Harga BBM Jadi Turun Besok? Begini Ramalan Ex Bos Pertamina
Jakarta, CNBC Indonesia - Tanggal 1 setiap bulan biasanya dijadikan momentum untuk badan usaha penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) melakukan penyesuaian harga, bisa naik atau turun tergantung dari sejumlah faktor, terutama harga minyak mentah dunia.
Sejak Agustus 2022 lalu harga minyak mentah dunia menunjukkan penurunan ke bawah level US$ 100 per barel. Bahkan, pada beberapa hari lalu harga minyak sempat menyentuh di bawah US$ 80 per barel, terendah sejak Januari 2022.
Pada perdagangan Jumat (30/09/2022) sore waktu Indonesia bagian Barat, harga minyak jenis Brent berada di kisaran US$ 88 per barel dan light sweet atau West Texas Intermediate berada di kisaran US$ 81 per barel.
Lantas, apa artinya ini kemungkinan besar Pertamina dan badan usaha lainnya akan kembali menurunkan harga jual BBM besok, 1 Oktober 2022, setelah 1 September 2022 lalu juga sudah menurunkan harga BBM non subsidinya?
Ari Soemarno, Direktur Utama Pertamina periode 2006-2009 pun turut membeberkan perkiraannya. Ari memperkirakan akan ada penurunan harga jual BBM Pertamina, khususnya produk non subsidi. Bahkan, menurutnya penurunan harga bisa saja mencapai Rp 2.000 per liter.
Dia beralasan, selain harga minyak mentah dunia turun, harga produk BBM di pasar internasional seperti Mean of Platts Singapore (MOPS) juga telah menunjukkan penurunan.
Harga bensin (gasoline) oktan 95 yang awal September sekitar US$ 100 per barel dan saat ini sekitar US$ 88 per barel, namun untuk future delivery pada Januari 2023 turun lagi menjadi US$ 80 per barel.
Harga Solar atau minyak diesel juga turun meskipun masih relatif tinggi, di mana awal September US$ 130 per barel, sekarang US$ 122 per barel dan untuk future delivery Januari 2023 turun lagi ke US$ 113 per barel.
"Harga BBM di pasar internasional, seperti juga bisa dilihat di harga sesuai MOPS (Singapura) sudah turun dan kecenderungannya terus menurun," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (30/09/2022).
Dia menjelaskan, penurunan harga minyak mentah dan BBM itu adalah karena adanya penurunan permintaan dan pasar melihat permintaan akan turus menurun karena kekhawatiran inflasi dan resesi ekonomi di negara maju akan makin parah.
"Mungkin bisa turun kalau memang tren penurunannya seperti sekarang. Tapi akan juga tergantung dari nilai tukar dolar ke rupiah," ujarnya.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting pun buka suara terkait isu ini. Irto mengatakan, kemungkinan penyesuaian harga BBM non subsidi memang ada. Namun sayangnya, dia enggan menyebutkan secara spesifik apakah penyesuaian ini termasuk harga Pertamax (RON 92).
"Untuk BBM Non Subsidi kemungkinan penyesuaian tentu ada. Ini sudah dibuktikan pada harga Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex pada awal September lalu yang mengalami penurunan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (29/09/2022).
Dia menjelaskan, sebagai Jenis Bahan Bakar Umum (JBU) atau BBM non subsidi yang pengaturan harganya diatur dalam Kepmen ESDM No. 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga jenis bahan bakar umum (JBU), Pertamina selaku badan usaha juga akan mengevaluasi harga jual BBM non subsidinya setiap bulan.
Namun di sisi lain, selain faktor harga minyak mentah, ada faktor lain yang juga menjadi pertimbangan penentuan harga BBM, antara lain nilai tukar (kurs), Mean Of Platts Singapore (MOPS), dan lainnya.
"Karena faktor-faktor tersebut juga menjadi pertimbangan untuk menentukan harga selain harga minyak mentah," tandasnya.
(wia)