Dunia Terancam Resesi Jamaah, Ini Dampak Pahitnya ke RI

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
30 September 2022 12:35
Potret Kampung Bayam yang Terdampak Pembanguan Stadion JIS (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Kinerja penjualan eceran sudah menunjukkan pelemahan. Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), penjualan eceren akan  tumbuh 5,4% (yoy) pada Agustus, lebih rendah dibandingkan Juli yang tercatat 6,2%.


"Naiknya risiko inflasi dan penurunan penjualan ritel meningkatkan kekhawatiran jika dampak inflasi tinggi mulai menekan momentum pertumbuhan," imbuh Enrico.

Suku bunga acuan BI juga sudah naik sejalan dengan tekanan inflasi serta tren peningkatan suku bunga acuan global.

BI secara mengejutkan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,25% pada bulan ini setelah mengerek 25 bps pada Agustus 2022.  Kebijakan moneter yang agresif ini dikhawatirkan akan membuat suku bunga pinjaman bank naik sehingga permintaan kredit bisa melambat dan ekonomi melemah.

Resesi global juga diproyeksi akan membuat harga komoditas melemah. Dibandingkan pada Maret atau perang Rusia-Ukrana baru meletus, sejumlah komoditas telah mengalami penuruna harga yang sangat tajam.

Harga komoditas andalan Indonesia minyak kelapa sawit sudah ambles 24,4% sementara harga tembaga anjlok 18% dalam setahun.  Pengecualian terjadi pada batu bara yang masih melambung karena krisis gas di Eropa.

Melemahnya harga komoditas bisa menekan laju ekspor Indonesia. Ekspor yang melemah tidak hanya akan menekan pertumbuhan tetapi juga mengurangi konsumsi masyarakat yang selama ini menggantungkan pendapatannya ke harga komoditas.

Melambatnya ekonomi China juga bisa berdampak besar kepada ekspor nasional mengingat China adalah negara mitra dagang terbesar Indonesia.

Di pasar keuangan, resesi global bisa memicu keluarnya arus modal asing sehingga rupiah melemah sementara yield Surat Berharga Negara (SBN) akan meningkat.

Dalam sebulan, rupiah sudah melemah 2,7% terhadap dolar AS karena derasnya arus outflow. Berdasarkan data transaksi 19 - 22 September 2022, investor asing mencatatkan jual neto sebesat nonresiden Rp 3,80 triliun di pasar SBN. Jual neto bahkan sudah menembus Rp 148,1 triliun di pasar SBN jika dihiitung sejak awal tahun hingga 22 September 2022.

Sementara itu, yield SBN tenor 10 tahun sudah menyentuh 7,39 pada hari ini, Jumat (30/9/2022) padahal pada akhir Agustus masih di level 7,11%.

Pelemahan rupiah akan membebani perusahaan karena sebagian besar barang modal/bahan baku masih impor. Rupiah yang semakin melemah juga membuat barang impor konsumsi semakin mahal, termasuk kedelai, gandum, handphone, dan netbook.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular