Begini Cara Indonesia Hadapi Ancaman Resesi, Simak!

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Deputi III Bidang Perekonomian Kepala Staf Kepresidenan, Panutan Sulendrakusuma yang mengungkapkan optimisme pemerintah dalam melawan ancaman resesi. Optimisme ini dibangun oleh 'senjata' ampuh, yaitu kekuatan ekonomi internal, yang dimiliki Indonesia.
Salah satu yang dipaparkan Panutan adalah geliat di sisi manufaktur di dalam negeri dan keyakinan konsumen yang kuat.
Dari industri halal pun masih ada permintaan tinggi dari dalam dan luar negeri. Hal ini menandakan kegiatan produksi di Indonesia sudah mulai jalan lagi.
"Kegiatan produksi sudah mulai jalan. Dukungan perbankan KUR, karena disubsidi pemerintah," jelasnya.
Selain industri dan konsumen, Panutan mengungkapkan posisi neraca perdagangan selama 28 bulan masih surplus turut menopang kekuatan cadangan devisa.
Senjata selanjutnya adalah aktivitas masyarakat yang kembali normal setelah angka Covid melandai. Menurutnya, ekonomi yang jalan ditentukan dari aktivitas masyarakat.
Ekonom Senior INDEF, Aviliani melihat beberapa indikasi yang bisa menempatkan Indonesia di luar zona resesi. Antara lain penguatan pada komponen konsumsi rumah tangga.
"Indonesia dari sisi demand masih sangat bagus, kelihatan kelas menengah dan atas kita konsumsinya masih cukup bagus. Tapi kelihatan dari dampak ekspor dan impor akan terjadi penurunan karena demand dunia turun," papar Aviliani dalam Closing Bell, CNBC Indonesia.
Selain itu, pemerintah telah berupaya menjaga pasokan di domestik dengan mengelontorkan insentif dan kebijakan. "Sehingga walaupun ekonomi dunia mengalami staglasi paling tidak kita (Indonesia) bisa tumbuh 4%," kata Aviliani.
Dia yakin optimisme dari permintaan memiliki daya tahan yang baik, walaupun laju inflasi bisa meningkat hingga 7% tahun ini. "Itu kemungkinan kita akan mengalami penurunan daya beli, tetapi penurunan daya beli relatif di kelas bawah yang memang 17% dari pengeluaran," lanjutnya.
Namun, menurut Aviliani, kelas atas dan kelas menengah tidak akan terpengaruh oleh inflasi.
Aviliani mengemukakan konsumsi 20% kelas atas di Indonesia mencapai 45% dari total konsumsi, sementara kelas menengah sebesar 36%.
"Jadi kalau saya lihat yang penting mereka (kelas atas dan menegah) itu optimis terhadap ekonomi, kalau mereka optimis, mereka akan consume," tegasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Terkini Jepang Terancam Resesi, Ekonomi Kontraksi