Terungkap! Harga BBM Naik, Konsumsi Cuma Turun Dikit

Maesaroh, CNBC Indonesia
30 August 2022 12:29
Suasana antrean pengisian BBM di SPBU Pertamina di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (29/8/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Suasana antrean pengisian BBM di SPBU Pertamina di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (29/8/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menaikkan harga BBM subsidi, termasuk Pertalite dan Solar. Kenaikan harga tersebut diharapkan bisa memangkas beban APBN melalui pengurangan konsumsi BBM subsidi.

Data menunjukkan kenaikan harga BBM memang mampu mengendalikan konsumsi meskipun hanya sementara dan dalam jumlah yang kecil. Sepanjang 2005-2022, pemerintah telah menaikkan harga BBM sebanyak lima kali yaitu dua kali pada 2005, dan sekali pada 2008, 2013, dan 2014.

Pada tahun 2005, harga BBM dinaikkan sebanyak dua kali. Pada Maret 2005, BBM jenis Premium dinaikkan harganya menjadi Rp 2.400 per liter dari Rp 1.810 per liter.

Pada periode tersebut Premium merupakan BBM yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia. Harga Premium dinaikkan 32,6% dari Rp 1.810 menjadi Rp 2.400 per liter.

Merujuk pada data Kementerian Keuangan, konsumsi Premium turun dari 1,51 juta kilo liter (KL) pada Maret 2005 menjadi Rp 1,49 juta KL pada April 2005.

Pemerintah kembali menaikkan harga BBM pada Oktober 2005. BBM jenis Premium dinaikkan harganya dari Rp 2.400 menjadi Rp 4.500 per liter. Konsumsi Premium juga turun setelah pengumuman kenaikan harga pada Oktober 2005. Konsumsi Premium pada November tercatat sebanyak 1,38 juta KL dari 1,51 juta KL pada Oktober.

Secara keseluruhan, konsumsi Premium pada 2005 menyentuh 17,13 juta KL. Konsumsi tersebut menurun tipis pada tahun 2006 menjadi 16,43 juta KL. Namun, konsumsi komoditas tersebut kembali naik menjadi 17,48 juta KL pada 2007.

Pada 24 Mei 2008, pemerintah menaikkan harga sebesar Rp 2.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter. Sebulan setelah pengumuman, konsumsi BBM Premium pada Juni menurun menjadi 1,55 juta KL dari 1,64 juta KL pada Mei.

Namun, penurunan konsumsi hanya sesaat karena konsumsinya justru melonjak tajam pada Juli menjadi 1,72 juta KL. Secara keseluruhan, konsumsi Premium pada 2008 mencapai 19,70 juta KL, lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2007 yakni 17,48 juta KL.


Pada 22 Juni 2013, pemerintah menaikkan harga premium sebesar Rp2.000 per liter dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 6.500 per liter, dan harga solar sebesar Rp1.000 per liter dari Rp4.500 menjadi Rp5.500 per liter.

Konsumsi Premium pada 2013 mencapai 29,50 juta KL, naik 3,65% dibandingkan 2012. Kenaikan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan konsumsi Premium pada 2012 yakni 11,5% atau tahun di mana tidak ada kenaikan harga BBM.

Pada 2014, Presiden Joko Widodo yang baru sebulan memimpin Indonesia langsung menaikkan harga BBM, termasuk Premium. Harga Premium naik signifikan dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500.

Kenaikan harga juga turut mengerem konsumsi BBM Premium. Pada 2014, pertumbuhan konsumsi hanya 0,72%.

Jokowi juga mengumumkan kebijakan baru yakni per 1 Januari 2015, pemerintah menetapkan harga BBM sesuai fluktuasi harga minyak dunia. Pada tahun tersebut, pemerintah juga memperkenalkan jenis BBM baru yakni Pertalite (RON 90).

Penjualan premium terus turun sejak 2014 karena banyak masyarakat yang beralih ke Pertalite.

Kajian Ekonomi & Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) berjudul Pengaruh Penyesuaian Harga Jual Bahan Bakar Minyak (BBM) Tehadap Konsumsi BBM dan Inflasi menjelaskan setiap kenaikan harga jual premium sebesar 10% pada 2013 maka secara rata-rata konsumsi premium akan turun sekitar 2,99 % yaitu dari 21.574 ribu KL menjadi 20.927 ribu KL atau menurun sebesar 647 ribu KL.

Penurunan terjadi karena beralihnya penggunaan premium ke BBM jenis lain yang sejenis (substitusi), harga lebih mahal menyebabkan konsumen lebih berhemat, dan berkurangnya penyelewengan dan penyelundupan karena berkurangnya insentif bagi oknum yang terlibat.

Begitu juga sebaliknya dengan solar. Kenaikan harga Solar membuat konsumsinya turun karena beralihnya penggunaan solar ke BBM jenis lain yang sejenis (substitusi) dan harga lebih mahal menyebabkan konsumen lebih berhemat.

Kenaikan harga Solar juga dapat mengurangi penyelewengan penggunaan solar subsidi oleh sektor perkebunan, sektor pertambangan, atau sektor industri, karena disparitas harga solar subsidi dan pertamina dex (solar nonsubsidi) semakin kecil.

Harga BBM kembali menjadi perbincangan nasional menyusul rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM ataupun membatasi konsumsinya. Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Jumat pekan lalu mengatakan kuota Pertalite sebesar 23,05 juta Kl dan Solar sebanyak 15,1 juta KL akan habis pada Oktober jika tidak dilakukan pembatasan.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan menaikkan harga BBM menjadi cara yang paling masuk akal untuk membatasi konsumsi. Logisnya konsumen akan mengurangi konsumsi BBM subsidi jika harganya dinaikkan.

"Konsumen realistis. Kalau harus hemat ya pasti akan berhemat. Yang biasa kemana-mana naik mobil mungkin akan kurangi penggunaannya. Memang akan sangat tergantung pada level kenaikannya tetapi logisnya konsumsi akan turun," tutur Komaidi kepada CNBC Indonesia.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan pemerintah bisa melakukan sejumlah upaya untuk membatasi konsumsi Pertalite dan Solar. Namun, upaya tersebut tidak akan mudah.

"Pemerintah mulai bisa membatasi siapa yang boleh beli BBM subsidi atau meminta Pertamina kalau kuota habis ya BBM jenis subsidi tidak dijual dan hanya menjual BBM non-subsidi," tutur Fabby, kepada CNBC Indonesia.

Upaya lainnya adalah dengan membatasi kendaraan mana saja yang boleh membeli BBM subsidi atau membatasi kuota pembelian per hari. Dalam catatan CNBC, pemerintah beberapa kali mengeluarkan rencana kebijakan untuk menurunkan konsumsi BBM. Namun, beberapa rencana tersebut jalan di tempat.

Pada tahun 2013, misalnya, pemerintah merencanakan sejumlah program untuk menekan konsumsi di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia dan lonjakan konsumsi BBM.

Rencana tersebut di antaranya penggalakan pemakaian converter kit sebanyak 2000 konverter kit untuk kendaraan TNI dan pemerintah serta penggunaan teknologi RFID (radio frequency identification).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular