Slow But Sure Mr Putin, Ekonomi Rusia Bakal Merana
Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia masih terus melancarkan serangannya ke wilayah Ukraina. Negeri Beruang Merah itu masih meluncurkan serangan meski sudah diberondong ribuan sanksi ekonomi dari negara-negara Barat akibat keputusannya menyerang tetangganya itu.
Enam bulan pasca serangan pertama ke Ukraina, ekonomi Rusia dilaporkan lebih tangguh dari yang diperkirakan. Hal ini berkat sektor energi yang mampu menyelamatkan perekonomian yang dibelenggu sanksi.
"Saya mengemudi melalui Moskow dan kemacetan lalu lintas yang sama terjadi seperti sebelumnya," kata menteri ekonomi Rusia pada awal 1990-an, Andrey Nechaev, kepada CNN International, dikutip Selasa (30/8/2022).
Saat terkena sanksi Barat, Rusia sendiri mendapatkan pembeli baru yakni China dan India. Ini kemudian menyelamatkan neraca perdagangan negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu.
Namun Nechaev dan analis lain mengatakan ekonomi Rusia mulai menurun. Kemungkinan menghadapi periode stagnasi yang berkepanjangan sebagai konsekuensi dari sanksi ini
"Saat ini, penurunan ekonomi sudah dimulai," paparnya.
Menurut Nechaev, penurunan ini terlihat dari krisis biaya hidup yang mulai dialami negara itu. Ia bahkan menyebut perekonomian saat ini telah mundur selama 10 tahun.
"Dalam hal standar hidup, jika Anda mengukurnya dengan pendapatan riil, kita telah mundur sekitar 10 tahun," pungkasnya lagi.
Ia juga menyebut perekonomian Rusia yang ditopang sektor energi akan bertahan bila Moskow mampu memberikan harga terbaik bagi para calon pembeli baru.
"Diskon 30% dari $120 per barel adalah satu hal. Diskon dari $70 adalah masalah lain."
Hal yang sama juga diutarakan analis konsultan komoditas Kpler, Houmayoun Falakshali. Ia mengatakan meski banyak minyak Rusia yang lari ke Asia, pihaknya masih meragukan apakah negara-negara Asia memiliki permintaan cukup tinggi untuk menyerap semuanya.
"China tidak dapat membeli lebih banyak minyak Rusia daripada yang sudah ada, karena permintaan domestik yang melambat, dan karena tidak membutuhkan lebih banyak jenis minyak spesifik yang diekspor Rusia," ujarnya.
Sementara itu, di sisi lain, Reuters memuat bagaimana beberapa warga Rusia mulai mengeluhkan kenaikan harga dan kelangkaan barang.
Angka resmi menunjukkan harga konsumen telah naik 10,7% sepanjang tahun ini, dibandingkan dengan kenaikan 4,7% pada periode yang sama tahun 2021.
Menurut layanan statistik Rosstat, harga pembalut wanita telah meningkat 41% tahun ini. Harga untuk mobil buatan luar negeri naik 39% sementara harga kertas toilet naik 27%.
Pricing.day, proyek online yang melacak harga barang-barang konsumen, memperingatkan standar hidup warga Rusia bisa turun lebih jauh ke depan. Meski masih banyak orang Rusia belum merasakannya, kajian itu mengatakan kelangkaan "sedang dalam perjalanan".
(sef/sef)