
Gak Cuma BBM, Banyak Orang Mampu Kini Pilih Beli LPG Subsidi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana untuk mengendalikan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi seperti bensin Pertalite (RON 90) maupun Solar subsidi agar subsidi menjadi lebih tepat sasaran dan hanya dinikmati oleh warga yang berhak menerima subsidi.
Pasalnya, banyak konsumen Pertalite maupun Solar subsidi kini dinilai termasuk warga mampu yang seharusnya "hanya" menikmati produk non subsidi. Banyaknya warga yang mengonsumsi BBM subsidi ini tak lain juga dipicu oleh jauhnya perbedaan harga antara BBM subsidi dan non subsidi.
Untuk jenis bensin misalnya, harga BBM non subsidi jenis Pertamax (RON 92) yang dijual PT Pertamina (Persero) kini dibanderol Rp 13.900 per liter, jauh lebih tinggi dibandingkan bensin Pertalite yang dibanderol Rp 10.000 per liter. Artinya, ada perbedaan nyaris Rp 4.000 per liter.
Begitu juga dengan produk diesel atau Solar. Harga Solar non subsidi ini rata-rata naik sekitar Rp 400 per liter menjadi di kisaran Rp 18.000 - Rp 19.000 per liter dari sebelumnya di bawah Rp 18.000 per liter.
Sementara harga Solar subsidi kini dibanderol Rp 6.800 per liter sejak 3 September 2022 lalu. Artinya, ada perbedaan harga hingga Rp 11.200 - Rp 11.750 per liter antara Solar subsidi dan non subsidi.
Jauhnya perbedaan harga antara BBM subsidi dan non subsidi ini dikhawatirkan menjadi pemicu banyaknya konsumen yang beralih ke BBM subsidi.
Hal serupa juga terjadi pada penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG). Perbedaan yang jauh antara harga LPG subsidi tabung 3 kilo gram (kg) dan non subsidi tabung 5,5 kg maupun 12 kg turut berdampak pada banyaknya warga yang berpindah ke LPG subsidi 3 kg.
Hal ini diakui oleh salah satu pemilik pangkalan LPG di daerah Tangerang Selatan, Sunarni. Dia mengatakan, bahwa sejak harga LPG non subsidi mengalami kenaikan tiga kali sejak Desember 2021 hingga Juli 2022 lalu, penjualan LPG non subsidi tabung 12 kg telah menurun signifikan. Di sisi lain, konsumen justru beralih membeli LPG subsidi tabung 3 kg.
"Yang beralih dari 12 kg ke 3 kg banyak juga sih. Walaupun ya mungkin orang-orang sebenarnya mampu beli 12 kg, tapi tetap beli 3 kg. Apalagi sekarang masa sulit. Sekarang jual gas saja agak repot, soalnya kita kadang-kadang nggak habis per hari, karena kita kan dikirim setiap hari. Jadi agak lesu lah sekarang," ungkapnya saat diwawancara CNBC Indonesia, dikutip Jumat (4/11/2022).
Selain itu, Sunarni menyebut, bila biasanya ada pelanggannya membeli dua tabung LPG 3 kg dan satu tabung 12 kg, namun kini pelanggannya hanya membeli LPG 3 kg, tak lagi membeli LPG non subsidi.
"Orang itu yang langganan aku di sini biasanya beli dua tabung 3 kg sama satu tabung 12 kg. Sekarang belinya 3 kg semua," bebernya.
Dia menuturkan, penjualan LPG 12 kg ini bisa mencapai 80% dibandingkan tahun lalu sebelum adanya kenaikan harga. Dia mengatakan, penjualan gas LPG 12 kg ini hanya dua sampai lima tabung per hari, berbeda dengan tabung 3 kg yang bisa mencapai 120 tabung selama enam hari.
"Kalau yang 12 kg kadang sehari ada dua, kadang lima ya. Maksudnya kita pesan saja, nanti ada yang beli, nanti beli lagi. Nggak bisa sekarang target sekian gitu nggak bisa, ya jarang banget yang belinya, jarang sekali. Makanya, kalau misalnya ada yang gede, kita seneng gitu ya," ungkapnya.
Untuk diketahui, harga LPG non subsidi resmi dinaikkan Pertamina pada 10 Juli 2022 lalu. Kenaikan harga LPG saat itu karena Contract Price Aramco (CPA) masih di level US$ 725 per metrik ton.
Pada Juli 2022 lalu itu harga LPG di tingkat agen resmi Pertamina naik menjadi Rp 58 ribu per tabung untuk LPG 3 kg non subsidi berwarna pink, lalu Rp 100.000 - Rp 127.000 per tabung untuk LPG 5,5 kg, dan Rp 213.000 - Rp 270.000 per tabung untuk LPG 12 kg non subsidi.
Adapun harga jual LPG di tingkat pengecer kini telah mencapai Rp 220.000 - Rp 225.000 per tabung untuk LPG 12 kg dan Rp 110.000 per tabung untuk LPG 5,5 kg.
Sedangkan harga LPG subsidi 3 kg kini mencapai Rp 19.000 - Rp 22.000 per tabung.
Dengan asumsi harga LPG 12 kg Rp 220.000, maka artinya harga LPG per kilo gramnya berada di kisaran Rp 18.333. Sementara dengan harga LPG subsidi Rp 19.000 per tabung, maka harga per kg sebesar Rp 6.333. Artinya ada perbedaan hingga tiga kali lipat antara harga LPG subsidi dan non subsidi per kg-nya.
Untuk diketahui, Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi kini ditentukan oleh pemerintah daerah masing-masing, sehingga harga jual di satu daerah dengan daerah lainnya bisa berbeda.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2009, tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas.
Dalam pasal 24 ayat 4 tertulis "Dengan memperhatikan kondisi daerah, daya beli masyarakat, dan marjin yang wajar serta sarana dan fasilitas penyediaan dan pendistribusian LPG, Pemerintah Daerah Provinsi bersama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan harga eceran tertinggi (HET) LPG Tertentu untuk Pengguna LPG Tertentu pada titik serah di sub Penyalur LPG Tertentu."
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Gas 'Melon' Beneran Makin Mahal? Cek Ini Faktanya