
Inflasi G20: Indonesia Masih Aman, Turki Paling Mengerikan

Dari enam anggota G-20 dari Asia, hanya India yang mencatatkan inflasi tinggi karena India merupakan net importir untuk beberapa komoditas mulai dari minyak nabati, emas, dan minyak mentah. Arab Saudi adalah net eksportir untuk minyak mentah sementara Indonesia net eksportir untuk batu bara dan minyak sawit.
Sementara itu, inflasi rendah di China dan Jepang juga ditopang oleh kebijakan moneter mereka yang akomodatif. Tidak seperti negara-negara maju, bank sentral Jepang dan China tetap mempertahankan suku bunga acuan mereka di tengah gempuran kenaikan suku bunga.
Inflasi Indonesia masih di bawah median anggota G-20, terutama karena kebijakan pemerintah mempertahankan harga BBM dan tarif dasar listrik untuk masyarakat menengah ke bawah.
"Krisis pangan dan energi global memberikan tekanan kepada inflasi domestik sepanjang tahun 2022 tapi inflasi energi akibat krisis global dapat diredam dampaknya melalui kebijakan subsidi pemerintah," tutur Margo.
Indonesia dan Malaysia adalah sebagian negara Asia yang memberikan bantuan subsidi dalam jumlah besar untuk memitigasi dampak kenaikan harga pangan dan energi.
Ekonom OCBC Wellian Wiranto menjelaskan salah satu alasan mengapa laju inflasi di Asia rendah, termasuk negara G-20, adalah harga beras yang stabil. Tidak seperti gandum yang melonjak tajam setelah perang, harga beras cenderung stabil karena produksi melimpah.
"Untuk Asia, beras menjadi penyelamat. Peran beras sangat besar (dalam menekan inflasi). Pasokan beras melimpah. Tidak seperti jagung atau gandum, beras juga jarang digunakan untuk industri peternakan sehingga pasokan aman,"tutur Wellian dalam Stable Staple Rice price has helped to contain Asia's inflation for now.
Rusia dan Ukraina memasok sekitar 26% gandum dunia sehingga perang membuat konsumen gandum seperti Turki menjerit.
Sementara itu, inflasi di Eropa dan Amerika Serikat (AS) melonjak tajam karena kenaikan harga energi. Eropa menggantungkan 40% pasokan energinya kepada Rusia sehingga mereka sangat terdampak oleh perang. Harga energi mulai dari gas, minyak mentah, hingga batu bara melesat sejak perang sementara produksi di Eropa belum memenuhi kebutuhan mereka.
Konsumen AS harus menanggung harga energi sesuai pasar sehingga inflasi pada kelompok bahan bakar melesat. Inflasi AS melambung 9,1% (yoy) pada Juni, tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Inflasi juga melesat di Inggris ke angka 9,4% pada Juni yang merupakan level tertinggi sejak 1990 karena lonjakan harga energi dan pangan.
Dari 20 anggota G-20, empat negara mencatatkan inflasi dobel digit pada Juni yakni Turki (78,62%), Argentina (64%), Rusia (15,9%), dan Brasil (11,89%). Tingginya inflasi Turki dipicu kenaikan harga pangan, seperti gandum dan minyak nabati, serta anjloknya mata uang lira. Inflasi melambung di Rusia sebagai dampak perang sementara inflasi Brasil meloncat karena kenaikan harga energi dan pangan.
(mae/mae)