Rupiah Jadi Satu-satunya Kurs yang Melemah, Kenapa Nih?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
02 September 2022 11:20
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah tak berdaya terhadap dolar Amerika Serikat (AS), hingga di pertengahan perdagangan Jumat (02/9/2022). Artinya, Mata Uang Garuda telah terkoreksi selama tiga hari beruntun. Padahal, mayoritas mata uang di Asia menguat terhadap si greenback.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,07% ke 14.890/US$. Sayangnya, rupiah kembali melemah lebih tajam 0,1% ke Rp 14.895/US$ pada pukul 11:00 WIB.

Indeks dolar AS yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, telah menguat sebanyak 0,68% di sepanjang pekan ini dan kembali menyentuh rekor tertinggi sejak dua dekade pada Kamis (1/9) di 109,69 sejak Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell memberikan komentar yang hawkish di Jackson Hole pada Jumat (26/8).

Namun, pada pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS terkoreksi 0,13% ke posisi 109,55. Meski begitu dolar AS masih berada dekat dengan rekor tertingginya.

Pergerakan dolar AS masih ditopang oleh meningkatnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Pada Kamis (01/9), yield obligasi tenor 2 tahun yang sensitif terhadap kenaikan suku bunga acuan, menguat ke 3,551% dan menyentuh posisi tertingginya sejak 15 tahun. Sedangkan yield obligasi tenor 10 tahun berada di 3,297% dan menjadi posisi tertingginya sejak 2,5 tahun.

Hal tersebut kembali mengindikasikan adanya kurva yang terbalik antara yield obligasi tenor jangka panjang dengan jangka pendek. Sejatinya, kurva yield obligasi yang terbalik mengindikasikan potensi terjadinya resesi pada 6 hingga 12 bulan mendatang.

Ketika situasi perekonomian dunia tidak pasti, tentunya akan meningkatkan permintaan akan mata uang safe haven yang kaya akan nilai lindung, seperti dolar AS. Selain itu, pergerakan dolar AS juga ditopang oleh potensi kenaikan suku bunga acuan lanjutan oleh The Fed pada 21-22 September 2022.

Mengacu pada alat ukur FedWatch, sebanyak 75% analis memprediksikan adanya kenaikan suku bunga acuan sebanyak 75 basis poin (bps) pada bulan ini dan akan mengirim tingkat suku bunga The Fed ke kisaran 3%-3,25%. Sedangkan, 25% analis memproyeksikan kenaikan hanya 50 bps dengan tingkat suku bunga di kisaran 2,75%-3%.

Sementara itu, mayoritas mata uang di Asia berhasil menguat terhadap si greenback, di mana dolar Taiwan menguat 0,1% terhadap dolar AS. Kemudian disusul oleh yuan China yang terapresiasi 0,07% di hadapan dolar AS.

Namun, baht Thailand menjadi kinerja mata uang terburuk di Asia, terkoreksi 0,16% dan disusul oleh rupiah melemah 0,1% terhadap dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular