Jreng! Putin-Xi Jinping 4 Mata Hari Ini, Lempar 'Bom' ke AS?
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping akan bertemu Kamis (15/9/2022) ini. Keduanya akan bertatap muka secara langsung, di kota tua Samarkand, kota Uzbekistan.
'Empat mata' dua pemimpin dunia tersebut berlangsung sebelum pertemuan tingkat tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) Jumat. SCO sendiri didirikan di 2021 yang terdiri dari Rusia, China, India, Pakistan, serta negara-negara Asia Tengah bekas Uni Soviet seperti Kazakhstan, Uzbekistan, Kirgistan dan Tajikistan.
Lalu apa saja yang akan diagendakan Putin dan Xi Jinping dalam pertemuan khusus mereka?
Bagi Putin mengutip CNBC International, pertemuan ini adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa Rusia tidak dapat diisolasi secara internasional. Sejak menyerang Ukraina, Februari, Rusia dijatuhi sejumlah sanksi oleh Barat dan sekutu.
Bagi Xi Jinping, ini merupakan perjalanan pertamanya ke luar negeri sejak pandemi Covid-19 mewabah. Itu diyakini jadi momen meningkatkan citra dirinya di dalam negeri, sebagai negarawan global, jelang kongres penting Partai Komunis China di Oktober.
Bagi keduanya, ini juga diyakini menjadi kesempatan "memanasi" Barat, terutama Amerika Serikat (AS). Rusia dan China sama-sama bermasalah dengan AS, seperti Moskow yang terus menerus dikenai sanksi dan Beijing yang panas karena dukungan Paman Sam ke kemerdekaan Taiwan.
"SCO menawarkan alternatif nyata bagi organisasi yang berpusat pada Barat," kata penasihat kebijakan luar negeri Kremlin Yuri Ushakov kepada wartawan.
"Semua anggota SCO berdiri untuk tatanan dunia yang adil ... dengan latar belakang perubahan geopolitik skala besar," tambahnya.
Perlu diketahui, SCO sebenarnya bukan aliansi militer formal seperti NATO atau blok terintegrasi seperti Uni Eropa (UE). Tetapi anggotanya bekerja sama untuk mengatasi masalah keamanan bersama, bekerja sama secara militer dan mempromosikan perdagangan.
Dalam pertemuan kali ini terdapat pula Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Turki Recep Tayyip Erdogan. Meski bukan anggota, keduanya telah menjadi perantara utama dalam kesepakatan antara Rusia dan Ukraina mengenai masalah seperti ekspor biji-bijian Kyiv di tengah perang.
Xi dan Putin terakhir bertemu di Beijing pada awal Februari untuk Olimpiade Musim Dingin. Itu beberapa hari sebelum Putin melancarkan serangan militer di Ukraina.
Putin Butuh Xi Jinping?
Sementara itu mengutip analisis CNN International, Putin mungkin memang tengah membutuhkan Xi Jinping. Sebagaimana diketahui, Rusia tengah mengalami kekalahan di Ukraina.
Ukraina berhasil merebut kembali 6.000 kilometer persegi wilayah di Timur dan Selatan yang dikuasai Rusia. Di dalam negeri, kritik pun tumbuh dari para pendukungnya.
Para ahli mengatakan Putin kemungkinan akan mengandalkan Beijing lebih dari sebelumnya setelah kemundurannya di medan perang ini. Ikatan kuat keduanya akan ditonjolkan ke Barat.
"Rusia bergantung pada China untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ikatan kuat mereka adalah simbol isolasi internasional yang gagal, meskipun ada sanksi Barat yang berat," kata Direktur Institut Austria untuk Kebijakan Eropa dan Keamanan di Wina, Velina Tchakarova.
"Dukungan China membantu Moskow menyebarkan narasi Rusia, seperti menyalahkan sanksi Uni Eropa (UE) atas krisis pangan, menyalahkan NATO atas dimulainya perang," tambahnya.
"Ini menciptakan kesamaan yakni ketidakpuasan dengan Barat yang dipimpin AS dan kasus positif untuk hubungan yang lebih dekat dengan China," tegasnya.
Sebagai informasi, perdagangan antara kedua negara tumbuh selama enam bulan pertama tahun 2022, meskipun perang terjadi. China pekan lalu, bahkan setuju untuk mulai membayar gas Rusia dalam yuan dan rubel, bukan dolar.
Ini mengatasi banyak sanksi yang berlaku pada ekspor energi Rusia. Dukungan ekonomi ini, dikombinasikan dengan menyalahkan NATO dan Barat atas perang tersebut, akan menjadi "kepentingan" pula bagi China.
(sef/sef)