
Jangan Heran! Suku Bunga Acuan BI Ngebut Jelang Akhir Tahun

Jakarta, CNBC Indonesia - Suku bunga acuan atau Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) akan ngebut di sisa akhir tahun 2022. Hal ini mengingat kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang masih agresif dan lonjakan inflasi di dalam negeri.
"BI memang harus menaikkan suku bunga acuan, setidaknya ke 5%," ungkap Chatib Basri, Ekonom Senior saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Kamis (6/10/2022)
AS adalah salah satu alasannya. Sebagai respons atas kenaikan laju inflasi, The Fed sudah menaikkan bunga acuan empat kali selama 2022: Mei 0,5%, serta Juni dan Juli masing-masing 0,75%, serta Agustus 0,75%.
Suku bunga acuan (Fed funds rate) saat ini di kisaran 3%-3,25%. Laju inflasi tahunan AS sudah meningkat lebih dari 2% sejak April 2021 dan terus meningkat hingga 9,06% pada Juni 2022. Laju inflasi Juni merupakan yang tertinggi sejak 1981. Namun pada September 2022, inflasi AS turun hingga 8,3%.
Melihat data inflasi di AS tersebut, Chatib bahkan memperkirakan The Federal Reserve saat ini tidak memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga.
"Dia akan masih menaikkan 50 hingga 75 basis point. Bahkan saya tidak akan surprise kalau di akhir tahun itu bisa ke arah pada kisaran 3,1% hingga 3,5%. Bayangkan, kalau itu terjadi, implikasinya US akan masuk resesi," jelas Chatib.
Masalah selanjutnya adalah inflasi. Lepas kenaikan harga BBM, potensi lonjakan inflasi masih tinggi. Penyebabnya, kini produsen masih menahan harga dan tidak dalam waktu terlalu lama beban itu akan diteruskan ke konsumen. Inflasi level produsen kini di atas 9%.
"Karena kalau tidak, harga biaya produksi yang sudah naik, dia kan gak bisa menahan terus," paparnya.
Proyeksi yang sama juga dikemukakan oleh DBS Group Research. BI tidak akan melunak walaupun telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-day repo rate sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 4,25% pada September.
DBS Group Research memperkirakan kenaikan BI rate 75bp (setidak-tidaknya) pada akhir 2022 menjadi 5% dengan risiko peningkatan di luar ekspektasi.
"Ketahanan dalam tren pertumbuhan juga mendorong pembuat kebijakan untuk melakukan tindakan kebijakan agresif dan melakukan hampir semua tindakan tersebut secara dini ketimbang melakukannya secara berangsur-angsur," tulis DBS dalam siaran pers.
(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Suku Bunga Naik atau Turun, Bos Properti Ingatkan Ini ke BI