
Listrik RI Luber, Perlu Dibentuk Tim Negosiasi Listrik Swasta

Jakarta, CNBC Indonesia - Permasalahan kelebihan listrik atau over supply listrik hingga kini masih mendera PT PLN (Persero). Hal tersebut imbas dari prediksi pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai harapan, sementara pembangkit baru terus bermunculan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat bahwa pemerintah perlu turun tangan dalam mengatasi hal tersebut. Salah satunya dengan membentuk tim negosiasi listrik swasta seperti yang sudah dilakukan pada era 1999-2000.
Fabby berharap, terlibatnya pemerintah dalam bernegosiasi dengan perusahaan listrik swasta alias Independent Power Producer (IPP) tidak hanya berkutat pada penundaan jadwal operasi pembangkit. Namun paling tidak dapat melakukan renegosiasi kontrak Take or Pay dengan menurunkan Capacity Factor (CF) pembangkit.
"Negosiasinya di back up pemerintah ,gak hanya menunda pembangkit tapi menurunkan take or pay-nya itu," kata Fabby kepada CNBC Indonesia, Kamis (13/10/2022).
Pasalnya, tidak adil jika PLN harus membayar TOP sebesar 80% Capacity pembangkit. Paling tidak pemerintah dapat bernegosiasi untuk menurunkannya menjadi 60%, mengingat permintaan listrik masih lesu.
"Jadi ini harusnya perhatian Presiden gak hanya ngomong over capacity. Presiden harus bentuk tim ini negosiasi dengan IPP jadi yang dirubah itu klausulnya apalagi sekarang kita mau transisi energi mau kurangi PLTU," kata dia.
Untuk diketahui, PT PLN (Persero) terus melanjutkan berbagai efisiensi di tengah pasokan listrik yang masih berlebih. Beberapa diantaranya seperti penundaan jadwal operasi sejumlah pembangkit listrik dengan perusahaan listrik swasta.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan di tahun 2021 perusahaan sudah berhasil dilakukan renegosiasi untuk dimundurkan jadwal operasinya. Dari hasil renegosiasi itu, penghematan yang didapat PLN mencapai Rp 37 triliun.
Tak hanya berhenti di situ, di tahun 2022, PLN juga kembali melakukan proses renegosiasi kontrak dan berhasil menghemat Rp 10 triliun. Sehingga jika di total jumlahnya dapat mencapai Rp 47 triliun.
"Kami berhasil membukukan pengurangan beban take or pay Rp 37 triliun sampai tahun 2021. Di tahun 2022 kami renegosiasi ulang ditambah lagi kami membukukan lagi pengurangan cost biaya take or pay Rp 10 triliun. Dengan kondisi seperti ini tentu saja kondisi keuangan PLN semakin kuat," ujarnya dalam acara Squawk Box CNBC Indonesia, Senin (15/8/2022).
Selain itu, PLN juga terus berupaya menggenjot konsumsi listrik yang sempat terpukul akibat pandemi Covid-19. Adapun dari upaya yang sudah dilakukan oleh PLN, perusahaan terbukti mampu membukukan pertumbuhan demand.
PLN juga mampu membayar hutang selama 2 tahun ini sebesar Rp 62,5 triliun. Berikutnya PLN juga mampu melakukan efisiensi sehingga biaya Opex dari penurunan pokok pinjaman dan bunga di tahun 2021 sudah turun Rp 7 triliun.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dewan Energi Ungkap Biang Kerok Kelebihan Listrik PLN