
Jreng! "Kiamat" Muncul Lagi, Ancam Australia dan Prancis

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman kelangkaan kini muncul lagi. Setidaknya ini terjadi di Australia dan Prancis.
Australia dihadapkan pada kelangkaan pangan yang bisa berujung krisis makanan. Sementara Prancis kini menghadapi pemogokan massal yang membuat negeri itu krisis bahan bakar (BBM).
Bagaimana ceritanya?
1. Australia
Krisis pangan mulai menjalar ke Australia. Bahkan, ratusan ribu warga di negara itu diprediksi akan sulit mendapatkan bahan makanan.
Laporan kelaparan tahunan lembaga amal Foodbank pada Senin menyimpulkan ada 500.000 rumah tangga rawan pangan. Ini juga menggambarkan ketidakpastian tentang mendapatkan makanan dan nutrisi yang cukup.
Kepala eksekutif Foodbank, Brianna Casey, mengatakan situasinya merupakan yang terburuk selama enam tahun bekerja di lembaga itu. Ia pun menyerukan peningkatan pembayaran dukungan pendapatan dan dukungan tambahan untuk sektor masyarakat.
"Saya belum pernah melihat sesuatu seperti yang kita lihat sekarang," katanya dimuat The Guardian.
"Ini akan mengejutkan banyak orang bahwa kita melihat tingkat kerawanan pangan yang lebih buruk daripada puncak pandemi ... Orang-orang telah keluar dari pandemi dalam banyak kasus dalam posisi yang lebih rentan daripada saat mereka masuk," tambahnya.
Seperti banyak negara, Australia sedang berjuang melawan rekor biaya hidup yang tinggi. Inflasi tahunan pada bulan Agustus melonjak menjadi 6,8% dari hanya di bawah 2% sebelum pandemi.
Foodbank sendiri menjelaskan bahwa di antara mereka yang mengalami kerawanan pangan, 64% menyebutkan ini akibat dari kenaikan atau biaya hidup yang tinggi dan 42% menunjuk pada 'penghasilan rendah atau tunjangan pemerintah yang berkurang' sebagai penyebab utama.
Keterangan Biro Statistik Australia menyebutkan bahwa harga buah dan sayuran naik 18,6% pada Agustus dibandingkan tahun lalu. Harga makanan dan minuman nonalkohol juga meningkat menjadi 9,3% dalam 12 bulan hingga Agustus 2022.
Banjir di Pantai Timur Australia antara Maret dan Juli menambah gangguan pangan di negara itu. Pasalnya, bencana ini menghancurkan tanaman dan mendorong lonjakan harga makanan di Australia.
Temuan Foodbank ini juga didasarkan pada survei perwakilan nasional yang dilakukan pada bulan Juli lalu tentang kerawanan pangan di Australia. Hasilnya juga menyebutkan krisis kali ini lebih parah daripada penelitian sebelumnya.
"Laporan itu mengatakan 21% orang Australia, atau lebih dari 2 juta orang,telah mengalami kerawanan pangan yang parah dalam 12 bulan terakhir. Itu naik dari 17% pada laporan 2021," lapor media yang sama.
Salah satu yang mengeluhkan kenaikan harga ini adalah Jane, seorang ibu tunggal berusia 27 tahun yang tinggal di sebuah persewaan pribadi di New South Wales.
Jane menerima pembayaran single parent sembari bekerja sambilan dan belajar menjadi guru.
Jane mengatakan ia terpaksa mencari bantuan dari badan amal setempat selama berminggu-minggu praktik tidak dibayar untuk gelar universitasnya. Tanpa bantuan itu Jane mengatakan ia akan 'hidup dari roti panggang dan mie instan'.
"Satu perjalanan ke Woolies (supermarket) untuk membeli beberapa tas belanjaan sekarang menjadi 100 dolar Australia (Rp 966 ribu) hingga 150 dolar Australia (Rp 1,45 juta). Biaya hidup meningkat sedemikian rupa sehingga saya harus lebih bergantung pada organisasi-organisasi itu," jelasnya.
Terbaru, dalam laporan media setempat, news.au, Australia kini kesulitan mendapatkan pangan kentang. Sejumlah restoran dan pub sudah melaporkan soal ini.
Bukan hanya itu, sejumlah produk keripik kentang kemasan juga langka saat ini. Di antaranya Twisties, Sunbites, Burger Rings, dan Tasty Toobs, yang terlihat di sejumlah supermarket seperti Coles, Woolworths dan Aldi.
2.Prancis
Prancis sendiri terancam "kiamat" BBM. Ini terjadi akibat buntunya penyelesaian antara pekerja kilang yang berdemo dengan perusahaan.
Meski pemerintah sudah memaksa staf kembali bekerja, serikat pekerja memperpanjang aksi mogok. Ini setidaknya dilakukan pekerja TotalEnergies.
Mengutip AFP, para karyawan meminta kenaikan gaji. Ini seiring keuntungan yang dirilis raksasa energi itu.
Meski pembicaraan sudah dilakukan Jumat, tak ada hasil yang didapat. Dilaporkan 30% lebih SPBU di Prancis kini lumpuh, yang menyebabkan pengemudi berebut mengisi tangki bahan bakar di seluruh negeri.
"Waktu untuk negosiasi sudah berakhir," kata Menteri Keuangan Bruno Le Maire kepada penyiar BFMTV, Senin.
"Tiga dari tujuh kilang minyak negara itu dan lima depot bahan bakar utama (dari sekitar 200) terpengaruh," tambah pemerintah.
Presiden Emmanuel Macron juga buka suara. Ia mengatakan krisis bahan bakar sudah terjadi dan menginginkan solusi secepat mungkin.
"Saya mendukung sesama warga kami yang berjuang dan yang muak dengan situasi ini," tegasnya.
Sebenarnya bukan hanya pekerja kilang TotalEnergies yang melakukan aksi. Hal sama juga dilakukan Esso-ExxonMobil.
Namun, kedua belah pihak sudah sepakat pekan lalu. Manajemen dan karyawan sudah setuju soal gaji baru.
Perlu diketahui, inflasi menjadi latar belakang. Mahalnya harga kebutuhan pokok, mulai dari energi dan makanan menjadi penyebab.
Di sisi lain, pemerintah mengatakan akan membutuhkan waktu dua minggu setelah pemogokan berakhir untuk mendapat pasokan normal di pompa bensin.
Hal sama juga diakui WNI di Prancis. Rina, WNI yang tinggal di Kota Toulouse, Prancis, mengaku kelangkaan BBM sudah terjadi sejak 2 minggu lalu.
Menurutnya, SPBU Total masih menutup layanannya di sana. Padahal, perusahaan tersebut menjadi salah satu yang terbanyak di Prancis.
Alhasil, antrean panjang terjadi di SPBU lainnya. Bahkan, pembelian BBM terpaksa dijatah per kendaraan.
"Orang-orang di Prancis bingung karena jaringan Total banyak di sini. Setelah tutup, semuanya antre di SPBU lain, itu juga dijatah maksimal 30 liter per mobil. Minggu lalu jatahnya cuma 5 liter," katanya kepada CNBC Indonesia.
Tak hanya terjadi antrean panjang, Rina mengungkapkan SPBU di Prancis dijaga oleh tentara untuk menghindari potensi kerusuhan.
Selain itu, tindakan kriminal akibat kelangkaan BBM pun mulai bermunculan. Menurut Rina, di beberapa tempat mulai ada pencurian BBM dari mobil yang diparkir di luar.
"Sekarang sebisa mungkin gak parkir mobil di luar. Memang separah itu," tuturnya.
Dia menambahkan kondisi tersebut membuat banyak kegiatan warga nyaris lumpuh. Pasalnya, kendaraan pribadi masih menjadi pilihan transportasi utama, sedangkan cukup sulit untuk mencari BBM yang tersedia.
"Bus, metro, kereta, taksi memang ada di pusat kota, tapi yang tinggalnya di pinggiran sangat sulit. Kami harus menunggu bus jarak jauh yang jadwalnya cukup jarang," ujarnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Kiamat' Baru Landa India, Miras Hilang
