Merinding! Ini Pidato Jokowi, Sri Mulyani & Luhut Soal Resesi
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan kompak membagikan ancaman kondisi ekonomi global yang 'gelap gulita'.
Ketiganya mengungkapkan situasi dunia yang terancam krisis mengerikan dan mengancam pemulihan ekonomi Indonesia. Tiga serangkai ini meminta masyarakat dan semua pihak menyiapkan diri agar tekanan yang dihadapi bisa diantisipasi lebih dini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan bahwa kondisi dunia dalam 'awan gelap' dan badai besar yang akan menghadang pada tahun depan.
"Hati-hati ketidakpastian ini, mengenai ketidakpastian ini, dan tiap hari kita selalu diingatkan dan kalau kita baca baik di media sosial di media cetak, di media online semuanya mengenai resesi global, tahun ini sulit dan tahun depan sekali lagi saya sampaikan akan gelap, dan kita tidak tahu badai besarnya seperti apa sekuat apa tidak bisa dikalkulasi," kata Jokowi saat Pengarahan Presiden kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pangdam dan Kapolda di JCC, Jakarta, dikutip Jumat (30/9/2022).
Dia memaparkan soal krisis di sektor finansial, termasuk krisis mata uang menghantam negara-negara seperti Inggris. Seperti diketahui, Indonesia termasuk negara yang juga mengalami pelemahan rupiah akibat pengetatan likuiditas global.
Di sisi lain, perang Rusia dan Ukraina tidak jelas kapan selesai.
"Apalagi urusan perang di Ukraina lebih sulit lagi dihitung kapan selesainya, referendum yang kemarin dilakukan di 4 wilayah Ukraina, di Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, Kherson makin merumitkan lagi kapan akan selesai dan imbasnya ke ekonomi seperti apa makin rumit," ujar Jokowi.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi mengingatkan momok terbesar saat ini oleh semua negara di dunia, yaitu inflasi.
"Saya sampaikan momok pertama semua negara saat ini inflasi, inflasi semua negara biasanya hanya 1 sekarang 8, lebih dari 10 dan bahkan ada lebih dari 80 persen, ada 5 negara," kata Jokowi saat Pengarahan Presiden kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pangdam dan Kapolda di JCC, Jakarta, Kamis (29/9).
Jokowi berpesan pemerintah pusat dan daerah harus kompak dan harus bersatu dari pusat provinsi kabupaten kota sampai ke bawah dan semua kementerian lembaga.
"Seperti saat kita kemarin menangani Covid, kalau Covid bisa bersama-sama urusan inflasi ini kita harus bersama-sama," katanya.
Jokowi melihat urusan inflasi adalah urusan bank sentral di banyak negara. Cara utama yang dipakai adalah dengan menaikkan interest rate. Alhasil, kredit menjadi landai, uang yang lari ke masyarakat juga melambat. Semua dilakukan harapannya inflasi turun.
"Tapi teori seperti itu sekarang tidak menjamin inflasi turun oleh sebba itu di Indonesia bank sentral dan fiskal harus beringan jadi saya seneng BI dan kemenkeu berjalan beringan dan rukun tanpa intervensi kewenangan BI, tapi yang lebih penting adalah bukan rem uang beredar tapi menyelesaikan di ujungnya yaitu kenaikan barang dan jasa yaitu menjadi tanggung jawab kita semua," katanya.
Saat ini, menurutnya, momok yang harus ditakuti sekarang adalah inflasi dari pangan, bahan makanan, karena hal ini juga kontributor inflasi terbesar sampai Agustus.
"Urusan cabe merah, bawang merah, telor ayam, urusan tomat, urusan tahu, mie instan, tempe dan beras, hati-hati barang-barang ini tolong dilihat betul. Cek harian karena setiap hari saya dapatnya angka-angka seperti ini, enggak pernah sarapan, enggak pernah makan pagi tapi diberi sarapan angka-angka," katanya.
Kemudian, pesan tajam juga datang dari Bendahara Umum Negara. Sri Mulyani Indrawati membagikan tiga ancaman global yang patut diperhitungkan.
Pertama adalah mengenai pandemi covid-19 yang belum sepenuhnya berakhir. Banyak negara kini masih dihadapkan dengan penambahan kasus baru dan terjerat luka memar atau scaring effect pasca pandemi.
"Luka dalam perekonomian yang sangat berbeda sekali dengan luka akibat global financial crisis 2008-2009. Atau kalau untuk Indonesia pengalaman 97-98 yaitu financial crisis di asia tenggara, termasuk di negara kita," kata Sri Mulyani dalam acara UOB Economic Outlook, dikutip Jumat (30/9/2022).
Kedua, perubahan iklim. Dia menegaskan masalah ini bukan akan terjadi di masa depan, melainkan sudah terasa saat sekarang.
"Ini gak bisa climate tunggu sedang konsolidasi fiskal, rakyat lagi kena scaring effect karena pandemi, kamu ke sana dulu ke kutub utara gak juga, dia touch dimana saja. dan kita sudah lihat di semua negara climate change yang tidak ringan," paparnya.
Ketiga adalah perang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sudah bertemu dengan banyak pimpinan dunia, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, tidak dapat memastikan kapan perang akan berakhir.
"Geopolitik tension dari negara-negara yang menguasai ekonomi mayoritas dunia, AS adalah negara terbesar ekonomi, China kedua ekonominya dan Eropa region atau Rusia negara yang tidak kecil. Jadi tensi tinggi perang jelas jadi suatu ketidakpastian," ujarnya.
Keseluruhan persoalan ini, menurut Sri Mulyani, tidak hanya akan berdampak pasar keuangan. Akan tetapi juga menyasar sisi yang dibutuhkan masyarakat umum, seperti energi hingga pangan.
"Ketiga ketidakpastian ini berikan perspektif, bahwa risiko ini is not financial only," tegas Sri Mulyani.
Hal senada disampaikan Menko Luhut dalam kesempatan berbeda. Menko bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa Indonesia saat ini menghadapi tantangan akibat efek domino dari tensi geopolitik yang masih terus memanas dan tidak bisa diprediksi kapan berakhir.
Oleh karena itu, dia mengimbau langkah terus strategis dilakukan untuk memitigasi risiko yang dapat terjadi.
"Dari berbagai laporan yang kami lihat, kondisi geopolitik ini masih sangat berpengaruh dalam beberapa waktu ke depan. Dan tidak bisa dihindari, akan menekan dunia secara global," kata Luhut saat Pertemuan Presiden dengan Kementerian/ Lembaga, Kepala Daerah, BUMN, Pangdam, Kapolda, Kajati Seluruh Indonesia di Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Menurut Luhut, berbagai indikator menunjukkan perekonomian Indonesia masih semakin membaik. Namun, dia mengingatkan harga pangan harus menjadi sorotan.
"Harga pangan strategis masih perlu jadi perhatian pasca-penyesuaian harga BBM," kata Luhut.
Luhut pun memaparkan, perkembangan indeks harga konsumen di bulan Agustus 2022 yang melambat menjadi 4,69% seiring terkendalinya inflasi volatile food.
Menurutnya, hal itu sejalan dengan peningkatan pasokan dari sentra produksi dan kerja keras tim pengendali pusat dan daerah.
Sebelumnya, Luhut juga berbagi pesan soal 'hantu' resesi dunia. Dia bahkan menyebutnya sebagai 'perfect storm' atau badai yang sempurna. Luhut meminta semua pihak kompak menghadapinya.
"Sekali lagi saya imbau tetap rapatkan barisan kita untuk hadapi perfect storm yang sekarang ini sudah mulai terlihat ekonomi dunia terguncang dimana AS akan menaikkan terus suku bunga," kata Luhut.
Dia pun bersyukur tidak ada antrean masyarakat untuk mendapatkan makanan.
"Kita sampai hari ini gak ada yang antre makan. Kalau kita lihat di London sekarang itu banyak market-market yang kosong, jadi kenapa? Mereka gak mau impor dari China. terus selama ini produksi dari China, mereka belum siap," ungkap Luhut.
"Jadi global issue harus kita waspadai dan kita bersyukur dan belum melihat tanda tanda ini."
(haa/haa)