
Inflasi Amerika Makan Korban Baru: Anak Sekolah

Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan inflasi Amerika Serikat (AS) tidak hanya membuat pusing Presiden Joe Biden ataupun petinggi bank sentral AS. Tingginya inflasi juga membuat jutaan orang tua siswa pusing karena melonjaknya biaya untuk membeli peralatan sekolah.
Inflasi AS melonjak hingga 9,1% (year on year/yoy) pada Juni 2022, tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Lonjakan inflasi tersebut tentu saja berdampak kepada pengeluaran warga AS mulai dari pengeluaran untuk kebutuhan energi, pangan, hingga sekolah.
Survei dari Morning Consult menunjukkan hanya 36% dari orang tua AS yang mengatakan jika mereka bisa memenuhi barang-barang keperluan sekolah untuk ajaran baru atau "back-to-school shopping" tanpa kesulitan apapun. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dari 52% pada survei tahun lalu.
Hasil survei juga menunjukkan 37% orang tua AS tertekan dalam memenuhi keperluan sekolah anak. Angka tersebut naik dari tahun lalu yang tercatat 32%. Morning Consult melakukan survei terhadap 2.178 orang tua siswa pada Mei-Juni 2022.
Pada tahun lalu, orang tua siswa masih dibantu oleh stimulus dan pembayaran kredit pajak untuk perawatan anak (child credit tax payment). Stimulus tersebut mengurangi beban orang tua sehingga mereka masih bisa menyisakan pendapatan untuk menabung.
"Saat ini tabungan menipis karena beban inflasi semakin berat," tutur Claire Tassin, analis dari Morning Consult, seperti dikutip dari Reuters.
Berdasarkan survei Morning Consult, orang tua AS rata-rata akan menghabiskan US$ 500 atau sekitar Rp 7,5 juta untuk membeli barang-barang keperluan sekolah anak-anak mereka. Anggaran tersebut naik 25% dibandingkan tahun lalu.
Sementara itu, polling yang dilakukan Deloitte menunjukkan rata-rata orang tua AS akan menghabiskan US$ 661 atau Rp 9,87 juta pada ajaran baru tahun ini. Jumlah tersebut naik 8% dibandingkan tahun lalu dan 27% dibandingkan 2019.
Sebanyak 60% yang disurvei mengatakan mereka terpaksa mengeluarkan anggaran lebih karena kenaikan harga. Salah satunya, Carolyn Foley, ibu rumah tangga dari Tennessee.
Ia mengaku jika dia harus berjuang keras untuk memenuhi barang-barang keperluan sekolah anaknya. Dia menghabiskan lebih dari US$ 300 atau Rp 4,48 juta untuk membeli baju, casing iPad dan tas pungung untuk anaknya yang berusia 10 tahun.
Padahal tahun lalu angkanya tak seberapa. Untuk keperluan yang sama, dia hanya mengeluarkan US$ 200 atau sekitar Rp 2,98 juta.
Sementara itu, Isabella Stevenson menghabiskan US$ 245 atau Rp 3,65 juta untuk membeli notebook, pensil, buku dan folder buku. Untuk membeli produk yang sama pada tahun lalu, dia hanya menghabiskan US$ 100.
Analis dari Adobe mengatakan orang tua siswa banyak yang memanfaatkan diskon besar-besaran pada Prime Day Amazon pada Juni untuk mengurangi beban.
"Prime Day digeser dari Juni ke Juli. Banyak orang tua yang mengambil keuntungan tersebut. Penjualan apparel anak-anak meningkat tajam," tutur Vivek Pandya, analis dari Adobe, seperti dikutip dari The Washington Post.
Pandya juga mengatakan banyak orang tua yang memanfaatkan fasilitas penangguhan pembayaran seperti kartu kredit dan pay later untuk mengurangi beban.
Survei yang dilakukan Qualtric untuk Credit Karma menunjukkan 42% orang tua siswa akan mengajukan pinjaman untuk membeli keperluan sekolah anaknya.
"Rata-rata mereka mengajukan pinjaman sebesar US$ 300 sementara seperlima dari mereka akan mengajukan pinjaman sebesar US$ 500 untuk membeli baji dan peralatan sekolah," tutur Colleen McCreary, advokat keuangan dari Credit Karma.
Data terbaru Biro Statistik Tenaga Kerja AS memperkirakan rata-rata buku dan keperluan sekolah lainnya naik 2,86% (yoy) pada Juni. Harga baju melonjak 5,4% pada periode yang sama.
Claire Tassin, analis e-commerce dari Morning Consult, mengatakan membeli keperluan sekolah adalah hal yang tidak bisa terhindarkan. Namun, lonjakan harga energi membuat orang tua siswa memutar otak untuk mengurangi pengeluaran lainnya, termasuk barang keperluan sekolah.
"Jika harga gas tidak kunjung turun maka akan semakin banyak orang tua yang membeli keperluan sekolah dengan memilih brand yang lebih murah, paket lebih kecil," tuturnya.
(mae/sef/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Orang Amerika Mulai Takut Belanja, Pertanda Krisis...?