Bukan Gertak Sambal, 'Bom' Baru Putin Pasti Buat Eropa Resesi

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dan Ukraina masih berlanjut. Presiden Rusia Vladimir Putin kembali melempar 'bom' ke Eropa. Namun, hal ini bukan senjata dalam arti sebenarnya, melainkan serangan baru terkait gas.
Selang beberapa hari setelah raksasa gas Gazprom mengumumkan akan melanjutkan pasokan melalui pipa Nord Stream 1, yang membuat Eropa sedikit lega, Moskow tiba-tiba mengumumkan akan menguranginya alirannya lagi. Padahal pasokan saat ini saja masih sangat kurang bagi Benua Biru dan mengancam Eropa dalam krisis energi.
Melalui BUMN gas Rusia, Gazprom, Kremlin mengatakan hanya akan menyalurkan 33 juta meter kubik (mcm) gas per hari melalui Nord Stream 1, awal pekan ini. Itu sekitar 20% gas dari kapasitas maksimal 160 juta meter kubik (mcm) per hari.
Padahal sejak Juni, gas yang dialirkan hanya 40% saja. Aturan berlaku mulai Rabu dan sudah disampaikan kepada pembeli yang terikat.
"Karena berakhirnya waktu yang ditentukan sebelum perbaikan ... Gazprom mematikan satu lagi mesin turbin gas yang diproduksi oleh Siemens di Porovaya," kata perusahaan dalam Twitternya, dikutip Sabtu (29/7/2022).
Perlu diketahui masalah dengan produk Siemens ini juga jadi alasan Rusia sebelumnya menurunkan aliran gas Nord Stream 1 sebanyak 60% bulan lalu. Disebutkan bahwa sanksi Barat karena Putin menyerang Ukraina membuat barang itu terkendala perbaikannya dan pengembaliannya dari Kanada ke Rusia.
Pipa Nord Stream 1 merupakan salah satu rute pengiriman gas utama ke Eropa melalui Jerman. Pipa itu dimiliki mayoritas oleh Gazprom dengan 51%, sementara lainnya adalah perusahaan barat, PEGI/E.ON dan Wintershall Dea 15,%, lalu French Engie dan Dutch Gasunie masing-masing 9%.
Ada pula konsorsium Nord Stream AG yang berbasis di Swiss menjadi operator jalur pipa ini. Perusahaan itu mengatur masalah transit gas, teknis, hukum dan lingkungan tapi tidak memiliki aset atas gas di pipa tersebut.
Sementara itu, Jerman telah menolak penjelasan teknis Gazprom untuk pengurangan gas. Negeri Panser mengatakan berulang kali bahwa itu hanya dalih untuk keputusan politik Kremlin untuk menabur ketidakpastian serta lebih lanjut mendorong harga energi.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut Putin mengobarkan perang baru selain di negaranya. Ini adalah "perang gas" melawan Eropa.
"Rusia tidak akan melanjutkan pasokan gas ke negara-negara Eropa, seperti yang diwajibkan dalam kontrak. Dan ini adalah perang gas terbuka, yang dilancarkan Rusia melawan Eropa yang bersatu," kata Zelenskyy dalam pidato Senin malam di aplikasi perpesanan Telegram, dikutip CNBC International dan AFP.
Dalam keterangan berbeda, Siemens Energy mengatakan pengangkutan turbin yang diservis ke Rusia sebenarnya segera dimulai. Namun, bola berada di tangan Gazprom.
"Pihak berwenang Jerman memberikan Siemens Energy dengan semua dokumen yang diperlukan untuk ekspor turbin ke Rusia pada awal pekan lalu. Gazprom mengetahui hal ini," kata perusahaan.
"Namun, yang hilang adalah dokumen pabean untuk impor ke Rusia. Gazprom, sebagai pelanggan, wajib menyediakannya," tambah perusahaan.
Pembalasan Eropa
Pemerintah Uni Eropa (UE) kemudian membalas Rusia dengan sepakat untuk menjatah gas alam di musim dingin mendatang. Ini menjadi upaya baru untuk melindungi diri dari pemotongan pasokan lebih lanjut oleh Rusia.
Para menteri energi blok menyetujui rancangan undang-undang Eropa yang bertujuan untuk menurunkan permintaan gas sebesar 15% melalui musim gugur dan ke musim semi berikutnya. Ini sekitar Agustus tahun ini hingga Maret 2023.
Hanya saja, rencana penjatahan gas tersebut juga tak disepakati dengan suara bulat. Sejumlah negara memiliki perbedaan pendapat.
Hal itu pun menjadi sesuatu yang 'wajar' di mata para ekonom. Karena penjatahan penggunaan gas pasti akan berdampak pada sejumlah industri di Eropa.
Mengutip CNBC International Jumat (29/7/2022), langkah baru Rusia ini menempatkan Eropa dalam situasi yang sulit. Benua itu harus bersaing dengan inflasi yang merajalela, perang di Ukraina dan rantai pasokan yang sudah bermasalah setelah pandemi Covid-19.
Wilayah ini, dalam catatan Statistical Review 2022, telah menerima sekitar 45% dari pasokan tahunannya dari Rusia. Sumber alternatif, seperti gas alam cair (LNG) AS, mungkin tidak dapat menggantikan hidrokarbon Rusia dengan cukup cepat.
"Biaya energi yang tinggi mendorong Eropa Barat menuju resesi," kata S&P Global Market Intelligence dalam sebuah laporan terbaru.
"Perkiraan Juli kami sudah memasukkan kontraksi kuartal kedua yang ringan dalam PDB riil di Inggris, Italia, Spanyol, dan Belanda," tambah lembaga itu lagi.
"... kemunduran lain kemungkinan terjadi pada kuartal keempat karena pasokan energi yang tidak dapat diandalkan."
[Gambas:Video CNBC]
Sebulan Perang, Ukraina Merugi Hampir US$600 Miliar
(dce)