2 Tantangan Utama Program Jet Tempur KF-21 Boramae, Apa Saja?

Shania Alatas, CNBC Indonesia
Jumat, 29/07/2022 14:30 WIB
Foto: Jet tempur KF-21/IF-21 Boramae menjalani uji terbang perdana pada 19 Juli 2022. (Dok: Angkatan Udara Republik Korea Selatan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Konsultan Defense Industry and Market PT Semar Sentinel Alman Helvas mengungkapkan dua tantangan utama dalam program pesawat tempur KFX/IFX kerja sama pemerintah Indonesia dan Korea Selatan. Hal itu diungkapkan Alman kepada CNBC Indonesia, Jumat (29/7/2022).

Sekadar gambaran, dalam kontrak kerja sama tersebut, total nilai program KFX/IFX atau yang kini dilabeli KF-21 Boramae sebesar 8,8 triliun won Korea (sekitar 7,6 miliar dolar AS atau 112 triliun rupiah). Pemerintah Korsel menanggung 60% pembiayaan (shares) dan 20% menjadi beban KAI. Di sisi lain, Indonesia membiayai 20% sisanya.

Alman menjelaskan, program ini dimulai pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kemudian dilanjutkan hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo. Anggaran program bersifat multi years.



"Kendala pembayaran terjadi sejak pemerintahan Jokowi karena nampaknya tidak ada satu sikap di antara kementerian ataupun pihak terkait secara politik," ujar Alman.

Menurut dia, Jokowi sudah memerintahkan bahwa program ini harus berlanjut dengan program multi-years. Artinya, setiap tahun harus dianggarkan dalam APBN.

"Kenyataannya tidak setiap tahun ada alokasi dana cost-share dialokasikan di APBN. Artinya, masih ada perdebatan apakah program ini penting atau tidak antara Kementerian Pertahanan dan kementerian lain, khususnya Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerin Keuangan. Inilah yang membuat alokasi anggaran untuk membayar cost-share program ini terhambat selama beberapa tahun terakhir," tutur Alman.

Selain itu, situasi ekonomi global yang memengaruhi perbelanjaan pemerintah juga berperan dalam penentuan prioritas pemerintah.

"Perlu kita ingat bahwa program ini untuk engineering manufacturing development dari 2014 sampai 2026. Kalau ada perdebatan di pemerintahan itu karena situasi ekonomi global dan perbelanjaan pemerintah, sehingga KFX tidak jadi prioritas bagi kementerian lain," lanjutnya.
Tantangan berikut berkaitan dengan porsi kerja sama. Penamaan KF-21 Boramae sempat memicu kontroversi sebelum lembaga negara Korsel, Defense Acquisition Program Administration (DAPA) mendorong untuk menamai pesawat tempur KF-21 yang dikerjakan bersama Indonesia unit 2 akan diberi nama Jeong Kwang-Seon.

Menurut Alman, Korsel berhak atas penamaan tersebut. Ini karena Korsel memiliki shares terbesar, yakni sebanyak 80%.

"Apalagi program-program dilakukan oleh mereka. Kita tidak bisa terlibat dalam semua pekerjaan terkait desain. Jadi Korea Selatan mendapatkan teknologi dari Amerika Serikat untuk mengembangkan KFX. Indonesia tidak bisa menghasilkan teknologi itu karena Indonesia tidak mempunyai perjanjian Defense Technology Security (DTS) dengan US. Itu masalah lama. Tapi tidak pernah diperhatikan," kata Alman.

"Sebagian dari pihak yang terlibat mengeluh bahwa kita tidak memiliki akses terhadap KFX/IFX, tanpa mau menyelesaikan masalah bahwa kita belum memiliki DTS dengan Amerika Serikat. Kuncinya adalah DTS kalau kita ingin mengakses teknologi-teknologi yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada Korea Selatan dalam program ini," lanjutnya.

Dari segi teknologi, hasil dari kemitraan antara Indonesia dan Korsel, Indonesia akan mendapatkan transfer teknologi tersebut khususnya komposit untuk pesawat, sebagaimana dinyatakan oleh Alman.

"Misalnya prototipe kalau tidak salah akan dikirim ke Bandung. Lalu Indonesia juga akan mendapatkan teknologi komposit untuk pembuatan pesawat. Teknologi komposit itu sebetulnya teknologi yang sudah kita kuasai tetapi ada teknologi yang lebih advance dalam teknologi komposit ini. Kita memerlukan teknologi itu. Artinya kita mendapatkan sejumlah keuntungan tapi tidak optimal karena shares kita hanya 20%," katanya.

Sedangkan untuk pemeliharaan, selain pemeliharaan mesin, Alman percaya bahwa kemampuan TNI Angkatan Udara telah mumpuni.

"Semua bisa dilakukan kecuali mungkin maintenance yang berat seperti engine mungkin harus ke Amerika Serikat atau ke Korea Selatan. Tapi untuk maintenance yang lain masih bisa dilakukan di Indonesia," ujarnya.



(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:

Bikin Ngiler! Korean Food Festival Kini Hadir di Transmart