Seramnya Lonceng Kematian, Ribuan Pekerja Kena PHK Massal

Damiana Cut Emeria & Ferry Sandi, CNBC Indonesia
03 November 2022 08:20
Ilustrasi Buruh Pabrik Tekstil
Foto: Getty Images/Owen Franken

Jakarta, CNBC Indonesia - S&P Global merilis, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia bulan Oktober 2022 turun dari level 53,7 poin di September 2022 menjadi 51,8 poin.

Meski turun, posisi di atas indeks 50 poin masih dinyatakan berada dalam zona ekspansif.

Merespons hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, manufaktur Indonesia sebetulnya masih bagus.

"Kita kan memang memperkirakan pertama dari sisi permintaan ekspor memang akan mengalami dampak dengan adanya kemungkinan pelemahan di negara-negara maju," kata Sri Mulyani, dikutip Kamis (3/11/2022).

"Kalau dari kita dari sisi domestic demand, kita harapkan momentumnya itu memberikan kompensasi terhadap permintaannya yang turun dari luar negeri," tambahnya.

Pemerintah, lanjut dia, bisa melakukan upaya penanganan dari sisi akses permodalan maupun risiko.

Namun, terkait permintaan yang turun, Sri Mulyani menegaskan pemerintah tidak bisa menggantikan seluruhnya.

"Nggak mungkin substitusi seluruhnya, kita akan kompensasi. Jadi kita akan tetap melihat dari semua sektor-sektor ini dan kemudian apa policy yang perlu kita formulasikan lebih lanjut dalam merespon tren global," tegas Sri Mulyani.

Penurunan ekspor yang disinggung Sri Mulyani tersebut sebelumnya telah diungkapkan pengusaha alas kaki serta tekstil dan produk tekstil (TPT) di Tanah Air.

Bahkan, menurut asosiasi yang menaungi kedua sektor padat karya itu, penurunan ekspor telah memicu efisiensi tenaga kerja. Mulai dari merumahkan karyawan hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hingga kini, puluhan ribu buruh di industri TPT dan alas kaki dilaporkan terkena dampak penurunan ekspor tersebut.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengungkapkan, industri alas kaki di Tanah Air sejak Juli 2022 terus mengalami penurunan order ekspor.

Menyusul tekanan ekonomi akibat lonjakan inflasi di negara-negara tujuan ekspor, seperti Amerika Serikat (AS) dan negara Uni Eropa (UE). Yang mendorong konsumen lebih mengutamakan belanja energi maupun bahan makanan.

Padahal, imbuh dia, meski ada pandemi Covid-19, industri alas kaki nasional masih bisa cetak pertumbuhan ekspor. Tahun 2020, katanya, nilai ekspor masih tumbuh 8,9%, lalu tahun 2021 bahkan melonjak 32,5%. Dan, tahun 2022, per Agustus masih tumbuh 36%.

"Akibatnya, stok masih banyak dan mereka belum bisa terima barang dari kita. Kondisi ini sudah dialami beberapa pabrik alas kaki sejak awal semester-II, bulan Juli 2022. Cuma memang belum terpantau pemerintah karena data BPS masih menunjukkan ekspor alas kaki sampai Agustus 2022 itu tumbuh 36%," kata Firman kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (3/11/2022).

Karena data yang masih menunjukkan pertumbuhan per Agustus 2022 tinggi, lanjut dia, PHK di industri alas kaki tidak kelihatan.

"Sebenarnya kami sudah melaporkan ini, baru-baru kemudian jadi ramai (publikasi laporan PHK)," katanya.

"Ada yang tadinya masih kerja normal, mulai November-Desember nanti sudah mulai kehabisan order. Dan, belum ada masuk lagi," tambah dia.

Dia mengaku tidak bisa memprediksi sampai kapan dan besar dampak yang ditimbulkan ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi di sejumlah negara tujuan ekspor.

"Kami mengkhawatirkan order akan terus turun 50% sampai semester pertama tahun depan. Kita nggak bisa tahu apakah kondisi ini akan berakhir di akhir tahun 2022 ini," kata dia.

"Tanpa dukungan pemerintah, PHK mungkin akan semakin massif mulai akhir tahun ini sampai tahun depan. Data yang kami rekap, sudah ada 22.500-an buruh pabrik alas kaki yang sudah di-PHK," kata Firman.

Firman menjelaskan, PHK tersebut mulai dari awalnya merumahkan karyawan, tidak memperpanjang kontrak buruh, hingga tak lagi bekerja.

"Intinya mereka sudah tak terima gaji lagi. Ada yang tadinya kontrak nggak diperpanjang. Di industri kami sebagian besar sifatnya PHK," kata Firman.

Tak hanya industri alas kaki, sektor TPT di dalam negeri juga mengalami nasib serupa.

Asosiasi yang menaungi pelaku industri garmen hingga hulu tekstil nasional melaporkan telah terjadi efisiensi massal, mulai dari merumahkan karyawan hingga PHK.

"Perumahan karyawan dan PHK masih terus bertambah. Per hari ini (Selasa, 2 November 2022) sekitar 78.000 orang. Pengurangan order juga masih terus," kata Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta.

Pabrik-pabrik yang melakukan efisiensi itu, kata dia, tersebar di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

"Data yang masuk resmi ke Disnaker masih dari Jabar (Jawa Barat). Tapi info dari perusahaan yang lain di Jateng (Jawa Tengah) juga ada yang sudah PHK," ungkap Redma.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menambahkan, perlambatan global berimbas ke industri TPT di dalam negeri.

"Sudah banyak anggota API yang melakukan pengurangan waktu kerja. Dari 7 hari setiap minggu menjadi 5 hari dalam seminggunya," kata Jemmy kepada CNBC Indonesia, Selasa (1/11/2022).

"Logistik sudah tidak semahal dulu. Sekarang masalahnya order/ permintaan menurun akibat pelemahan global. Ukraina-Rusia memperparah keadaan global," tambahnya

Sementara itu, Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) Sariat Arifia mengatakan, hingga kini sudah ada 40-an ribu buruh di industri padat karya, mulai dari garmen, alas kaki, hingga mainan yang di-PHK.

Dia memprediksi, jumlahnya bisa bertambah signifikan dalam 1-2 bulan ke depan.

"Perkiraan saya kalau pemerintah tidak melakukan apa-apa, diam saja, industri padat karya sampai Desember akan tembus sampai 100.000 orang (PHK)," kata Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) Sariat Arifia kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (3/11/2022).

Berdasarkan data Apindo per 29 September lalu, sudah ada 43.567 pegawai yang terkena PHK dari 87 perusahaan. Wilayah yang menyumbang paling banyak adalah Kabupaten Bogor dengan 14.720 pekerja dari 18 perusahaan, disusul Sukabumi dengan jumlah PHK 12.188 orang dari 26 perusahaan.

Kabupaten Subang juga menyumbang 9.626 PHK dari 12 perusahaan. Kemudian Kabupaten Purwakarta sebanyak 3.883 orang dari 29 perusahaan, Kabupaten Bandung sebanyak 3.000 orang dan Kota Bogor 100 orang.

"Kalau data riil mungkin sudah lebih," ujar Sariat.

Jika dibandingkan dengan situasi awal pandemi Covid-19, kata dia, kondisi saat ini dinilai lebih parah.

"Pemerintah harus bergerak cepat sebelum industri ini banyak yang mati. Segera keluarkan payung hukum industri padat karya yang bisa mengakomodir kelangsungan hidup industri garmen-tekstil," pungkas Sariat.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 79.316 Buruh Padat Karya Di-PHK, Pengusaha Ngaku Megap-megap

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular