Internasional

Inflasi di Turki Bikin Takut Bank-Bank Arab, Kenapa?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Jumat, 02/09/2022 15:35 WIB
Foto: Bendera Turki (Pexels)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank-bank yang berhubungan dengan Turki diprediksi akan mengalami pukulan pada 2023 mendatang. Hal itu diungkapkan lembaga pemeringkat Fitch dalam laporan terbarunya.

Laporan Fitch mengatakan bank-bank di Dewan Kerjasama Teluk (GCC), yaitu Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), dengan anak perusahaan Turki harus mengadopsi pelaporan hiperinflasi pada paruh pertama tahun 2022, bersamaan dengan inflasi kumulatif di Turki selama tiga tahun terakhir yang telah menembus 100%.

Fitch menghitung bahwa bank-bank GCC dengan anak perusahaan Turki membukukan kerugian bersih sekitar US$ 950 juta pada semester pertama tahun ini.


Di antara yang paling terpukul adalah Emirates NBD, bank andalan Dubai, dan Kuwait Finance House, bank terbesar kedua di Kuwait. Eksposur Turki untuk Kuwait Finance House dan Emirates NBD masing-masing adalah 28% dan 16% dari aset mereka. Qatar National Bank juga termasuk di antara mereka yang terkena dampak.

"Fitch selalu memandang eksposur Turki bank GCC sebagai kredit-negatif," tulis perusahaan pemeringkat itu, melansir CNBC International, Jumat (2/9/2022). "Eksposur Turki adalah risiko bagi posisi modal bank GCC karena kerugian translasi mata uang dari depresiasi lira."

Pada pertengahan Agustus, Turki mengejutkan pasar dengan menurunkan suku bunga utamanya sebesar 100 basis poin, dari 14% menjadi 13%, meskipun inflasi hampir 80%, tertinggi dalam 24 tahun. Dengan sedikit solusi untuk kesengsaraan lira yang terlihat, bank-bank dengan eksposur Turki akan menghadapi lebih banyak masalah, kata para analis.

"Kami menghitung bahwa kerugian translasi mata uang agregat bank-bank GCC melalui 'penghasilan komprehensif lainnya' adalah US$ 6,3 miliar pada 2018-2021, terutama karena depresiasi lira," tulis Fitch, menambahkan bahwa total laba bersih anak perusahaan bank di Turki hanya lebih dari setengah jumlah itu di US$ 3,3 miliar.

"Kami memperkirakan kerugian mata uang akan tetap tinggi hingga setidaknya 2024 karena depresiasi lira lebih lanjut," tulis agensi tersebut.

Namun, Fitch tidak melihat dirinya harus menurunkan peringkat kelayakan bank-bank GCC yang memiliki anak perusahaan Turki. "Bank-bank tersebut memiliki kapasitas penyerapan kerugian yang baik," katanya.

"Bank-bank GCC akan bersedia dan mampu memberikan anak perusahaan Turki mereka dengan dukungan keuangan, jika diperlukan, dan ini tercermin dalam peringkat anak perusahaan," tulis Fitch, menambahkan bahwa prospek eksposur mereka tetap kredit negatif khususnya karena meningkatnya risiko intervensi pemerintah di bank-bank Turki.

Sebelumnya, bank-bank dengan eksposur ke Turki telah menghadapi kerugian sejak mata uang Lira mulai terdepresiasi secara tajam pada tahun 2018.

Lira sendiri telah kehilangan 26% nilainya terhadap dolar tahun ini, membuat impor dan pembelian barang-barang kebutuhan pokok jauh lebih menantang bagi 84 juta penduduk Turki.

Penurunan Lira dimulai ketika ekonomi Turki tumbuh pesat tetapi bank sentralnya menolak menaikkan suku bunga untuk mendinginkan kenaikan inflasi. Akibatnya hal-hal seperti defisit transaksi berjalan yang memburuk, menyusutnya cadangan devisa dan meningkatnya biaya energi, ditambah pertengkaran sesekali dengan Amerika Serikat (AS) yang hampir mengakibatkan sanksi terhadap Turki, menekan mata uang lebih lanjut.


(tfa/luc)