Jakarta, CNBC Indonesia - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melihat kinerja perekonomian global semakin gelap. Pasalnya, risiko ketidakpastian semakin meningkat.
Perlambatan ekonomi terjadi di tiga negara maju, yakni Amerika Serikat (AS), Eropa dan China.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju terutama Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Tiongkok tercermin pada Purchasing Managers' Index (PMI) Manufacturing global bulan September 2022 yang masuk ke zona kontraksi pada level 49,8.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers hasil rapat KSSK, Kamis (4/11/2022).
Perlambatan ekonomi negara maju ini dipengaruhi oleh berlanjutnya geopolitik dan perang di Kawasan Ukraina yang memicu tekanan inflasi tinggi.
"Fragmentasi ekon global, perdagangan dan investasi dan dampak pengetatan kebijakna mineter oleh otoritas moenter di negara maju," kata Sri Mulyani.
Selain itu, Sri Mulyani menuturkan KSSK juga menilai kenaikan Fed Fund Rate dipekirakan lebih tinggi dengan siklus yang lebih panjang.
"Ini mendorong semakin kuatnya dolar AS sehingga menyebabkan depresiasi terhadap nilai tukar di berbagai negara termasuk Indonesia," paparnya.
Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Sri Mulyani mengungkapkan perbaikan ekonomi domestik terus berlanjut ditopang konsumsi swasta yang masih tetap kuat di tengah kenaikan inflasi, investasi nonbangunan yang meningkat, serta kinerja ekspor yang masih terjaga.
Pada Oktober 2022, PMI Manufacturing masih ekspansif di level 51,8 meskipun turun dari posisi September 2022 di level 53,7.
Sementara itu, pada September 2022, Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 5,5% (yoy) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) masih menunjukkan persepsi konsumen yang ekspansif di level 117,2 meskipun turun dari posisi Juni 2022 di level 128,2 sebagai dampak penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada kinerja lapangan usaha utama, seperti Perdagangan, Pertambangan, dan Pertanian.
Adapun, laju inflasi dinilai semakin 'jinak'. Dia menuturkan bahwa inflasi lebih rendah dari prakiraan awal.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober 2022 tercatat 5,71% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat 5,95% (yoy) maupun prakiraan awal sejalan dengan dampak penyesuaian harga BBM terhadap inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile food) dan kelompok harga yang diatur Pemerintah (administered prices) yang tidak sebesar prakiraan awal.
"Ini merupakan suatu tanda dan perkembangan yang baik. Indonesia tetap menjaga level dalam level moderat," ujar Sri Mulyani.
Meskipun demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah tetap akan waspada terhadap ketidakpastian global. Dia mengaku telah menyiapkan sederet arah kebijakan di tengah tingginya ketidakpastian global dan ancaman resesi pada 2023.
"Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia," tegasnya.
Pertama, pemerintah akan mengoptimalkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dengan tetap berkelanjutan dan kredibel. "Kemenkeu akan melakukan reformasi fiskal dan struktural," imbuhnya.
Kedua, mendorong komitmen Kementerian Lembaga agar belanja dilaksanakan dengan berkualitas, efisien dan fokus terhadap program prioritas nasional. Ketiga yaitu mendorong belanja subsidi tepat sasaran dan berkeadilan.
"Keempat, skema kerja sama KPBU yang lebih massif dan kreatif agar mendukung akselerasi pembangunan infrastruktur tanpa mengancam sustainabilitas keuangan negara," papar Sri Mulyani
Sri Mulyani menyatakan yang ke lima adalah menjaga defisit APBN pada batas yang aman.
"Kita mengendalikan defisit dan risiko utang dengan batas aman dengan penerbitan SBN secara hati-hati dan prudent dan memanfaatkan SAL untuk antisipasi ketidakpastian," ujar Sri Mulyani.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengingatkan masih besarnya potensi krisis global.
"Tingginya downside risk telah mendorong IMF memperkirakan sepertiga negara di dunia akan mengalami kontraksi pertumbuhan pada tahun ini atau tahun depan, sehingga menempatkan perekonomian global dengan profil pertumbuhan yang terlemah sejak 2001," jelas Mahendra, Kamis (3/11/2022).
Meski begitu, Indonesia sejauh ini tergolong aman. OJK mengumumkan jika sektor jasa keuangan domestik tetap stabil. Hal ini merupakan hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK yang digelar 26 Oktoner kemarin.
"OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan terjaga," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers, Kamis (33/11/2022).
Ia menambahkan, kinerja lembaga jasa keuangan (LJK) juga konsisten tumbuh. Pertumbuhan ini seiring dengan masih tumbuhnya perekonomian nasional.
Kinerja ini turut berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global akibat tekanan di pasar keuangan internasional imbas pengetatan kebijakan moneter bank central utama beberapa negara di dunia dan memanasnya geopolitik yang telah berlangsung berkepanjangan.
Namun, OJK akan tetap berjaga-jaga dengan menempuh berbagai upaya. Untuk memitigasi kondisi pasar yang berfluktuasi, OJK akan melakukan berbagai kebijakan.
Pertama, OJK akan mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan untuk menjaga volatilitas pasar, di antaranya pelarangan transaksi short selling dan pelaksanaan trading halt untuk penurunan IHSG sebesar 5%.
Kedua adalah melakukan pemantauan berkelanjutan terhadap kinerja industri reksa dana untuk memastikan mekanisme redemption di industri reksa dana dapat tetap berjalan teratur di tengah gejolak suku bunga pasar dan meningkatnya risiko likuiditas di pasar keuangan.
Ketiga, OJK akan mengevaluasi eksposur valuta asing termasuk pinjaman komersial luar negeri di lembaga jasa keuangan atau LJK di tengah tren penguatan Dolar AS dan mendorong LJK untuk melakukan langkah-langkah yang dapat memitigasi risiko nilai tukar yang diperkirakan masih akan meningkat.
Lebih lanjut, Mahendra menuturkan OJK juga akan tetap mengambil kebijakan agar fungsi intermediasi LJK tetap dapat memberikan dukungan pada berbagai sektor ekonomi yang dinilai memiliki prospek yang menjanjikan dan multiplier effect yang tinggi.
Dalam hal ini, OJK telah mengeluarkan kebijakan prudensial dengan memperpanjang relaksasi Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) kredit sampai dengan 2023, memberikan pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), serta merelaksasi penilaian kualitas kredit.
Adapun dalam rangka penguatan LJK, OJK meminta LJK untuk memperkuat permodalan dan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk bersiap dalam menghadapi skenario pemburukan akibat kenaikan risiko kredit/pembiayaan, serta meningkatkan buffer likuiditas untuk memitigasi meningkatnya risiko likuiditas.
Lalu, sambung Mahendra, OJK mendorong Perusahaan Pembiayaan agar mendiversifikasi sumber pendanaan untuk mengantisipasi keterkaitan antara ruang likuiditas di sektor perbankan dengan terakselerasinya laju pertumbuhan kredit.
OJK juga mendorong Bank Umum untuk melakukan pemenuhan modal inti sesuai ketentuan yang dapat ditempuh di antaranya melalui konsolidasi.
"Meminta industri perbankan dan industri asuransi untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit/pembiayaan dan pemberian pertanggungan asuransi kredit/pembiayaan," kata Mahendra.
Mahendra juga meminta industri asuransi melakukan penguatan melalui kewajiban pemenuhan tenaga aktuaris di perusahaan asuransi untuk meningkatkan kualitas pengukuran risiko dan penetapan premi di perusahaan asuransi.
"Hal ini bertujuan agar industri asuransi khususnya asuransi umum dapat terus meningkatkan core competencies terutama terkait dengan kualitas pengukuran risiko dalam penetapan premi asuransi," paparnya.
Selain itu, OJK meminta perusahaan efek melakukan penguatan kerangka pengaturan terkait mekanisme permohonan kepailitan dan PKPU di industri pasar modal.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa arah kebijakan bank sentral ke depan tetap sama, yakni menjaga stabilitas di tengah dinamika perekonomian global.
"Kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi, pro-stabilitas termasuk penahan kejutan dari dampak ketidakpastian global," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam kesempatan yang sama.
Perry menegaskan, bank sentral akan tetap menggunakan instrumen kebijakan lainnya seperti digitalisasi, pendalaman pasar keuangan, hingga inklusi keuangan yang diarahkan untuk pemulihan perekonomian nasional.
"Sejalan dengan kebijakan tersebut sejak Agustus 2022, BI telah menaikkan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 125 bps menjadi 4,75%," jelasnya.
BI menegaskan, keputusan untuk mengerek bunga acuan lebih dulu bukan tanpa alasan. Perry mengatakan, hal tersebut dilakukan untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang diperkirakan akan semakin tinggi imbas dari kenaikan harga BBM.
"Keputusan ini juga untuk memperkuat stabilitas nilai tukar agar sejalan dengan nilai fundamentalnya di tengah menguatnya US$ dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," tegasnya.
Tekait dengan likuiditas, BI juga memastikan akan berupaya maksimal untuk menambah pundi-pundi valuta asing atau dolar AS di dalam negeri.
Dia menjelaskan, sesuai dengan aturan yang ada di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019, bahwa Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) wajib direpatriasi di dalam negeri, dan sebagian besar sudah masuk ke rekening khusus. Masalahnya, kata Perry, saat ini para pemegang DHE SDA tersebut belum bisa menahan dolar AS agar 'betah' di perbankan Indonesia.
Oleh karena itu, BI bersama otoritas terkait yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), akan terus mencari formula untuk bisa membuat para eksportir dan importir yang memegang DHE bisa lebih lama memarkirkan dolarnya di dalam negeri.
"Ini sedang koordinasi di bawah KSSK dan perbankan, bagaimana agar eksportir-eksportir yang punya DHE ini betah lebih lama," jelas Perry