
Simak! Analisa 5 Ekonom Soal RAPBN 2023 Jokowi Rp3.041 T

4. Josua Pardede (Bank Permata)
Secara keseluruhan, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai asumsi makro pemerintah dalam RAPBN 2023 cenderung optimistis. Pertumbuhan ekonomi dipatok tetap tinggi yakni 5,3%, ditengah kondisi perlambatan ekonomi global sebagai konsekuensi pengetatan kebijakan moneter global.
Kemudian, asumsi penurunan harga minyak yang dipatok pemerintah mengindikasikan normalisasi harga komoditas global pada tahun depan, maka kontribusi net ekspor pada PDB tahun depan juga diperkirakan akan menurun.
Selain itu, dia memandang asumsi inflasi pada RAPBN 2023 berada di level 3,3% cukup optimis dari proyeksi tahun ini yang berada di rentang 4,0-4,8%.
Kendati demikian, Josua mengingatkan risiko inflasi tetap tinggi pada tahun depan apabila ketidakpastian geopolitik baik dari Rusia-Ukraina dan China-Taiwan masih memanas hingga tahun depan sehingga masih akan mendorong potensi kenaikan harga energi dan pangan global serta berlanjutnya gangguan rantai pasokan global.
Sementara itu, terkait dengan asumsi nilai tukar rupiah dan yield SUN 10 tahun, Josua mengungkapkan nilainya cenderung konservatif dengan mempertimbangkan postur RAPBN 2023 yang mengindikasikan konsolidasi fiskal.
Senada dengan asumsi makro, postur RAPBN 2023 juga cenderung optimistis dan sekaligus realistis dimana penerimaan pajak diperkirakan tumbuh 4,8% dengan mempertimbangkan pertumbuhan PDB nominal yakni PDB riil ditambah dengan laju inflasi, yakni 8,6%.
Lalu, ekspektasi pertumbuhan pajak yang cenderung flat mengindikasikan bahwa pemerintah mengasumsikan bahwa windfall pajak dari commodity boom juga akan mengalami penurunan.
Di sisi belanja, belanja pemerintah tahun 2023 juga lebih rendah dimana pemerintah masih fokus pada prioritas pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial dan infrastruktur yang akan memiliki multiplier effect yang besar pada peningkatan produktivitas perekonomian kedepannya.
"Namun, pemerintah juga perlu memperhatikan belanja subsidi energi kompensasi yang masih tetap tinggi serta peningkatan belanja pembayaran bunga utang pemerintah dan beberapa anggaran yang dialokasikan untuk IKN dan pemilu," kata Josua.
Dengan memperhatikan bahwa defisit APBN 2023 ditetapkan kisaran mendekati 3% terhadap PDB, Josua memandang pemerintah perlu mendorong produktivitas belanja dan menetapkan skala prioritas dalam alokasi belanja yang memiliki efek berganda bukan hanya dalam jangka pendek namun juga dalam jangka menengah-panjang.
5. Rully Arya Wisnubroto (Mirae Asset Sekuritas)
Ekonom Senior Mirae Rully Arya Wisnubroto menilai target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,3 persen pada tahun depan masih sejalan dengan proyeksi lembaganya.
"Kami percaya bahwa konsumsi rumah tangga akan meningkat akibat perbaikan dari mobilitas orang," kata Rully.
Secara fokus kebijakan, dia melihat RAPBN 2023 akan diarahkan untuk menekan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat. Di sisi lain, dia melihat belanja pemerintah akan lebih rendah dari tahun ini, karena adanya konsolidasi fiskal.
Dari sisi perdagangan, dia memperkirakan kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan PDB akan turun, sejalan dengan kondisi resesi global. Dengan sasaran inflasi 3,3 persen, Mirae melihat adanya potensi penurunan harga pangan global tahun depan.
"Kami lebih khawatir terkait dengan kondisi iklim yang tidak dapat diperkirakan serta harga minyak yang lebih tinggi dari perkiraan yang akan mendorong harga pangan dan energi naik," ungkap Rully.
Terkait dengan defisit fiskal yang ditetapkan 2,85% dari PDB, Rully berpandangan keseimbangan diperlukan untuk mengelola anggaran, sekaligus tetap menjaga pertumbuhan ekonomi.
"Untuk mencapai target, pendapatan dan belanja pemerintah untuk tahun 2023 ditetapkan masing-masing sebesar Rp2.443.6 triliun dan Rp3.041.7 triliun," paparnya.
Dia menambahkan penerimaan tahun 2023 yang lebih tinggi akan didukung oleh optimalisasi penerimaan pajak yang ditargetkan sebesar Rp2.016.9 triliun.
Mengenai pos belanja, anggaran subsidi pemerintah menjadi poin sentral RAPBN 2023 ini. Pasalnya, anggaran ini akan menjadi tameng untuk melindungi masyarakat dari laju inflasi.
Dengan anggaran subsidi sebesar Rp336,7 triliun, Rully mengingatkan adanya risiko kenaikan harga minyak, mempertimbangkan target inflasi sebesar 3,3 persen.
Secara keseluruhan, Rully melihat APBN 2023 akan menerima tantangan, termasuk kemungkinan adanya resesi global dan ketidakpastian geopolitik.
(mij/mij)[Gambas:Video CNBC]