Hati-Hati! China Kini Jadi Masalah Besar Bagi Indonesia

hadijah, CNBC Indonesia
23 August 2022 07:05
NANCHANG, CHINA - AUGUST 21, 2022 - An aerial photo shows a tree-shaped pattern after drought in the Jinxian section of Poyang Lake in Nanchang, Jiangxi province, China, Aug 21, 2022. Affected by low rainfall and continuous high temperature, the Yangtze River Basin has seen a rare drought. Poyang Lake has entered the low dry season more than 100 days ahead of schedule, setting the record of the earliest low dry season. The water surface area of Poyang Lake has shrunk by 3/4 compared with that in June. (Photo credit should read CFOTO/Future Publishing via Getty Images)
Foto: Future Publishing via Getty Imag/Future Publishing

Jakarta, CNBC Indonesia - Bencana gelombang panas hingga mencapai 40 derajat celcius di China yang berujung pada penutupan pabrik hingga kekeringan yang melanda sungai Yangtze.

Efek dari gelombang panas ini membuat beberapa wilayah di China mengalami kekurangan pasokan listrik. Alhasil, pabrik dan mal harus mengurangi jam operasional.

Udara panas yang ekstrem ini melanda Sichuan di barat daya hingga Shanghai di delta Yangtze selama berminggu-minggu. Surutnya air di sungai Yangtze pun mengganggu jalur transportasi perdagangan di wilayah tersebut.

Kepala Ekonom Hang Seng Bank China Dan Wang mengatakan gelombang panas yang ekstrem ini dapat mempengaruhi industri besar dengan kebutuhan energi yang tinggi. Pada akhirnya ini akan berdampak pada ekonomi China dan bahkan ke rantai pasok global.

"Kami sudah melihat perlambatan produksi di industri baja, di industri kimia, di industri pupuk. Itu adalah hal yang sangat penting dalam hal konstruksi, pertanian dan juga manufaktur secara umum," tambah Wang.

Kondisi yang terjadi di China ini akan berdampak pada Indonesia, terutama dari jalur perdagangan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengungkapkan kondisi bencana yang terjadi di China dapat berimplikasi pada permintaan batu bara dari Indonesia.

Artinya, peristiwa ini secara drastis akan mendorong sentimen kenaikan harga batu bara.

"Kenaikan harga batu bara melanjutkan windfall profit produsen batu bara atau emiten batu bara dan PNBP serta royalti dari batu bara," paparnya, Senin malam (21/8/2022).

Kendati berdampak positif, pemerintah harus tetap waspada. Pasalnya, kondisi ini dikhawatirkan akan mengurangi pasokan batu bara bagi pembangkit listrik dalam negeri.

"Ini buah simalakama, artinya kebutuhan PLTU kita untuk produksi listrik bisa terancam defisit," ungkapnya. Meskipun ada aturan DMO, produsen batu bara akan memilih melakukan ekspor yang lebih menguntungkan.

Jika demikian, krisis batu bara yang terjadi di awal 2022 bisa kembali terulang.

Lebih lanjut, dampak lain yang harus diantisipasi dari gangguan iklim ini impor bahan baku dan barang modal bagi manufaktur di Tanah Air.

"Kalau kita lihat struktur impor barang modal dan bahan baku Indonesia, China memainkan peran penting. Jika ini terjadi, maka tekanan biaya produksi di dalam negeri dapat terjadi," ujar Abra.

Oleh karena itu pemerintah dan pelaku usaha harus mencari sumber impor alternatif yang bisa menggantikan secara cepat.

Kondisi ini harus diantisipasi karena gangguan produksi manufaktur akan menyulut terjadinya inflasi. "Pemerintah ujiannya saat ini adalah menjaga tingkat inflasi agar tidak melonjak terlalu tinggi."

Abra mengingatkan bencana dari perubahan iklim di China serta krisis energi di Eropa sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menawarkan kesempatan relokasi industri ke Tanah Air, mengingat Indonesia memiliki kawasan industri yang mulai dikembangkan pemerintah serta pasokan energi berlimpah.


(haa/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indonesia Siaga! Situasi China Ternyata Separah Ini...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular