Proram Pembatasan BBM Suka Mangkrak, Ini Sederet Buktinya

Maesaroh, CNBC Indonesia
14 September 2022 13:50
SPBU Pertamina (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: SPBU Pertamina (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi kemungkinan gagal dilaksanakan tahun ini. Kegagalan tersebut mengulang cerita lama di mana pemerintah tak mampu meneruskan kebijakan pembatasan setelah harga BBM Subsidi naik.

Seperti diketahui, pemerintah semula berencana membatasi pembelian Pertalite dan Solar Subsidi berdasarkan kapasitas mesin di bawah 1400 cc. Pertamina juga hanya akan mengizinkan pembelian Pertalite dan Solar bagi mereka yang sudah terdaftar melalui website MyPertamina.

Rencana pembatasan dilakukan untuk mengerem laju konsumsi Pertalite dan Solar. Namun, pembatasan terhalang oleh revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Sampai saat ini revisi aturan tersebut belum juga selesai.


Sri Mulyani dalam konferensi pers akhir Agustus lalu mengatakan kuota Pertalite dan Solar terancam habis pada September dan Oktober jika harga tidak dinaikkan.

PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha PT Pertamina (Persero), mencatat kuota Pertalite tersisa 3,55 juta Kilo Liter (KL) sampai akhir Agustus 2022 dari yang ditetapkan tahun ini mencapai 23,05 juta KL.

Selain Pertalite, kuota BBM Solar Subsidi juga sekarat, penyaluran Solar Subsidi sudah mencapai 10,9 juta KL dari yang ditetapkan sebesar 14,9 juta KL.

Pemerintah memang akhirnya menaikkan harga BBM Pertalite dan Solar berlaku efektif sejak 2 September 2022. Namun, jika konsumsi terus membengkak, maka subsidi akan terus melonjak.

Sri Mulyani memperkirakan subsidi energi dan kompensasinya bisa melonjak hingga Rp 649 triliun jika harga minyak mentah Indonesia (ICP) di atas US$ 100 per barel.

Upaya pembatasan konsumsi BBM tidak hanya dilakukan tahun ini saja. Pada 2012 dan 2013, pemerintah juga mengeluarkan sejumlah rencana pembatasan. Di antaranya adalah melalui penggunaan teknologi Radio Frequency Identification (RFID), program converter kit, pembatasan dengan uang elektronik, Survey Card, dan Fuel Card.

Namun, sebagian besar gagal atau kurang berdampak karena sejumlah faktor. Di antaranya adalah saling silang kebijakan di antara kementerian, serta persoalan biaya.

Berikut sejumlah program yang pernah dilakukan atau diwacanakan pemerintah untuk membatasi pembelian BBM Subsidi:

1. Teknologi RFID

Pembatasan melalui RFID dilakukan dengan dengan menggunakan database online yang disambungkan dengan SPBU, serta kendaraan dengan menggunakan RFID tag.

Teknologi RFID diujicoba di wilayah Jabodetabek mulai Mei 2014 dengan menggunakan database online yang disambungkan dengan SPBU serta kendaraan dengan menggunakan RFID tag.

Namun, uji coba ini gagal karena ada kendala pada produksi alat kendali, minimnya partisipasi masyarakat, serta terbatasnya petugas SPBU terhadap program RFID. 

Program ini berakhir pada 2016 sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk tidak lagi menanggung subsidi BBM Premium (RON 88) mulai Januari 2015. Penentuan harga Premium mengacu pada fluktuasi harga minyak dunia yang dievaluasi pada periode tertentu.


2. Converter Kit

Program converter kit digalakkan sejak 2012 tetapi masih jalan di tempat pada 2014. Padahal, anggaran yang sudah dilakokasikan pada 2012 dan 2013 masing-masing sebesar Rp 250 miliar dan pada 2014 mencapai Rp 3 triliun.

Program sempat jalan di tempat karena macetnya pengadaan converter kit menyusul perselisihan antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian terkait pengadaan.

Program converter kit dilakukan dengan membagikan alat converter yang mengubah mesin berbahan BBM menjadi bahan bakar gas (BBG). Alat tersebut sudah dibagikan kepada  nelayan ataupun petani.

Program converter kit saat ini masih berjalan. Targetnya bukan hanya konversi gas, tetapi juga konversi BBM ke listrik.

3. Survey Card

Pemerintah  memperkenalkan Survey Card di Kota Batam, Tarakan, Bintan dan Pangkal Pinang untuk membatasi penjualan solar bersubsidi pada 2014.
Mereka yang hendak membeli Solar subsidi harus mendaftarkan kendaraannya. Pembelian dibatasi kuotanya per hari dan per bulan.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam Kajian Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM yang Lebih Tepat Sasaran program tersebut mampu menekan konsumsi solar bersubsidi serta sebaliknya meningkatkan penjualan solar non bersubsidi. Program tersebut juga dinilai mampu menghilangkan mobil pelangsir.

Terdapat juga penghematan biaya subsidi Bio Solar sebesar 151 Kilo Liter per hari atau sebesar Rp 330 milyar per tahun. Kelemahan kartu ini adalah masih menggunakan kertas karton sehingga mudah rusak.

4. Fuel Card

Fuel Card diperkenalkan di Batam untuk membatasi solar bersubsidi pada November 2014. Berbeda dengan Survey card, Fuel Card menggandeng pihak BUMN Bank Rakyat Indonesia. Sama dengan Survey Card, Fuel Card juga mewajibkan pemilik mendaftarkan kendaraannya terlebih dahulu. Kartu ini memiliki kelebihan yaitu bisa  digunakan sebagai alat pembayaran.
Namun, kartu ini memiliki sejumlah kekurangan seperti kendala top up serta double-checking settlement yang kerap merepotkan petugas SPBU.

Pertamina bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Bank BRI  apda akhir 2014 juga meluncurkan Fuel Card untuk penyaluran solar bersubsidi nelayan Cilincing, Jakarta Utara.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular