Tips Sri Mulyani Bikin Kebijakan: Cari yang Ongkosnya Ringan!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
26 October 2022 18:40
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Leaders Talk Series #2 dengan tema
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Leaders Talk Series #2 dengan tema "Indonesia Energy Investment Landscape". (Tangkapan Layar Youtube PLN Pusdiklat)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengeluarkan banyak kebijakan luar biasa selama tiga tahun terakhir ketika terjadinya pandemi covid-19. Tak terkecuali Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di bawah kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati.

Menurut Sri Mulyani, dalam situasi sulit, pemilihan kebijakan pasti akan menimbulkan risiko. Akan tetapi yang harus dilihat adalah besar atau kecilnya risiko yang ditimbulkan. Salah satunya adalah dalam pengelolaan inflasi.

"Pemerintah berusaha inflasi terkendali, termasuk harga pangan yang menentukan inflasi kita. Indonesia sebagai otoritas moneter dan fiskal, dan seluruh sektor lain harus kerja sama, karena dari sisi kebijakan makin rumit," ujarnya dalam acara Webinar yang diselenggarakan PT PLN Persero, Rabu (26/10/2022)

"Kerja sama yang baik akan menjadi baik, efektif dan dari sisi ongkos atau biaya jauh lebih ringan," terang Sri Mulyani.

Kebijakan yang dijalankan pemerintah untuk meredam lonjakan inflasi antara lain adalah dengan menahan harga energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM), listrik dan LPG 3 kg. Dana yang digunakan untuk subsidi bersumber dari tambahan penerimaan negara akibat lonjakan harga komoditas.

Dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) juga tidak buru-buru menaikkan suku bunga acuan, mengingat pemulihan ekonomi yang terjadi masih terlalu dini. Sehingga langkah yang diambil adalah dengan kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) agar likuiditas mulai mengetat.

Pemerintah dan BI juga bersama-sama memperbaiki sisi rantai pasok pangan yang merupakan sumber inflasi terbesar.

Hal ini jelas berbeda dibandingkan dengan banyak negara yang menggunakan sisi moneter sebagai instrumen utama. Misalnya Amerika Serikat, Eropa, Inggris yang gencar menaikkan suku bunga acuan, dan juga diikuti oleh banyak negara berkembang.

Risiko yang harus diterima adalah perlambatan ekonomi secara drastis hingga resesi. Situasi cukup berat kini berada pada negara yang sebenarnya baru pulih dari pandemi covid-19.

"Pilihannya tak selalu mudah dari seluruh dunia. Antara memproteksi masyarakat, daya beli di sisi lain pressure yang berjalan ekstrem di dunia menimbulkan pilihan yang tidak mudah," paparnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani & Gambaran Ngerinya 'Badai Besar' yang Ancam RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular