Inflasi Lebih Rendah dari AS, Rakyat China Tetap Was-was

haa, CNBC Indonesia
Rabu, 14/09/2022 21:03 WIB
Foto: Pembeli terlihat di pasar basah saat Chengdu memberlakukan kontrol statis di seluruh kota untuk mengekang wabah COVID-19 baru pada 1 September 2022 di Chengdu, Provinsi Sichuan, China. (VCG via Getty Images/VCG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju inflasi China tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rival besarnya, Amerika Serikat (AS). Indeks Harga Konsumen (IHK) China mencapai level tertinggi dua tahun di bulan Juli dengan kenaikan 2,7% tahunan (year-on-year/yoy).

Kenaikan inflasi ini dipicu oleh meroketnya harga daging babi. Indeks dimoderasi pada bulan Agustus pun menunjukkan bahwa inflasi masih melonjak sekitar 2,5%.


Angka ini membuat was-was warga China. Padahal, jika dibandingkan dengan AS, angka inflsi China jauh di bawah Negeri Paman Sam.

AS baru saja membukukan kenaikan inflasi sebesar 8,3% pada bulan Agustus 2022. Naiknya biaya makanan dan tempat tinggal menjadi pemicu utama inflasi di negara tersebut. Meskipun inflasi lebih rendah dibandingkan di AS, warga China ternyata merasa terhimpit.

Menurut survei yang dilakukan oleh perusahaan konsultan Oliver Wyman, seperti dilansir CNBC Internasional, 83% dari lebih dari 900 responden mengatakan mereka merasakan dampak inflasi pada Juli 2022. Angka ini naik dari 69% pada November 2021.

Sebagai perbandingan, survei Oliver Wyman terhadap lebih dari 1.200 orang Amerika pada bulan Juli menemukan 92% mengatakan mereka merasakan dampak inflasi pada kehidupan sehari-hari, naik dari 79% pada bulan November 2021.

Hasil ini menunjukkan dampak inflasi yang lebih besar di AS daripada di China, meskipun pangsa responden yang terkena dampak melonjak 1 poin persentase lebih banyak di China daripada di AS.

Partner di Oliver Wyman Ben Simpfendorfer mengungkapkan bahwa survei mengukur sentimen dan tidak selalu merupakan proksi untuk indeks harga konsumen.

Dia memperingatkan bahwa tanggapan di China kemungkinan dipengaruhi tidak hanya oleh kenaikan harga aktual tetapi juga lingkungan pertumbuhan yang lebih lambat secara keseluruhan.

"Dibutuhkan kenaikan harga yang lebih kecil untuk meningkatkan kekhawatiran di kalangan rumah tangga jika latar belakang pertumbuhan lebih lemah," ujarnya.

Survei ini juga memperlihatkan bahwa lebih dari separuh responden di China mengatakan bahwa karena kemungkinan resesi, mereka mengurangi pengeluaran untuk makanan dan hiburan, serta beralih ke merek dan layanan yang lebih murah jika memungkinkan.

Sumber Kekhawatiran

Kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi sebenarnya telah meningkat di seluruh dunia.

Meskipun Dana Moneter Internasional pada bulan Juli mengatakan China menjadi salah satu ekonomi besar yang tumbuh lebih cepat di dunia tahun ini, produk domestik bruto (PDB) negara itu berada di jalur yang melambat cukup tajam dari tahun lalu.

Hampir sepertiga responden di China mengatakan mereka khawatir tentang keamanan pekerjaan mereka karena laju inflasi.

Sementara itu, sekitar 20% responden survei khawatir tentang dampak inflasi pada kemampuan mereka untuk membayar sewa atau hipotek dan sekitar 40% risau tentang kemampuan mereka untuk membayar bahan makanan dan barang-barang penting.

Sebagai catatan, pengangguran di kalangan anak muda China berusia 16 hingga 24 tahun telah melonjak hingga hampir 20%, sedangkan orang dewasa yang bekerja di kota sekitar 5,4%.

Lebih lanjut, survei Oliver Wyman menemukan konsumen China mengatakan mereka merasa bahwa harga gas mengalami kenaikan paling mencolok sepanjang tahun hingga Juli, diikuti oleh peralatan dan renovasi rumah.

Ketika ditanya pembelian apa yang mungkin mereka tunda sebagai akibat dari tekanan inflasi, responden paling banyak menyebutkan mobil, diikuti oleh perjalanan liburan.

Potensi penundaan pembelian berisiko menambah permintaan konsumen China yang sedang lesu.

"Kebijakan nol-Covid China adalah kekuatan deflasi utama, yang mendukung produksi tetapi melemahkan permintaan," kata Kepala Ekonom Macquarie Larry Hu dalam laporannya. "Masalah properti adalah kekuatan deflasi besar lainnya," katanya.

Hu menunjukkan bahwa di luar harga makanan dan energi, indeks harga konsumen China sebenarnya hanya naik 0,8% pada Agustus.

"Pesannya cukup jelas bagi pembuat kebijakan China: deflasi, bukan inflasi, adalah risiko utama yang dihadapi China pada tahap ini," pungkasnya.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Beijing Ngamuk, Warga China Direkrut CIA