
Bukan Rusia - Ukraina, Negara Ini Suka Bikin Krisis di Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan inflasi di Amerika Serikat (AS) yang diikuti dengan kebijakan Federal Reserve menaikkan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate, selalu berujung pada krisis di negara berkembang.
Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite VI DPD RI, Kamis (25/8/2022).
"Amerika Serikat setiap kali menaikkan suku bunga akibat inflasi biasanya diikuti dengan krisis keuangan di berbagai negara emerging," ujar Sri Mulyani, Kamis (25/8/2022).
Melihat data ekonomi AS pada tahun 70 dan 80-an, inflasi pernah mencapai 14%. Akibatnya, AS harus menaikkan suku bunga hingga 20%.
"Kejadian itu memunculkan krisis keuangan di Brasil, Argentina dan Meksiko pada akhir tahun 70-an atau awal 80-an," katanya.
Kemudian, pada awal tahun 90-an, inflasi AS naik 6% dan suku bunga naik sekitar 9,75%. Hasilnya, adalah krisis di meksiko dan Asian Financial Crisis yang turut menghantam Indonesia.
"Indonesia terdampak sangat-sangat buruk waktu itu," tambahnya.
Sekarang, sejak global financial crisis pada 2008, seluruh dunia mencoba untuk memulihkan ekonominya dengan menurunkan suku bunga mendekati nol persen atau hanya 0,25%.
"Sekarang AS dihadapkan dengan inflasi yang mencapai hampir 9%, maka suku bunga tidak mungkin tetap rendah. Ini akan menjadi episode yang harus kita waspadai," ungkap Sri Mulyani.
Pasalnya, kenaikan suku bunga di AS yang bisa mencapai 4%, tentu memberikan konsekuensi atau guncangan terhadap arus modal di seluruh dunia.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Was-Was Harga Beras Meroket