Gas Luber, Tapi RI Malah Jor-joran Impor Minyak

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
05 October 2022 14:20
Foto : REUTERS/Lucas Jackson/
Foto: REUTERS/Lucas Jackson/

Bandung, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan jumlah kebutuhan minyak di Indonesia terus meningkat. Sementara, produksi minyak mentah di dalam negeri dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan secara alamiah.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa terdapat gap (selisih) antara produksi dan tingkat konsumsi minyak di dalam negeri. Ia menyadari Indonesia saat ini memang merupakan negara net importir untuk minyak.

Adapun produksi minyak Indonesia saat ini di sekitar 650 ribu barel per hari (bph). Sementara kapasitas kilang yang ada hanya 1 juta bph, artinya sebesar 350 ribu bph masih dipenuhi dari impor.

"Ada beberapa hal yang perlu kita pahami tadi, tetapi memang kondisinya demikian. Kita punya potensi di bidang migas. Tapi minyak kita sudah impor. Kira kira kalau produksi kita 650 ribu barel per hari dan kapasitas kilang 1 juta (bph), berarti kita impor 300-an ribu bph," papar Dwi di Bandung, Selasa (4/10/2022).

Namun demikian, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan cadangan gas yang dimiliki Indonesia. Adapun untuk sumber gas, RI malah justru mempunyai pasokan gas yang melimpah.

Apalagi, Indonesia juga masih memiliki empat proyek gas yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional, di antaranya yaitu Jambaran Tiung Biru (JTB) oleh Pertamina, proyek Train-3 Kilang LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat oleh BP.

Berikutnya, proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) yang dikelola Chevron Indonesia Company. Kemudian, proyek Kilang LNG Abadi Masela yang dikelola oleh Inpex Corporation.

"Dan kalau gas berlebih kita ekspor, apalagi nanti potensi ke depan akan lebih banyak gas," ujarnya.

Seperti diketahui, SKK Migas mencatat realisasi produksi minyak siap jual atau lifting hingga kuartal III 2022 masih belum mencapai target. Beberapa di antaranya karena disebabkan kejadian penghentian produksi yang tidak direncanakan (unplanned shutdown), serta adanya kebocoran pipa karena fasilitas hulu migas yang sudah menua.

Tenaga Ahli Kepala SKK Migas Ngatijan menyampaikan, terdapat tantangan terberat terkait dengan upaya meningkatkan lifting minyak dan gas, serta upaya mencapai target investasi hulu migas di tahun 2022.

Berdasarkan data SKK Migas, realisasi lifting minyak hingga 30 September baru mencapai 610,1 ribu barel per hari (bph) atau baru mencapai 86,8% dari target 703 ribu bph. Sedangkan untuk gas mencapai 5.353 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 92,3% dari target 5.800 MMSCFD.

"Jadi dari awal tahun kita tahu bahwa kemampuan kita pada saat itu untuk mencapai 703 ribu barel itu sangat susah," ucapnya, Senin (3/10/2022).

Meski begitu, SKK Migas sendiri terus berupaya untuk meningkatkan agresivitas dan jumlah kegiatan utama di sektor hulu migas. Adapun hingga September 2022 pengeboran sumur telah mencapai 543 sumur atau 61% dari target yang mencapai 890 sumur pengembangan atau sudah mencapai 113% dibandingkan capaian tahun 2021 yang sebesar 480 sumur pengeboran pengembangan.

Kegiatan workover sudah mencapai 85% dari target dan well service sudah mencapai 76% dari target.

"Dampak dari masifnya pengeboran sumur pengembangan, kegiatan workover dan well service akan meningkatkan produksi migas hingga akhir tahun 2022. Kabar baiknya tentu adalah akan mendukung produksi migas pada level yang lebih optimal di awal tahun 2023," kata Ngatijan.

SKK Migas sebelumnya telah menetapkan target produksi minyak siap jual atau lifting di tahun ini sebesar 640 ribu barel per hari (bph). Angka tersebut setidaknya turun jika dibandingkan target yang ditetapkan pada APBN 2022 yang sebesar 703 ribu bph.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Produksi Minyak RI Makin Anjlok di Semester I 2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular