CNBC Indonesia Research

Sulit! Krisis Pangan Australia Makin Parah, RI Kena Imbas?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Rabu, 26/10/2022 16:25 WIB
Foto: Warga melewati jalan-jalan yang banjir akibat hujan deras di pinggiran Camden, Sydney, Minggu (3/7/2022). Ribuan warga Australia diperintahkan untuk mengungsi dari rumah mereka di Sydney pada 3 Juli saat hujan deras mengguyur kota terbesar di negara itu dan air banjir menggenangi wilayah tersebut. pinggiran. (Photo by MUHAMMAD FAROOQ/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi ekonomi dunia saat ini sedang kacau, isu resesi yang kian nyaring bunyinya akibat inflasi yang meninggi dan pengetatan suku bunga menjadi 'momok' mengerikan bagi setiap negara. Termasuk Australia yang menjadi salah satu sumber produk pertanian di dunia.

Inflasi Australia pada kuartal III-2022 kembali memuncak dan tercatat lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sekaligus mencapai level tertinggi dalam 21 tahun.

Biro Statistik Australia (ABS) melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada periode kuartal III-2022 naik menjadi 7,3% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari kuartal III-2021 yang saat itu sebesar 3,8%.


Sedangkan secara kuartalan (quarter-on-quarter/qoq), CPI Negeri Kanguru masih sama seperti pada kuartal II-2022, yakni tumbuh 1,8%.

Tingginya inflasi dipicu oleh berbagai sisi mulai dari perubahan iklim sehingga menyebabkan banjir yang telah melanda Australia selama 2 tahun terakhir hingga menggenangi lahan pertanian produktif masyarakat.

Situasi semakin diperparah ketika perang Rusia-Ukraina yang mencuat pada awal tahun ini, yang membuat harga bahan pangan menjadi mahal. Selain itu, harga minyak dan gas yang melesat turut mempengaruhi harga pupuk yang akhirnya juga meningkatkan biaya panen dan produksi.

Untuk diketahui, Australia merupakan negara industri maju berbasis pertanian. Beberapa komoditas yang sangat menjadi andalan ekspor Australia adalah Sapi, Domba, Apel, Jeruk, Gandum dan Strawberry. Selain itu Australia Selatan juga sedang mengembangkan padi irigasi yaitu di daerah Waga-Waga.

Negara bagian Australia seperti New South Wales, Victoria dan Tasmania menjadi 3 bagian dari negara yang paling 'merana'. Banjir terus menggenangi lahan hingga gagal panen dan turunnya produksi menjadi makanan setiap periode panennya. Sehingga ini menjadi pemicu utama krisis pangan.

Lalu mengapa 3 negara ini begitu berpengaruh? Benar saja, ketiga negara yang dilanda bencana ini merupakan lahan pertanian penting di Australia.

Pertama, New South Wales merupakan kota dan negara bagian yang tertua di Australia dan merupakan kota terpadat penduduknya di Australia. New South Wales beribukota Sydney. Bagian timur wilayah New South Wales beriklim basah. Bagian terbesar dari sungai muray dan Sungai darling mengalir di daerah iu. Hasil lainnya berupa produk pertanian utamanya adalah buah-buahan serta gandum.

"Hampir setengah atau sekitar 6-7 juta ton gandum berisiko mengalami penurunan kualitas di North South Wales. Ini bisa jadi kita akan mendapatkan gandum kualitas pakan dalam jumlah besar di pantai timur," kata Ole Houe, Direktur Layanan Konsultasi di Broker Pertanian IKON Commodities Sydney yang dikutip Rabu (26/10/2022).

Kedua, Victoria terletak di sebelah selatan New South Wales. Negara bagian itu menerima cukup hujan, tanahnya subur, dan merupakan daerah pertanian yang penting. Padi dan buah, sayur merupakan hasil penting di daerah tersebut.

Ketiga, Pulau Tasmania terletak di sebelah selatan pantai Victoria. Daerah itu beriklim laut. Hasil pertanian yang utama adalah apel. Daerah itu merupakan tempat pariwisata bagi kebanyakan orang-orang Australia. Ibukotanya Hobart, kota tertua kedua di Australia. Kota Hobart memiliki pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan dan menjadi jalur lalu lintas perdagangan internasional.

Selain itu, banjir juga melanda Pantai Timur Australia yang terjadi pada periode Maret dan Juli 2022, kian menambah tekanan karena menghancurkan tanaman hingga gagal panen kian memperparah langkanya produk pertanian.

Akibatnya, biaya hidup masyarakat menjadi naik karena harga buah-buahan dan sayuran akan melonjak lebih dari 8% selama enam bulan ke depan.

Menurut laporan terbaru Foodbank Negeri Kanguru tersebut masuk ke dalam daftar negara yang berpotensi besar akan mengalami krisis pangan akibat melonjaknya inflasi dan bencana alam.

Foodbank memproyeksikan sebanyak 500.000 rumah tangga akan sulit mendapat bahan makanan dan menyebabkan nutrisi masyarakat akan terganggu.

Saat ini situasi semakin memburuk. Ini dijelaskan oleh Kepala eksekutif Foodbank, Brianna Casey, yang menegaskan bahwa situasi Australia merupakan yang terburuk selama enam tahun bekerja di lembaga itu.

"Saya belum pernah melihat sesuatu seperti yang kita lihat sekarang. Ini akan mengejutkan banyak orang bahwa kita melihat tingkat kerawanan pangan yang lebih buruk daripada puncak pandemi ... Orang-orang telah keluar dari pandemi dalam banyak kasus dalam posisi yang lebih rentan daripada saat mereka masuk," ujarnya.

Foodbank sendiri menjelaskan bahwa di antara mereka yang mengalami kerawanan pangan, 64% menyebutkan ini akibat dari kenaikan atau biaya hidup yang tinggi dan 42% menunjuk pada 'penghasilan rendah atau tunjangan pemerintah yang berkurang' sebagai penyebab utama.


(aum/aum)
Pages