Internasional

'Malapetaka' di Eropa Makin Nyata, Ini Bukti Barunya

News - Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
05 September 2022 19:00
FILE PHOTO: The logo of the Nord Stream 2 gas pipeline project is seen on a pipe at the Chelyabinsk pipe rolling plant in Chelyabinsk, Russia, February 26, 2020. REUTERS/Maxim Shemetov/File Photo Foto: REUTERS/Maxim Shemetov

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman "malapetaka" di Eropa semakin nyata. Bukan cuma kekeringan, kini kekhawatiran akan krisis energi makin menjadi.

Hal tersebut akibat langkah raksasa energi Rusia Gazprom yang menghentikan aliran gas ke Benua Biru. Dalam keterangannya akhir pekan, Gazprom memutuskan untuk menutup lebih lama lagi pipa Nord Stream 1, yang mengalirkan gas menuju Jerman via Laut Baltik, dari rencana awal hingga Sabtu lalu.

Dikatakan dalam sebuah posting media sosial bahwa perusahaan telah mengidentifikasi 'kerusakan' turbin. Perusahaan menambahkan bahwa pipa tidak akan berfungsi kecuali jika 'permasalahan itu dihilangkan'.

"Sehubungan dengan ini, perlu untuk mengambil tindakan yang tepat dan menangguhkan operasi lebih lanjut dari unit kompresor gas sehubungan dengan pelanggaran (keselamatan) yang teridentifikasi," kata Gazprom dikutip CBC.ca, Senin (5/9/2022).

Hal ini sontak mengerek harga gas alam di Benua Biru. Harga gas patokan di Eropa melonjak setinggi 272 euro per megawatt hour (MWh) setelah adanya pengumuman ini.

Selain itu, mengutip Reuters, kontrak gas TTF Belanda untuk Oktober naik 23% hari ini. Bila dibandingkan tahun lalu, angka ini 400% lebih tinggi.

Beberapa negara Eropa sendiri menuduh bahwa langkah Gazprom ini bukanlah didasarkan pada situasi teknis melainkan sebagai manuver politik Moskow untuk menekan Benua Biru. Pasalnya, Uni Eropa (UE) telah menjatuhkan deretan sanksi ekonomi akibat langkah Rusia menyerang Ukraina.

Bahkan, akibat serangan Moskow itu, Eropa telah mencari pasokan tambahan untuk menghindari pembelian gas dari Rusia. Salah satunya adalah membeli gas alam cair (LNG) yang diangkut dengan kapal dan melalui pipa dari Norwegia dan Azerbaijan. 

"Kami berharap Rusia menghormati kontrak yang mereka miliki, tetapi bahkan jika persenjataan energi akan berlanjut atau akan meningkat sebagai tanggapan atas keputusan kami, saya pikir Uni Eropa siap untuk bereaksi," kata Komisaris Ekonomi UE Paolo Gentiloni, kepada CNBC International.

"Tentu saja, kami harus menghemat energi, kami harus berbagi energi, kami memiliki tingkat penyimpanan yang tinggi dan kami tidak takut dengan keputusan Putin," imbuhnya.

Sementara itu, analis kebijakan energi di di think tank Bruegel di Brussels, Simone Tagliapietra, mengatakan Eropa harus bersiap untuk mengurangi konsumsi gas. Ia merasa bahwa penuhnya penyimpanan gas tidak akan cukup untuk menghadapi musim dingin yang akan datang sebentar lagi.

"Gangguan terus-menerus dari Gazprom berarti bahwa musim dingin dengan nol gas Rusia adalah skenario utama untuk Eropa," katanya.

"Hanya ada satu cara untuk mempersiapkannya. (Yakni) mengurangi permintaan gas dan listrik," tegasnya lagi.

Sebelumnya, keputusan Gazprom datang beberapa jam setelah kekuatan ekonomi Kelompok Tujuh (G7) menyetujui rencana untuk mengenakan batasan harga pada minyak Rusia. Ini menjadi upaya terbaru kawasan mengekang pendapatan minyak Moskow.

Adapun, penghentian semua pasokan gas Rusia menempatkan UE di posisi yang rentan saat menuju musim gugur dan musim dingin. Baru-baru ini, blok tersebut telah meminta semua anggota untuk secara sukarela mengurangi konsumsi gas masing-masing sebesar 15% pada musim gugur dan selama bulan-bulan musim dingin dalam upaya untuk menambah pasokan.

Artikel Selanjutnya

Krisis Energi Eropa Makin Ngeri, 5 Negara "Teriak"


(sef/sef)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading