
Kontraktor RI Kini 'Berdarah-darah', Kena Sial Putin-Zelensky

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontraktor RI tengah menghadapi tekanan akibat efek domino perang Rusia-Ukraina. Yang memicu lonjakan harga-harga komoditas, termasuk barang material konstruksi.
Akibatnya, kontraktor pun terancam tidak bisa melanjutkan proyek yang sudah terlanjut ditandatangani. Pasalnya, kontrak-kontrak tersebut masih mencantumkan harga yang lama.
Hal tersebut dibenarkan oleh Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hedy Rahadian. Menurut Hedy, ada beberapa masalah dalam pembangunan infrastruktur jalan pemerintah. Di mana lonjakan harga aspal dan BBM (solar industri) membuat kontraktor melakukan pemutusan kontrak.
Bahkan ada kontrak pekerjaan yang baru ditetapkan, tapi karena prosesnya lama kontraktor enggan menandatangani kontrak. Sebab, harga jasa konstruksi yang tertera masih dari harga lama.
"Jadi ini sudah banyak kontrak yang diputus dan kemudian juga lainnya melambat. Karena proses lelang lama, jadi harga lama. waktu mau tanda tangan kontrak, kontraktor keberatan untuk tanda tangan," katanya saat rapat dengan Komisi V DPR, dikutip Jumat (2/9/2022).
Kementerian PUPR, lanjutnya, telah mengusulkan penyesuaian harga kontrak dan sudah dirapatkan bersama Menko Perekonomian. Namun masih menunggu dibahas dalam rapat terbatas (ratas) kabinet bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Harga sudah dirapatkan di Menko, pada prinsipnya setuju dan kami masih menunggu masalah ini dinaikkan ke ratas. Jadi kami agak kesulitan mendorong penyedia jasa konstruksi di lapangan," katanya.
Di sisi lain, dia menegaskan, penyesuaian harga tidak akan menyebabkan tambahan anggaran Kementerian PUPR di APBN. Namun, akan mengoptimalkan anggaran dari sisa lelang dan kegiatan yang dibatalkan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Andi Rukman Karumpa mengatakan, perang Rusia dan Ukraina memicu efek domino dan membuat harga material bangunan melambung. Seperti baja, semen, aluminium yang naik 51%. Sementara untuk BBM seperti solar industri bahkan sudah naik 156% di wilayah Indonesia bagian timur.
Pengusaha jasa konstruksi, katanya, berharap ada eskalasi harga atau kenaikan harga komponen material lainnya pada kontrak. Karena hal ini bisa berpengaruh pada kualitas konstruksi yang dilakukan.
"Akhir tahun 2022 kalau tidak ada eskalasi harga ini kontraktor pasti akan berhubungan dengan hukum, mereka mengabaikan spesifikasi. Pengusaha ingin untung dengan kondisi harga seperti ini pasti mereka nurunin spesifikasinya atau kurangi volume," katanya dikutip Jumat, (2/9/2022).
"Berapa penyesuaiannya? Kita sesuaikan dengan perhitungan pemerintah saja. Untuk kontrak ke depan teman yang mengawal sudah memperhitungkan harga BBM dan rantai pasok. Temen-temen juga harus hati-hati kalau kontraknya gede, tiba-tiba terjadi kenaikan harga melambung kita juga yang kena," pungkasnya.
(dce/dce) Next Article Pemerintah Segera Mulai Pembayaran Lahan Tol 'Atlantis'
