
Poros Moskow-Beijing Mesra, Jakarta Perlu Merapat?

Kini, perang datang lagi. Skalanya tidak sebesar Perang Dunia II, tetapi tetap menimbulkan duka.
Pada 24 Februari 2022, Rusia mengumumkan serangan ke Ukraina. Serangan yang disebut Presiden Vladimir Putin sebagai operasi militer khusus, tetapi diklaim sebagai invasi oleh AS dan sekutunya.
Akibat serangan ke Rusia, AS dan sekutunya menjatuhkan sanksi kepada Rusia, termasuk sanksi ekonomi. Misalnya, AS dan Uni Eropa melarang impor minyak asal Rusia.
Namun bukan berarti Rusia kehilangan konsumen. China, saudara seperjuangan Rusia pada era Soviet, kembali menjadi mitra strategis.
Saat minyak Rusia 'haram' masuk AS dan negara-negara Uni Eropa, China adalah pasar yang sangat menjanjikan. China pun tidak keberatan membeli minyak Rusia dengan mata uang rubel, karena harganya lebih murah dari harga pasar. China kini menjadi pembeli minyak terbesar buat Rusia, menggeser posisi yang sebelumnya ditempati Uni Eropa.
![]() |
Mengutip catatan Refinitiv, rata-rata ekspor minyak dari Rusia menuju China pada Januari-Juli 2022 adalah 3.389 kilo ton/bulan. Pada periode yang sama tahun lalu, rata-ratanya adalah 2.212,21 kilo ton/bulan. Artinya, ada lonjakan 53,19%.
"Ekspor minyak Rusia rata-rata 3,36 juta barel/hari pada 1-16 Agustus 2022. Ini menjadi bulan kelima secara beruntun ekspor minyak Rusia berada di atas rata-rata sebelum perang," sebut laporan S&P Global.
Sementara ekspor produk minyak dari Rusia rata-rata adalah 2,75 barel/hari. Ini adalah yang tertinggi sejak serangan ke Ukraina 24 Februari lalu.
(aji/aji)