
Harga Minyak Diramal Bisa Melejit di Atas US$ 100/Barel Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov mengatakan harga minyak mentah global diprediksi masih akan berada di atas level US$ 100 per barel. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor.
Salah satunya yakni adanya ketegangan China dan Taiwan yang menambah daftar kekhawatiran dunia akan pasokan minyak mentah. Sehingga ia menilai penurunan harga minyak mentah pada hari ini bersifat sementara.
"Pertama geopolitik China dan Taiwan ternyata lagi meningkat karena kemarin pesawat Drone China ditembak oleh pemerintah Taiwan dan itu menyulut tensi geopolitik global jadi belum jamin harga minyak mentah akan turun. Masih ada risiko harga minyak mentah tinggi di atas US$ 100 per barel ," ujar Abra kepada CNBC Indonesia, Kamis (1/9/2022).
Selain itu, kebutuhan minyak terutama dari negara negara yang terdampak perang Rusia-Ukraina juga masih cukup tinggi. Apalagi kebutuhan suplai gas dan juga dari energi baru terbarukan (EBT) di Eropa terkendala.
Adapun, berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (1/9/2022) pukul 14.34 WIB, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman November 2022 turun 2,84% ke level US$ 96,49 per barel. Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Oktober 2022 turun 0,92% ke level US$ 88,73 per barel.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga memprediksi harga minyak mentah dunia masih akan bertengger di level US$ 100 per barel. Hal tersebut seiring dengan perang Rusia dan Ukraina yang tidak dapat diketahui kapan berakhir.
Ditambah lagi, kebijakan Amerika Serikat yang memangkas cadangan minyak strategisnya sebesar 3 juta barel. Kebijakan ini tentunya akan membuat harga minyak akan semakin melambung hingga beberapa waktu ke depan.
Padahal, menurut Luhut, kenaikan harga minyak di atas US$ 100 per barel akan menjadi masalah tersendiri bagi seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Pasalnya, harga minyak akan mendorong meningkatnya gap harga keekonomian penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite maupun Solar yang masih disubsidi pemerintah.
"Harga minyak ini pun masih akan berfluktuasi di atas US$ 100 per barel dan itu akan berat buat kita, bukan hanya kita saja seluruh dunia akan mengalami," kata Luhut dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Selasa (30/8/2022).
Luhut sendiri menyadari subsidi energi telah membengkak hingga menjadi Rp 502 triliun. Oleh sebab itu diperlukan berbagai upaya agar anggaran subsidi bisa dikurangi, atau paling tidak dapat dialihkan untuk kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat.
Misalnya dengan menggenjot pengembangan mobil listrik, sepeda motor listrik, bus listrik, pemanfaatan biodiesel B40 yang secara signifikan dapat mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.
Selain itu, Luhut juga mengingatkan agar sektor logistik dapat menjadi perhatian bersama. Terutama seiring dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Pasalnya, sektor logistik sudah pasti terkena dampak kenaikan inflasi dan BBM.
"Dampak kenaikan harga BBM kepada inflasi setiap kenaikan harga Rp 500 per liter. Saya minta Pemda, TNI Polri bisa sama-sama bekerja seperti kita menangani covid kemarin itu. Pemerintah telah menyiapkan bantuan antisipasi kalau ada kenaikan harga BBM seperti semua jalan dan dana nya ada. Semua ini akan dipersiapkan sehingga inflasi kita jaga 11,4 % dari pangan itu bisa kita turunkan," ujarnya.
(pgr/pgr) Next Article Sampai Kapan Biang Kerok Kenaikan Pertamax Ini Turun?
