Jokowi Larang PLTU Baru! Ini Jumlah yang Masih Bisa Dibangun

pgr, CNBC Indonesia
Kamis, 15/09/2022 11:45 WIB
Foto: Ilustrasi (Photo by Pixabay from Pexels)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melarang adanya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Larangan itu tertuang dalam aturan terbaru yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Meskipun ada larangan pembangunan PLTU yang baru, pemerintah bukan berarti melarang pengembangan PLTU yang sudah ditetapkan dalam RUPTL PT PLN (Persero) tahun 2021 - 2023.

Porsi PLTU Dalam RUPTL2021 - 2030 itu memang diketahui sudah menciut dibandingkan dengan porsi EBT. Atau porsi PLTU sampai tahun 2030 hanya 3$ yakni hanya 13,8 Giga Watt (GW) dari total pembangkit yang akan dibangun sampai tahun 2030 mencapai 40,6 GW.


Kelak, sesuai target di dalam RUPTL 2021 - 2030 itu, realisasi PLTU batu bara yang ada di Indonesia akan berjumlah sebanyak 99,2 GW. Di mana porsi PLTU mencapai 44,7 GW dan sisanya dipenuhi oleh pembangkit EBT. 

Berdasarkan Perpres 112/2022 yang diterima CNBC Indonesia, pelarangan pembangunan PLTU batu bara yang baru di Indonesia tertuang dalam Pasal 3 Perpres 112/2022 ini. Disebutkan bahwa: (1) Dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, Menteri menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral.

Penyusunan peta jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.

(3) Peta jalan percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pengurangan emisi gas rumah kaca PLTU;
b. strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU; dan

c. keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.

"(4) Pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk: b. PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini; atau b. PLTU yang memenuhi persyaratan," terang ayat 4 Pasal 3 Perpres 112/2022 tersebut.

Adapun PLTU yang memenuhi persyaratan diantaranya:

1. Terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional;

2. Berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% (tiga puluh lima persen) dalam jangka waktu 1O (sepuluh) tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2O2l melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan; dan

3. Beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.

"(5) Dalam upaya meningkatkan proporsi Energi Terbamkan dalam bauran energi listrik, PT PLN (Persero) melakukan percepatan pengakhiran waktu: a. operasi PLTU milik sendiri; dan/atau b. kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL, dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan (suplai) dan permintaan (demand) listrik," tegas ayat 5 Pasal 3.

Adapun. ayat (6) menyebutkan: Dalam hal pelaksanaan percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memerlukan penggantian energi listrik, dapat digantikan dengan pembangkit Energi Terbarukan dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan (supplAl dan permintaan (demand) listrik.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PLTU Bertambah, Energi Terbarukan Tetap Jadi Prioritas