Konversi BBM ke Gas Mandek? Ini Tantangannya...

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VII DPR RI mendorong agar program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) dapat digenjot, terutama di tengah kenaikan harga minyak yang saat ini cukup tinggi. Meski begitu, terdapat sejumlah tantangan dalam proses pengembangannya.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, menilai pemanfaatan BBG untuk sektor transportasi menjadi opsi yang cukup rasional untuk saat ini digencarkan kembali. Apalagi akhir-akhir ini Indonesia lebih banyak mendapati temuan gas dibandingkan minyak.
"Ini program yang bagus. Khususnya menggunakan gas alam. Karena dapat mengurangi konsumsi BBM kita, apalagi di tengah harga migas dunia yang tinggi," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/8/2022).
Meski demikian, ia mengakui bahwa pengembangan dari program ini kurang begitu masif, hal tersebut terjadi lantaran ekosistem serta infrastruktur Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) terbatas, sehingga kurang menarik bagi masyarakat.
Namun dalam kondisi saat ini, program BBG bisa jadi sangat menarik untuk digenjot kembali. Pemerintah paling tidak dapat memperluas ekosistemnnya secara masif, misalnya melalui pemasangan konverter kit, memperbanyak SPBG, termasuk melakukan berbagai sosialisasi.
"Ketika pasarnya lemah seperti sebelumnya, mungkin terasa kurang menarik. Kalau sekarang dengan harga BBM yang tinggi, sementara gas alam kita masih sangat cukup tersedia. Ini tentunya berbeda," kata dia.
Sementara, Anggota DEN, Eri Purnomohadi, menjelaskan program konversi BBM ke gas termasuk BBG menjadi bagian dari peta jalan atau road map dari Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tertuang dalam road map transisi energi. Termasuk di dalamnya program transisi energi ke penggunaan gas bumi sebagai bahan bakar rumah tangga dan Gasifikasi batu bara (Dimethyl Ether/DME) sebagai energi alternatif pengganti LPG.
"Demikian pula BBG untuk industri dan transportasi guna meningkatkan pemanfaatan gas domestik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor energi," kata dia.
Namun demikian, untuk menggencarkan program BBG ini, ia juga sependapat bahwa terdapat sejumlah tantangan. Misalnya seperti kontrak gas di sektor hulu yang mempunyai peran strategis dalam mempengaruhi harga gas di hilir hingga sampai ke pengguna akhir.
Kontrak gas sendiri meliputi volume, harga, jangka waktu, titik serah, transportasi, hingga ke Mother Station. Adapun dari Mother Station juga terdapat biaya distribusi hingga ke titik serah pengguna akhir. "Ini memang menjadi target di DEN (konversi BBG) juga berkaitan dengan Energi Mix 2025 sebesar 23% capaian Bauran Energi Nasional," kata dia.
Di mana, kata dia untuk mencapai target bauran energi bersih 23% tersebut, paling tidak beberapa program transisi energi harus dijalankan. Seperti percepatan implementasi penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), program konversi kompor LPG ke kompor induksi, proyek Gasifikasi batu bara DME sebagai energi alternatif pengganti LPG "Dan peningkatan pemanfaatan gas (industri dan rumah tangga) kemudian peningkatan pemanfaatan PLTS Atap dan seterusnya," ujarnya.
[Gambas:Video CNBC]
Pasokan Gas Rusia Berhenti, Jerman Diambang Resesi
(pgr/pgr)