
Baru Juga Kemarin, Sudah Mau Resesi Lagi Dunia! Kok Gitu Ya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak ada satupun yang membayangkan, bahwa krisis ekonomi global saat ini sangat begitu kompleks. Padahal belum lama rasanya dunia dilanda resesi akibat pandemi covid-19.
"Tiga krisis besar dunia terjadi dalam 25 tahun terakhir, tetapi 3 krisis besar sebelumnya terjadi dalam 225 tahun. Jadi dulu 225 tahun ada 3 krisis besar sedangkan sekarang dalam 25 tahun ada 3 krisis besar," ungkap Staf Khusus Wakil Presiden (periode 2007-2014) Wijayanto Samirin dalam sebuah diskusi kemarin, dikutip Jumat (28/10/2022).
Krisis yang terjadi di masa lalu biasanya selalu bisa dilakukan identifikasi, karena kalau krisis keuangan pasti solusinya adalah dengan memperkuat perbankan.
Namun, krisis yang sekarang berbeda, ada pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, kekeringan di China terburuk selama 60 tahun terakhir, dan juga krisis yang kemungkinan bisa terjadi karena lembaga keuangan di dunia berbenturan.
Wijayanto mengungkapkan, dunia akan menghadapi era dimana krisis akan sering terjadi. Namun, menurut dia tidak perlu takut terhadap risiko yang ditimbulkan.
"Kita harus pandai menghadapi risiko. [...] Supaya bisa survive di era ketidakpastian seperti ini kita perlu mindset baru, attitude, dan skil baru, dan kita perlu model bisnis baru," ujarnya.
Wijayanto bilang, krisis adalah kesempatan. Krisis diibaratkan seperti saat masuk lift, di mana harus berpindah dari lantai dasar ke lantai lebih tinggi. Namun tatkala lift itu rusak, maka masih ada jalan lain untuk naik melewati tangga.
"Jika tidak ada krisis, maka kita tidak akan mengetahui cara lain untuk berpindah ke atas," ujar Wijayanto.
Artinya, untuk bisa menghadapi krisis, masyarakat disarankan untuk bisa berpikir out of the box. Yang terpenting juga harus terus mengasah keahlian untuk bisa bersaing di tengah era majunya teknologi.
Pada kesempatan yang sama, menurut Wakil Rektor Paramadina Handi Risza menjelaskan, Indonesia saat ini merupakan penggerak ekonomi terkuat di Asia selain China.
Indonesia yang memiliki kurang lebih 275 juta penduduk dianugerahi dengan bonus demografi. Yang semestinya keberkahan ini bisa jadi kekuatan ekonomi di tengah turbulensi ekonomi saat ini.
"Ini merupakan golden moment sampai 2030, karena pada periode tersebut jumlah usia produktif paling besar pada periode tersebut. Saat ini 80% populasi kita berada pada usia produktif," jelas Handi.
"Artinya jika dikelola dengan baik, mereka memiliki pekerjaan yang baik, inilah momen pertumbuhan kita, sehingga diharapkan 2045 kita sudah sejahtera, karena sedang ada pada usia yang aktif," kata Handi lagi.
Kendati demikian, kata Handi bonus demografi juga bisa menjadi bencana jika tidak tersedianya lapangan pekerjaan.
"Maka anak muda ini akan banyak yang menganggur karena tidak memiliki pekerjaan. Karena negara harus bayar subsidi. Subsidi energi, subsidi listrik, dan menanggung beban usia produktif akan lebih berat dengan menanggung beban usia tidak produktif," ujarnya.
Belanja negara lewat APBN 2023 yang dipatok sebesar Rp 3.061,2 triliun, harus dikelola secara baik, sehingga seharusnya jumlah populasi masyarakat rentan dan miskin bisa berkurang.
Handri berharap tata kelola APBN 2023 bisa dikelola dengan baik. Sehingga pada 2024, Indonesia bisa memegang predikat sebagai negara maju.
"Tentu saja dengan melakukan mitigasi-mitigasi yang sedang terjadi kita harus mampu menjaga daya beli masyarakat dan juga meningkatkan ekspor dan impor," jelas Handi.
(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Buruk Dari Eropa: 5 Krisis Bisa Terjadi di 2023!