Ada 'Kiamat' di Pantura 2030, Lahan Tenggelam Bak Atlantis

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
25 October 2022 10:45
Peta Banjir Pantura (Climate Central)
Foto: Peta Banjir Pantura (Climate Central)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagian besar wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa diprediksi bakal 'hilang'. Bak fenomena Atlantis, kawasan-kawasan ini terancam, terendam air laut.

Hal itu terlihat dari peta risiko lembaga nirlaba internasional, Climate Central. Terlihat, daerah-daerah di Pantura ini bakal terendam di tahun 2030 nanti. Luasan tanah terendam semakin bertambah, setidaknya dalam kurun tahun 2030-2060.

Pengamat Tata Kelola Kota dari Universitas Pakuan (Unpak) Budi Arief mengatakan, kondisi ini bisa saja dipicu oleh struktur tanah yang semakin turun. Atau, potensi terjadinya subsidiensi, yang menunjukkan penurunan muka tanah. Termasuk, efek perubahan iklim.

Dari aspek tata kota, lanjut dia, sejak dulu memang pembangunan wilayah di Jawa dimulai dari sisi Pantai Utara, untuk pemukiman dan pusat pertumbuhan. Semakin ke Selatan Jawa, digunakan untuk pertanian dan perkebunan.

"Bicara tata kota, masing-masing kota punya daya tampung lingkungan," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (25/10/2022).

Karena itu, lanjut dia, prinsip tata kota harus mempertimbangkan daya dukung itu.

"Seharusnya, pembangunan perkotaan memang harus menerapkan buffer zone. Ini wajib untuk wilayah sekitar pantai, sekian meter tidak boleh ada pembangunan. Tapi, saya lihat memang, ini belum diterapkan di sepanjang Pantura," kata Budi.

Iklim, kata dia, juga harus dipertimbangkan. Dengan menerapkan prinsip mitigasi kebencanaan. Termasuk, memperhitungkan risiko terjadinya tsunami.

"Makanya diperlukan buffer zona itu, yang bisa menjaga infrastruktur di sekitar pantai itu dari potensi bencana. Seharusnya tata kota pun mengacu ke situ untuk jangka panjang," katanya.

Hanya saja, imbuh dia, memang dibutuhkan kemauan dan politik anggaran untuk memberlakukan standar tersebut sebagai sesuatu yang baku.

"Karena justifikasi akan menimbulkan masalah. Ini menjadi area abu-abu. Harus ada komitmen, misalnya sudah ada pemetaan. Tiba-tiba ada developer membangun pabrik di kawasan pemukiman. Seharusnya ada master plan tadi, pemetaan kawasan fungsi tata ruang," pungkas Budi.

Peta banjir panturaFoto: Peta banjir pantura
Peta banjir pantura

Terendam bak 'Atlantis'

Terlihat dari peta citra satelit Climate Central, berdasarkan pemetaan level muka air laut, mengacu rata-rata tertinggi level muka air tinggi (mean higher high water/ MHHW line), sebagian wilayah mulai dari Cilegon, Banten sampai Surabaya di Jawa Timur, akan berada di bawah level air laut.

Jika dibandingkan level muka air 1 meter dan 2,2 meter, terjadi pertambahan luas wilayah yang berpotensi terendam atau jadi 'Atlantis'. Terutama sebagian besar wilayah di Indramayu dan sekitar Surabaya.

Dengan catatan, level muka air 2,2 meter ke atas bisa terjadi akibat kombinasi terjadinya kenaikan muka air laut, pasang surut, dan gelombang badai.

Terpantau, daerah yang rawan terendam adalah sebagian daerah di Cilegon, sepanjang pantai hingga ke Pasir Putih. Beberapa lokasi yang terancam terkena dampak diantaranya PLTU Jawa 7, Taman Nasional, juga pabrik tepung terigu

Selain itu, terlihat deteksi air bakal merendam wilayah Domas, Tanara, hingga Ketapang, sampai Kramat.

Lalu berlanjut ke Pantai Indah Kapuk, dan juga mengancam Pantai Tanjung Pasir. Dan sebagian wilayah Tangerang.

Kemudian, sebagian besar wilayah di Jawa Barat. Mulai dari Marunda, sampai Polsek Muara Gembong Bekasi, Tabebuya Begedor, hingga sampai merendam wilayah-wilayah jangkauan Sungai Citarum.

Bahkan, berlanjut menggenangi wilayah sampai ke pantai pasir putih Cilamaya, Karawang, sampai ke sebagian wilayah di Pamanukan, kemudian, Kandanghaur, sebagian besar Cangkring, sebagian besar Indramayu, Balongan sampai Gunungjati.

Kemudian, tampak pada peta, sebagian wilayah di Jawa Tengah, yaitu sebagian di Klampok, Brebes, Sigedang, Pekalongan, Kendal, Semarang, lalu sebagian besar wilayah Demak, Widung, kemudian wilayah Pati.

Dan, berlanjut ke sebagian besar wilayah Lamongan, dan juga sebagian Surabaya sampai Pasuruan.

Es Mencair

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, kenaikan muka air laut akibat pemanasan global diproyeksikan mencapai 35-40 cm relatif terhadap nilai tahun 2000.

Dengan catatan, tren ini kemungkinan tidak linier tetapi dapat bersifat eksponensial jika faktor pencairan air diperhitungkan. Di mana, kenaikan muka air laut di Indonesia diprediksi dapat mencapai 175 cm pada tahun 2100.

Dikutip dari situs resmi Knowledge Centre Perubahan Iklim Indonesia (KCPI) Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, ada faktor utama pemicu kenaikan muka air laut atau sea level rise (SLR) dari aspek perubahan iklim.

Yaitu, ekspansi termal karena menghangat dan mengembangnya volume air laut dan mencairnya gletser serta es yang menutupi daratan di Antartika dan Greenland.

Akibatnya, Indonesia yang termasuk sebagai negara yang rentan dampak perubahan iklim, terutama akibat kenaikan muka air laut serta banjir rob. Apalagi, Indonesia adalah negara kepulauan, di mana sebagian besar ibu kota provinsi serta hampir 65% penduduk tinggal di wilayah pesisir.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngeri! Di Wilayah Ini Muncul Fenomena 'Atlantis', Ada Bekasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular