Surcharge Naik, Harga Tiket Pesawat Langsung 'Meledak' Lagi?

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
Senin, 08/08/2022 09:20 WIB
Foto: Ilustrasi pesawat/ infografis/CNBC Indonesia/Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memberikan lampu hijau kepada maskapai untuk mengenakan biaya tambahan (fuel surcharge) sebesar 15% untuk pesawat jet dan 25% untuk pesawat baling-baling dari ambang batas atas tarif. Hal ini disebabkan melonjaknya biaya avtur.

Kebijakan ini tertuang pada KM 142 Tahun 2022 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) pada tarif penumpang kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri. Berlaku mulai 4 Agustus 2022 yang akan dievaluasi sekurang-kurangnya setiap tiga bulan.

Meski aturan ini bersifat pilihan atau opsional bagi maskapai, artinya tidak bersifat wajib.


Lalu, apakah kenaikan ini sudah berdampak ke harga tiket?

Pantauan CNBC Indonesia, dampak keputusan menteri tersebut belum langsung terlihat. Harga tiket pesawat menuju salah satu destinasi wisata utama seperti Jakarta-Bali dari salah satu platform penjualan tiket pesawat masih sama seperti harga pekan sebelumnya.

Dimana harga tiket termurah pada penerbangan akhir pekan, (13/8/2022) dibanderol dengan harga termurah Rp 1,04-1,3 juta dengan berbagai maskapai seperti Air Asia, Lion air, Super Air Jet, Pelita Air, dan lainnya.

Sedangkan Nam Air, Batik Air, hingga Garuda Indonesia membanderol harga tiket Rp 1,5 - Rp 1,9 juta untuk sekali penerbangan.

Jika dibandingkan harga pekan sebelumnya harga juga cenderung sama, dari catatan CNBC Indonesia harga tiket Jakarta - Bali Sabtu lalu (6/8/2022), dibanderol dengan harga Rp 1,04 - 1,9 juta kelas ekonomi.

Plt Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Nur Isnin Istiartono menyatakan pemerintah perlu menetapkan kebijakan terkait biaya tambahan, supaya maskapai punya pedoman dalam menerapkan tarif penumpang.

Namun dia mengimbau kepada seluruh maskapai yang melayani rute penerbangan berjdwal dalam negeri untuk dapat menerapkan tarif yang lebih terjangkau oleh pengguna jasa penerbangan.

"Seperti kita ketahui kemampuan daya beli masyarakat belum pulih akibat pandemi Covid-19 namun kebutuhan masyarakat akan transportasi udara harus tetap diperhatikan," kata Nur Isnin dalam keterangan, dikutip (8/8/2022).

Dia menjelaskan penetapan besaran biaya surcharge untuk mengakomodir kepentingan semua pihak yang bertujuan memberikan perlindungan konsumen dan menjaga keberlangsungan usaha yang sehat.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, menyatakan pihaknya akan menjalankan kebijakan ini dengan cermat, yakni mempertimbangkan fluktuasi harga bahan bakar avtur terhadap kebutuhan penyesuaian harga tiket.

"Kami percaya kesadaran atas pentingnya keselarasan upaya untuk tumbuh dan pulih bersama di tengah situasi pandemi yang berkepanjangan, menjadi esensi penting guna memastikan ekosistem industri transportasi udara dapat terus bergerak maju memaksimalkan momentum pemulihan," ujar dia dalam keterangan dikutip, (8/8/2022).

Pengamat Bisnis Penerbangan Gatot Rahardjo, menjelaskan saat ini harga tiket penerbangan tinggi dan meresahkan masyarakat dan mempengaruhi perekonomian nasional.

"Ini apa-apaan ya? ini bukti kalau pemerintah/regulator dalam hal ini Kementerian Perhubungan kalah dengan operator, terutama yang swasta," kata Gatot dalam keterangan tertulis, Minggu(7/8/2022).

Gatot menegaskan seharusnya pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di atau sebagai regulator bertugas mengatur, mengawasi dan mengendalikan dalam bisnis penerbangan, bukan mengimbau.

"Sekarang secara de factor terjadi monopoli maskapai penerbangan, tapi secara de jure tidak karena tidak aturan yang dilanggar oleh maskapai. artinya seharusnya pemerintah bisa membuat aturan yang menyeimbangkan bisnis penerbangan dan mengurangi monopoli baik secara de facto dan de jure," katanya.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan - Elon Musk Mundur Dari Doge