Awas! Es di Kutub Mencair, Kota Atlantis Muncul di Pantura
Jakarta, CNBC Indonesia - Kota-kota di Pantai Utara, Jawa terancam hilang jadi 'Atlantis' tahun 2030 nanti. Dan, jumlahnya bisa bertambah setiap 10 tahun.
Penyebabnya, tinggi muka air yang semakin naik dan merendam wilayah-wilayah di Pantura. Ini adalah efek lanjutan dari perubahan iklim. Yang memicu mencairnya gletser serta es di Antartika.
Tangkapan Coastal Risk Screening Tool oleh lembaga nirlaba, Climate Central menunjukkan, sebagian besar wilayah-wilayah di Pantai Utara (Pantura) Jawa terancam terendam atau bahkan mengalami tanah hilang bak fenomena 'Atlantis".
Berdasarkan pemetaan level muka air laut, mengacu rata-rata tertinggi level muka air tinggi (mean higher high water/ MHHW line), sebagian wilayah mulai dari Cilegon, Banten sampai Surabaya di Jawa Timur, akan berada di bawah level air laut.
Terpantau di peta satelit Climate Central, daerah yang rawan terendam adalah sebagian daerah di Cilegon, sepanjang pantai hingga ke Pasir Putih. Beberapa lokasi yang terancam terkena dampak diantaranya PLTU Jawa 7, Taman Nasional, juga pabrik tepung terigu.
Selain itu, terlihat deteksi air bakal merendam wilayah Domas, Tanara, hingga Ketapang, sampai Kramat.
Lalu berlanjut ke Pantai Indah Kapuk, dan juga mengancam Pantai Tanjung Pasir. Dan sebagian wilayah Tangerang.
Kemudian, sebagian besar wilayah di Jawa Barat. Mulai dari Marunda, sampai Polsek Muara Gembong Bekasi, Tabebuya Begedor, hingga sampai merendam wilayah-wilayah jangkauan Sungai Citarum.
Bahkan, berlanjut menggenangi wilayah sampai ke pantai pasir putih Cilamaya, Karawang, sampai ke sebagian wilayah di Pamanukan, kemudian, Kandanghaur, sebagian besar Cangkring, sebagian besar Indramayu, Balongan sampai Gunungjati.
Kemudian, tampak pada peta, sebagian wilayah di Jawa Tengah, yaitu sebagian di Klampok, Brebes, Sigedang, Pekalongan, Kendal, Semarang, lalu sebagian besar wilayah Demak, Widung, kemudian wilayah Pati.
Dan, berlanjut ke sebagian besar wilayah Lamongan, dan juga sebagian Surabaya sampai Pasuruan.
Jika dibandingkan level muka air 1 meter dan 2,2 meter, terjadi pertambahan luas wilayah yang berpotensi terendam atau jadi 'Atlantis'. Terutama sebagian besar wilayah di Indramayu dan sekitar Surabaya.
Dengan catatan, level muka air 2,2 meter ke atas bisa terjadi akibat kombinasi terjadinya kenaikan muka air laut, pasang surut, dan gelombang badai.
Tampak pada peta tersebut, hampir seluruh wilayah Jakarta justru cenderung lebih aman dari potensi terendam akibat kenaikan air muka laut.
Yang tampak berpotensi terendam adalah wilayah di sekitar pantai Ancol, pantai Merunda, juga Angke dan Kapuk.
Hanya saja, yang perlu diwaspadai adalah wilayah di bawah pantai Merunda, sepanjang Inspeksi Kanal Timur sampai Harapan Indah, terancam mengalami 'Atlantis'.
Es di Kutub Mencair
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, kenaikan muka air laut akibat pemanasan global diproyeksikan mencapai 35-40 cm relatif terhadap nilai tahun 2000.
Dengan catatan, tren ini kemungkinan tidak linier tetapi dapat bersifat eksponensial jika faktor pencairan air diperhitungkan. Di mana, kenaikan muka air laut di Indonesia diprediksi dapat mencapai 175 cm pada tahun 2100.
Dikutip dari situs resmi Knowledge Centre Perubahan Iklim Indonesia (KCPI) Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, ada faktor utama pemicu kenaikan muka air laut atau sea level rise (SLR) dari aspek perubahan iklim.
Yaitu, ekspansi termal karena menghangat dan mengembangnya volume air laut dan mencairnya gletser serta es yang menutupi daratan di Antartika dan Greenland.
"Selain itu, siklus hidrologi di daratan akibat keragaman iklim serta faktor antropogenik berdampak pula pada naik dan turunnya limpasan ( run-off ), sehingga berpengaruh terhadap perubahan muka air laut," demikian penjelasan KLHK terkait Dampak Perubahan Iklim, dikutip Senin (31/10/2022).
Akibatnya, Indonesia yang termasuk sebagai negara yang rentan dampak perubahan iklim, terutama akibat kenaikan muka air laut serta banjir rob. Apalagi, Indonesia adalah negara kepulauan, di mana sebagian besar ibu kota provinsi serta hampir 65% penduduk tinggal di wilayah pesisir.
Dampak langsungnya adalah berkurangnya wilayah akibat tenggelam oleh air laut, rusaknya kawasan ekosistem pesisir akibat gelombang pasang
"Dampak tidak langsung, hilangnya atau berubahnya mata pencaharian masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di tepi pantai, berkurangnya areal persawahan dataran rendah di dekat pantai yang akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan, gangguan transportasi antar pulau, serta rusak atau hilangnya obyek wisata pulau dan pesisir," demikian catatan KLHK.
Ahli Geologi Awang Haruns Satyana mengatakan, saat ini memang sedang era air laut sedang naik dipicu pemanasan global atau perubahan iklim. Diperparah banyaknya pembangunan yang berat dan eksploitasi tanah berlebihan hingga mengubah struktur tanah , seperti di Jakarta dan Semarang.
"Penurunan tanah di Jakarta bervariasi, mulai di bawah 1 cm per tahun sampai di atas 10 cm per tahun. Yang paling besar penurunan muka tanah terjadi sekitar Jakarta Utara agak ke barat. Sedangkan yang penurunan permukaan tanahnya lebih rendah itu di Selatan Jakarta," kata Awang kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (31/20/2022).
(dce/dce)