atau melonjak 42% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan 35% (yoy) pada kuartal II-2022 dan 28,5% pada kuartal I-2022.
Sebagai catatan, data realisasi investasi di luar investasi sektor hulu migas, perbankan, lembaga keuangan non-bank, asuransi, sewa guna usaha, industri rumah tangga, usaha mikro dan usaha Kecil (UMKM).
Namun, data BKPM juga menunjukkan penciptaan tenaga kerja bertambah secara stagnan.
Jumlah penambahan tenaga kerja pada kuartal III-2022 hanya mencapai 325.575 orang, naik 12,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada tiga kuartal tahun ini, rata-rata penambahan tenaga kerja hanya berkisar 300 ribu orang.
Pada 2021 di mana rata-rata investasi yang dicatat BKPM tumbuh 9,2%, tenaga kerja juga hanya bertambah 1,21 juta atau naik 4,6% dibandingkan 2020. Pada tahun ini, rata-rata pertumbuhan investasi menembus 35,4% tetapi penambahan tenaga kerja hanya naik 12%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan penurunan permintaan ekspor menjadi salah satu alasan banyaknya PHK, terutama di sektor tekstil.
"Pelemahan permintaan global ini tentu akan menahan laju ekspor Indonesia ke depan, dan kondisi ini juga mulai berdampak pada beberapa industri, khususnya terkait dengan sektor tekstil dan produk tekstil," ungkap Airlangga dalam konferensi pers, Senin (7/11/2022).
Senada, Direktur Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF ) Tauhid Ahmad mengatakan perlambatan ekonomi global membuat pertumbuhan sektor tertentu melambat sehingga PHK tidak bisa terhindarkan.
Seperti diketahui, ekonomi global diperkirakan melambat pada tahun ini. Dua raksasa ekonomi yang menjadi sumber pertumbuhan dunia yakni China dan Amerika Serikat (AS) juga tengah pincang.
Ekspor China ke seluruh dunia pada Oktober melandai 0,3% (year on year(yoy)) dan ambruk 7,5% (month to month/mtm). Kondisi ini berbanding terbalik dengan kenaikan 5,7% (yoy) pada September. Sementara itu, total impor barang China pada Oktober melandai 0,7% (yoy) dan ambruk 10,4% (mtm).
Ekonomi China diperkirakan hanya akan tumbuh di kisaran 3-4% pada tahun ini, jauh melandai dibandingkan 8,1% pada 2021. Ekonomi AS bahkan sempat memasuki resesi secaar teknikal pada kuartal II-2022. Negara tujuan ekspor lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan kawasan Eropa juga melambat ekonominya.
Kendati ekspor ke China dan AS secara keseluruhan masih melaju kencang. Namun, kenaikan ekspor tidak dirasakan semua sektor.
Data Kementerian Perdagangan mencatat ada sejumlah sektor yang ekspornya mengalami penurunan tajam. Ekspor serat tekstil dan benang kertas anjlok 25% pada periode Januari-September 2022 sementara ekspor wol dan bulu hewan juga anjlok 12,7% pada Januari-September 2022.
Dia juga menjelaskan alasan lain dari rendahnya penyerapan tenaga kerja setelah pandemi adalah karena investasi hanya tumbuh tinggi di sektor tersier. Konsumsi rumah tangga juga tidak merata ke sejumlah sektor.
"Investasi yang masuk itu investasi yang banyak di sektor tersier yang jumlah tenaga kerjanya relatif sedikit," tutur Ahmad Tauhid, kepada CNBC Indonesia.
Menurutnya, pertumbuhan sangat tinggi terjadi pada sektor pertambangan karena lonjakan harga komoditas. Sebaliknya, sektor primer seperti makanan dan pakaian jadi malah turun.
Data BPS menunjukkan ada penurunan pertumbuhan yang sangat besar pada industri tekstil serta makanan dan minuman.
Pada 2019, rata-rata pertumbuhan industri pengolahan makanan dan minuman jadi menembus 7,78%. Sementara itu, industri pengolahan tembakau tumbuh 3,36% dan industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 15,35%. Industri furnitur rata-rata tumbuh sebesar 5,17%, serta sektor konstruksi sebesar 5,76%.
Sektor-sektor tersebut adalah yang menyerap banyak tenaga kerja atau padat karya.
Pada kuartal III- 2022, secara tahunan (yoy) industri makanan dan minuman secara kumulatif hanya tumbuh 3,6% sementara industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh 8,1%. Industri tembakau terkontraksi 2,9% dan industri furnitur terkontraksi 3,9%. Sektor konstruksi hanya tumbuh 0,63%.
BPS mencatat jumlah buruh/karyawan per Agustus 2022 mencapai 50,95 juta per Agustus 2022. Jumlah memang sudah meningkat dibandingkan Agustus 2021.
Namun, jika dilihat sebelum pra-pandemi atau Februari 2020 yang mencapai 52,89 juta maka jumlah karyawan per Agustus 2022 masih turun 1,94 juta. Jumlah buruh/karyawan juga jauh di bawah periode Agustus 2019 yang tercatat 52,34 juta.
BPS juga mencatat jumlah orang Indonesia yang berusaha sendiri meningkat sebesar 4,72 juta menjadi 29,82 juta per Agustus 2022 dari 25,1 juta per Februari 2020.
Jumlah mereka yang berusaha sendiri dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar juga bertambah 795.664 menjadi 19,79 juta per Agustus 2022 dari 22,12 juta per Februari 2020.
Yang masuk dalam kelompok ini adalah pengusaha, termasuk pelaku UMKM. Data menjadi sinyal jika ada penambahan drastis mereka yang kini tidak lagi menjadi buruh beralih ke berusaha sendiri.
Data BPS mencayay masih ada sekitar 3,48 juta orang yang berkurang jam kerjanya jika dibandingkan dengan sebelum Pandemi Bekerja dengan pengurangan jam kerja (shorter hour) karena Covid-19.
"Dampak Pandemi Covid-19 terhadap kondisi ketenagakerjaan belum sepenuhnya hilang," tutur Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin (7/11/2022).
Data Asosiasi industri atau pemerintah daerah menunjukkan dampak pandemi masih sangat terasa di sektor tenaga kerja.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengungkapkan, perlambatan global berimbas ke industri TPT di dalam negeri. Per hari Selasa (2/11/2022) sudah ada sekitar 78.000 orang yang dirumahkan.
"Sudah banyak anggota API yang melakukan pengurangan waktu kerja. Dari tujuh hari setiap minggu menjadi lima hari dalam seminggunya," kata Jemmy.
Disnakertrans Jawa Barat, per September 2022, ada 4.155 buruh yang sudah di-PHK. Data itu dikutip dari penyelesaian perselisihan hubungan industrial (HI) menurut Dinas Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Jawa Barat.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri, industri alas kaki sudah merumahkan 22.000 pekerja. PHK juga terjadi di sejumlah startup Tanah Air seperti Shopee dan Tanihub.
TIM RISET CNBC INDONESIA