Internasional

Perang Rusia-Ukraina Mau 6 Bulan, Dipastikan Gak Kelar-Kelar?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
22 August 2022 13:30
Local residents walk near their residential building damaged by a Russian military strike, amid Russia's invasion on Ukraine, in the town of Chasiv Yar, in Donetsk region, Ukraine July 10, 2022. REUTERS/Gleb Garanich
Foto: REUTERS/GLEB GARANICH

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dan Ukraina sudah memasuki 6 bulan dan belum ada tanda-tanda akan selesai. Konflik yang terjadi antara negara tetangga tersebut dimulai sejak 24 Februari 2022.

Sebagian besar wilayah timur dan selatan Ukraina kini berada di bawah kendali Rusia, membuat Kyiv kehilangan pelabuhan Laut Hitam yang vital bagi ekspor biji-bijian. Di mana lokasi tersebut merupakan sumber kehidupan ekonomi negaranya.

Sementara Rusia juga menderita akibat sanksi Barat yang bertubi-tubi. "Hukuman" dari pihak internasional juga tak terlihat membuat Presiden Vladimir Putin mengakhiri serangannya ke Ukraina dalam waktu dekat, apalagi menyerahkan wilayah yang sudah diduduki.

Apakah Perang Akan Berakhir?

Kedua belah pihak telah menderita kerugian jiwa dan materi tetapi tidak ada yang mau mempertimbangkan gencatan senjata. Ukraina percaya bahwa mereka berada dalam perjuangan eksistensial untuk mempertahankan kebangsaan yang oleh Putin dianggap sebagai kekeliruan sejarah.

"Dalam keadaan seperti itu, tidak ada yang bisa menang... 'Operasi militer khusus' ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun," kata Konstantin Kalachev, seorang analis politik yang berbasis di Moskow, melansir AFP Senin (22/8/2022)

"Rusia berharap untuk menang dengan melemahkan mereka... Waktu tidak berpihak pada Ukraina, dan ekonominya bisa hancur," tambahnya.

Marie Dumoulin, seorang direktur di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, mengatakan dukungan kuat dari sekutu Barat juga akan mempersulit kedua pihak untuk mundur sekarang. Masing-masing disebut kini memiliki keuntungan militer.

"Masing-masing pihak berpikir mereka masih bisa menekan ... jadi tidak mungkin ini akan segera berakhir," katanya.

Putin juga telah membingkai konflik tersebut sebagai bagian dari perlawanan Rusia terhadap aliansi NATO yang makin ekspansif. Sehingga mengalah bukan menjadi opsinya.

Sementara itu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky kemungkinan mencari bentuk keberhasilan taktis Ukraina melawan Rusia. Seperti tenggelamnya kapal penjelajah rudal Moskva pada April atau rentetan serangan balasan Kyiv untuk merebut kembali beberapa daerah yang diduduki Rusia.

"Itu akan memungkinkan dia untuk memotivasi kembali pasukan dan masyarakat Ukraina. Serta membenarkan permintaannya untuk lebih banyak bantuan dari mitra Eropa," kata Dumoulin.

Tergantung AS Cs?

Jika konflik masih berlangsung selama musim dingin dan hingga 2023, perang akan sangat bergantung pada pilihan Barat. Terutama jika mereka merasa biaya bantuan ke Ukraina menjadi terlalu tinggi.

Momen itu bisa dimanfaatkan Putin untuk menawarkan beberapa celah. Termasuk untuk mendorong para pemimpin Barat menekan Ukraina agar mengakhiri konflik dengan syarat Rusia.

Jika sekutunya Ukraina ternyata terus memberikan bantuan dan senjata, keunggulan militer Rusia pasti terkikis. Ini dapat mengancam dukungan publik Putin di dalam negeri, yang berpotensi memicu kekuatan oposisi jelang pemilihan presiden pada Maret 2024.

"Apa yang bisa memperburuk ketegangan antara Kremlin dan apa yang tersisa dari masyarakat sipil ... adalah deklarasi perang, darurat militer, atau mobilisasi umum," kata Dimitri Minic, seorang peneliti di Institut Hubungan Internasional Prancis di Paris.

"Ini akan sulit untuk dikelola di kota-kota besar seperti Moskow atau Saint Petersburg, di mana narasi anti-Barat yang obsesif kurang memiliki pegangan," tutupnya.

Dunia Resesi

Sebelumnya, Perang Rusia menyebabkan Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan prospek ekonomi global untuk keempat kalinya dalam waktu kurang dari setahun. Lembaga pemberi pinjaman memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia hanya 3,2% di 2022, turun dari 4,9% yang diperkirakan pada Juli 2021 dan jauh di bawah 6,1% yang kuat tahun lalu.

"Dunia mungkin akan segera tertatih-tatih di tepi resesi global, hanya dua tahun setelah yang terakhir," kata Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas.

Program Pembangunan PBB mengatakan kenaikan harga pangan dan energi membuat 71 juta orang di seluruh dunia jatuh miskin dalam tiga bulan pertama perang. Negara-negara di Balkan dan Afrika sub-Sahara paling terpukul.

"Hingga 181 juta orang di 41 negara dapat menderita krisis kelaparan tahun ini," kata Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB memproyeksikan.


(tfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Ukraina Di Ujung Tanduk, Kota Hilang Hingga Bantuan Tertahan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular