
Lebih dari 20% APBN Bakal Habis Dibakar BBM

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepastian pemerintah terkait dengan kenaikan bahan bakar mineral (BBM) masih mengantung.
Sementara itu, harga minyak mentah masih betah di level US$100 per barel.
Pada Kamis (25/8/2022) pukul 08.32 WIB harga minyak mentah dunia jenis brent tercatat US$101,99 per barel, naik 0,76% dibandingkan posisi kemarin. Sedangkan jenis light sweet atau West Texas Intermediete (WTI) US$95,59 per barel.
Artinya, APBN tahun ini masih dibebani oleh pergerakan harga minyak. Rapat terbatas menteri Kabinet Indonesia Maju pada Rabu (25/8/2022) pun belum memberikan kepastian apapun.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan membuka opsi penambahan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan solar pada tahun ini dari jumlah sebelumnya Rp 502 triliun.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat dengan badan anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa (23/8/2022).
"Rp 502 triliun diperkirakan akan habis dan masih belum mencukupi. Kita memperkirakan apabila laju konsumsi seperti yang terjadi pada 7 bulan terakhir ini maka Rp 502 triliun akan habis dan masih akan ada tambahan lagi" ungkapnya.
Sri Mulyani pun mengarisbawahi, jika tidak ada kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar dalam waktu dekat, maka subsidi BBM akan membengkak nyaris Rp 700 triliun.
Artinya, pemerintah memerlukan tambahan Rp 196 trilliun.
Dari pernyataan Menteri Keuangan, pemerintah sebenarnya memiliki tiga opsi. Pertama, menaikkan subsidi menjadi hampir Rp 700 triliun. Kedua, mengendalikan volume dan ketiga, menaikkan harga BBM.
Sri Mulyani menyadari pilihan yang muncul tidak menyenangkan. Satu sisi APBN akan tertekan berat dan di sisi lain daya beli masyarakat bisa kembali menurun yang kemudian berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sebagai catatan, besarannya telah melebihi anggaran pendidikan yang wajib dialokasikan 20% dari APBN per tahunnya.
Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz memandang opsi kebijakan terkait dengan harga BBM ini memiliki pro dan kontra.
Jika harga BBM dinaikkan, maka pemerintah tidak perlu menambah anggaran hingga Rp 700 triliun untuk subsidi.
Di sisi lain, masyarakat terbiasa dengan level inflasi yang rendah dalam beberapa tahun terakhir.
"Jika tiba-tiba crawling up, ke level yang kita lihat pada 2014, ke sekitar 8%, maka itu akan menyebabkan confidence consumer yang juga turun, karena balik lagi baru pulih," ungkapnya dalam Profit, CNBCIndonesia (Kamis, 25/08/2022).
Jika pemerintah melaju dengan opsi menaikkan harga, konsekuensinya adalah ruang fiskal untuk 2023 menjadi terbatas. Sementara itu, dalam RAPBN 2023, defisit tidak bisa lagi didorong melewati level 3% PDB.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Habiskan Rp146,9 T untuk Belanja Subsidi per Juli 2023